Keuangan Mikro


Catatan Moderator: Rekan-rekan anggota, berikut ini kita sampaikan Rangkuman Tanggapan dari Query/Pertanyaan ketiga mengenai Pembiayaan Untuk Petani.  Kami sangat berterima kasih kepada para anggota yang telah membagi pengetahuan dan pengalamannya yang berharga.  Kami mengharapkan forum ini memberi pengaruh yang bermanfaat untuk pembangunan Indonesia, terutama untuk memperkenalkan bentuk solusi yang bermanfaat dalam sektor Pembangunan Ekonomi.  Salam, Thamrin Simanjuntak
Solution Exchange untuk Komunitas Pembangunan Ekonomi
Rangkuman Tanggapan

Pertanyaan: Pembiayaan Untuk Petani, dari APED, Banda Aceh - Pengalaman.

Disusun oleh Thamrin Simanjuntak, Moderator dan Dewi Gayatri, Research  Assistant
Beredar : 25 Februari 2009


Dari Indra Perwiryanto, Aceh Partnerships for Economic Development (APED) – UNDP, Banda Aceh , Indonesia
Dikirimkan pada : 14 Januari 2009

Para Anggota Solution Exchange,

Sejak dua tahun ini saya berkerja di APED Project (Aceh Partnership for Economic Development), dan banyak bergiat mengembangkan dan meningkatkan komoditi unggulan dan andalan yang ada di Nanggroe Aceh Darussalam seperti kopi, kakao, karet, perternakan dan perikanan darat.

Dalam kesibukan saya, saya banyak mendapat keluhan dari para pelaku usaha kecil pertanian tentang sulitnya mendapatkan kredit dari lembaga perbankan. Kredit ini mereka perlukan untuk, antara lain, membuka lahan, membeli bibit, pemupukan, perawatan, mengolah hasil panen dan biaya operasional menunggu panen sehingga tidak terjerat ijon atu tengkulak.

Saya sudah berdikusi dengan rekan-rekan perbankan dan mereka mengkuatirkan risiko gagal panen dan jaminan terhadap pinjaman yang diberikan.  Saya juga sudah berdiskusi dengan beberapa aktivis keuangan mikro (BPR), tetapi mereka juga menghadapi masalah dari sumber pendanaan mereka dan mereka lebih cenderung menyalurkan kreditnya ke sektor perdagangan.

Melalui forum ini saya ingin menanyakan dua hal:

·         Apakah rekan-rekan anggota mengetahui lembaga keuangan atau lembaga keuangan mikro yang berhasil untuk bidang ini?  Mohon dapat berbagi pengalaman. Bagaimana meningkatkan pelayanan pinjaman untuk sektor ini? 
·         Adakah pendekatan lain yang terbukti berhasil untuk mengatasi permasalahan kebutuhan dana pada sektor pertanian khususnya di tahapan produksinya?

Mudah-mudahan dengan masukan dari rekan-rekan, program pengembangan dan peningkatan komoditi kita di Aceh dapat lebih berhasil.


Terima kasih atas Tanggapan yang diterima dari

1.      Candra Nugrahanto, International Organization for Migration (IOM), Yogyakarta , Indonesia
2.      Muhammad Ridwan, Agribusiness Market and Support Activity (AMARTA), Jakarta , Indonesia  
3.      Indrajit Indra, Microfinance Innovation Center for Resources and Alternatives (MICRA), Jakarta, Indonesia
4.      Basyuni, International Development Law Organization (IDLO), Banda Aceh , Indonesia
5.      Job Charles, International Organization for Migration (IOM), Banda Aceh , Indonesia
6.      Hiswaty Hafid, Agribusiness Market and Support Activity (AMARTA), Makassar , Indonesia
7.      Achyar Rasyidi, YDP Project, CARE International Indonesia , Banda Aceh , Indonesia
8.      Kusdijono, Catholic Relief Services (CRS), Jakarta , Indonesia  
9.      Edi Timbul Hardiyanto, Valuindo Utama, Jakarta , Indonesia
10.  Margaretha Ari Widowati, Bina Insan Sejahtera Mandiri (BISMA), Jakarta , Indonesia
11.  S.M. Ahsan Habib, Grameen Foundation, Banda Aceh , Indonesia
12.  Wawan Setiawan, Foundation for Noble Work (Yayasan Usaha Mulia), Banda Aceh , Indonesia
13.  Idham Edo, Konsultan, Banda Aceh , Indonesia
14.  Syardan Jalil, DDR-Post Conflict Community, International Organization of Migration (IOM), Langsa, Nanggroe Aceh Darussalam , Indonesia
15.  Dirk Lebe,  Icon Institute, Banda Aceh , Indonesia  
16.  Iwan Saktiawan, Handicap International, Banda Aceh , Indonesia
17.  Handy Pardjoko, Ohama Indonesia Group, Jakarta , Indonesia

Kita tetap menerima kontribusi selanjutnya!





Para anggota menanggapi pertanyaan yang mencari informasi tentang lembaga keuangan, terutama lembaga keuangan mikro yang memberi pelayanan kepada agri-bisnis, serta mencari informasi tentang pengalaman, ruang lingkup untuk meningkatkan pinjaman bagi agri-bisnis dan juga mencari informasi tentang pendekatan lain dari keuangan mikro yang telah berhasil.

Mengacu pada beberapa tipe layanan keuangan untuk sektor pertanian baik dari pemerintah ataupun dari sektor organisasi privat di tingkat nasional, privinsi, kabupaten dan pedesaan in Indonesia, anggota mengungkapkan tentang bank pemerintah yaitu Bank Syariah Mandiri, BPR yaitu bank lokal di tingkat kabupaten seperti BPRS Baiturrahman dan Koperasi seperti Koperasi Amanah Tani, Baitul Qiradh Abu Indrapuri. Anggota mengungkapkan pula beberapa organisasi nasional, seperti Yamida dan YKBS, yang bekerja bersama Grameen Foundation memberi dukungan untuk program layanan keuangan atau kegiatan agri-bisnis. Anggota juga menguraikan beberapa organisasi internasional dan lembaga dana moneter yang bekerja dalam hal-hal berikut ini;
-          Memberi bantuan teknis, akses terhadap kredit dan memberi dukungan dana (ADB, IFC, WVI, MICRA, MercyCorps)
-          Memfasilitasi peningkatan produk pertanian (CARE International, AMARTA, APED)
-          Memberi layanan asuransi sebagai penjamin (BASIX, MIA)

Selain menyampaikan informasi yang bermanfaat mengenai skema kredit, suku bunga, dll, para anggota juga menulis tentang beberapa skema kredit dari pemerintah serta uraiannya, yang dikelola oleh Departemen Pertanian atau yang bekerjasama dengan bank pemerintah ataupun perusahaan asuransi. Para anggota menguraikan pula informasi tentang beberapa tipe pinjaman, suku bunga, prosedur, persyaratan kredit dan lainnya seperti dari Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Koperasi Primer (KKP), Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani-Nelayan Kecil (P4K), Pengembangan Usaha Agri-bisnis Pedesaan (PUAP) dan Lembaga Penjamin Kredit Daerah (LPKD).

Para anggota membagi pengalaman mereka dalam bekerja bersama BPR/Syariah dan Koperasi dalam program Tabungan dan Pinjaman untuk petani di Aceh, mereka menyebutkan beberapa hal yang selama pelaksanaan program telah teridentifikasi perlu diperbaiki; yaitu kebutuhan mendesain kembali produk layanan untuk dapat lebih baik mengakomodasi petani, serta kebutuhan untuk memiliki account officer yang ahli di bidang analisa pertanian. Para anggota juga menggaris bawahi pengalaman lain, seperti di satu koperasi di propinsi lain yang   memberikan material pertanian dan mempunyai hak membeli hasil panen. (Tengkulak di pedesaan juga menggunakan metode ini). Koperasi ini menjadi penyalur beras terbesar di kepulauan di provinsi Nusa Tenggara Timur. Sebagai contoh anggota menyampaikan model Studi Kelayakan Usaha Sutra yang mengacu pada kebutuhan untuk meningkatkan keahlian account officer dalam menjajaki usaha klien.

Para anggota menggaris bawahi beberapa cara membantu para petani di Aceh melalui layanan keuangan. Mereka menegaskan bahwa selain layanan kepada petani di kelompok (Pinjaman untuk Kelompok), usaha pertanian dapat dikombinasikan dengan usaha kecil lainnya seperti unggas, kios, makanan kecil yang dapat menghasilkan tambahan pendapatan setiap hari. Hal ini juga memungkinkan usaha agri-bisnis memenuhi persyaratan angsuran mingguan. Untuk lebih meyakinkan, anggota menyatakan bahwa program semacam ini menyerap sekitar 20% dari seluruh porto folio Grameen Foundation. Mereka juga memberi contoh praktek polyculture (menggabungkan komoditi yang cepat dan yang lambat dipanen) di Babelan, provinsi Jawa Barat.

Sehubungan dengan manfaat yang dihasilkan dari bekerja bersama, anggota menulis tentang  pengalaman yang diperolehnya di Jepang, di mana seluruh pihak terlibat, meliputi usaha agri-bisniss, bank, lembaga pendidikan, koperasi petani dan pemerintah, bekerja bersama dalam hal pendanaan, pemasaran dan menjaga harga tetap stabil untuk membangun industri pertanian yang kuat. Anggota mengungkapkan pula kebutuhan mengoptimalkan peranan dari penjamin kredit daerah yang telah ada, yaitu LPKD, dan menggali lebih jauh inisiatif untuk melibatkan perusahaan asuransi, mencakup asuransi yang mengacu pada indeks cuaca atau curah hujan. Alternatif lain adalah menarik lebih banyak pilihan pendanaan bagi petani, misalnya asuransi mikro yang sekarang sedang digali secara aktif oleh LSM dan lembaga keuangan, antara lain CARE International, MercyCorps, IFC.

Para anggota menekankan beberapa karakter khusus dari sektor pertanian yang mempengaruhi persetujuan pinjaman seperti masa tumbuh yang berbeda dari setiap tanaman, dan faktor lain yang mempengaruhi pendapatan panen seperti cuaca, bencana alam dan hama yang menyebabkan tingginya resiko gagal panen. Mereka menggaris bawahi resiko lainnya dari sektor pertanian seperti lemahnya identifikasi pasar, dan permintaan pasar dan pasokan komoditi yang kurang jelas yang menyebabkan fluktuasi harga serta menekankan adanya impak dari rantai pasar atau rantai pasokan terhadap harga-harga. Untuk mengatasi resiko ini dan faktor-faktor yang menghambat, para anggota menyarankan penyelenggaraan pelatihan peningkatan kualitas dan produksi paska panen. Mereka juga mendukung pembentukan pusat jual-beli, dan bekerja bersama pedagang lokal mengadopsi sistem yang transparan. Mereka menyatakan bahwa kegiatan ini dapat membantu menjaga harga tetap stabil dan menjaga kualitas produk.

Para anggota menguraikan langkah-langkah pengalaman yang berhasil dalam memfasilitasi kelompok petani dan antara lain menyampaikan beberapa tahapan yang dapat dicatat sebagai saran untuk memperkuat dan mendukung layanan keuangan bagi usaha pertanian:
-          Mengembangkan lembaga keuangan yang sudah ada, mengadakan penjajakan untuk meninjau kapasitas keuangan suatu LKM dan komitmen pengurusnya. 
-          Alternatif lain adalah membentuk unit khusus atau suatu koperasi yang mengunakan dana milik anggota sendiri khusus untuk sektor pertanian saja.
-          Memberi bantuan teknsis kepada semua pihak dan memperkuat kapasitas petani.
-          Rehabilitasi infrastruktur dan fasilitas, seperti transportasi, pusat pasar dan perdagangan.
-          Menerapkan pendekatan kelompok untuk mengintegrasikan fungsi pasar, antara lain menghubungkan kelompok-kelompok petani pada perusahaan agri-bisnis dan pelaku pasar, mendirikan pusat jual-beli, menyelenggarakan kegiatan simpan pinjam.

Secara ringkas, para anggota menyampaikan pengalaman tentang keberhasilan program keuangan yang memberi layanan kepada sektor pertanian dan anggota juga membagi beberapa ide yang dapat membantu meningkatkan produksi dan pengelolaan infrastruktur keuangan untuk membantu usaha agri-bisnis yang menguntungkan.



Nanggroe Aceh Darussalam

Kombinasi Usaha Pertanian dengan Usaha lain (dari S.M. Ahsan Habib, Grameen Foundation, Banda Aceh, Indonesia)
Grameen Foundation mengalami bahwa system pembayaran pinjaman secara mingguan tidak cocok untuk usaha pertanian yang membutuhkan masa tumbuh. Mereka mengatasi masalah tersebut dan melanjutkan untuk membiayai usaha pertanian dengan cara mengkombinasikan dengan usaha kecil lain dalam satu proposal seperti kios, kue atau makanan kecil yang dapat memperoleh pendapatan setiap hari. Program ini menyerap 20% dari portfolio Grameen Foundation di mana semua peminjam membayar sesuai jadual.

Dari Muhammad Ridwan, Agribusiness Market and Support Activity, Jakarta , Indonesia ) 

Nanggroe Aceh Darussalam

Desain Produk untuk Mengakomodasi Skema Keuangan Pertanian
Pada tahun 2005-2007, MercyCorps bekerja bersama empat BPR dan BPR Syariah mengutamakan usaha yang intensif dengan putaran dana yang tinggi. Pada akhir tahun 2006 strategi yang sama diterapkan pada sektor pertanian dan proyek tersebut mengalami beberapa hambatan di mana harus mengatasi resiko tunggakan, kebutuhan merancang kembali produk yang sesuai dengan skema keuangan pertanian dan kebutuhan merekrut account officer yang punya keahlian analisa pertanian.

Nusa Tenggara Timur

Transaksi yang Transparan Bermanfaat untuk Pertumbuhan Perdagangan, Kupang
MecyCorps bersama koperasi menerapkan suatu pendekatan di mana koperasi memberikan material pertanian yang dibutuhkan anggota dan mempunyai hak membeli hasil panen secara transparan atas harga material dan harga jual panen. Hal ini memungkinkan petani memperoleh bahan pertanian yang bermutu, bimbingan dan penyuluhan. Koperasi ini mendapat perhatian dari bank, juga memperoleh keuntungan dari perdagangan beras dan menjadi penyalur utama di kepulauan sekitar Timor .

Babelan, Jawa Barat

Menyeimbangkan Arus Dana melalui Pendekatan Polyculture (dari Handy Pardjoko, Ohama Indonesia Group, Jakarta , Indonesia )
Untuk mengatasi masalah ketidak seimbangan antara arus pemasukan dan pengeluaran dari usaha pertanian dan perikanan tradisional, Group Ohama Indonesia mengembangkan arus kas usaha perikanan dan menerapkan pada praktek bisnis.  Penerapan polyculture, pendekatan yang menggabungkan komoditi di satu lahan menjaga keseimbangan komoditi yang cepat dan yang lambat panen. Hal ini membantu mengatasi kemiskinan dari 300 petambak udang di Babelan, Bekasi. Baca lebih lanjut

Sulawesi Selatan

Dari Hiswaty Hafid, Agribusiness Market and Support Activity , Makassar , Indonesia )

Pelatihan untuk Meningkatkan Kualitas Produk
Guna meningkatkan kualitas produk pertanian, produk paska panen dan untuk memenuhi persyaratan standard kualitas dari perusahaan eksport, program AMARTA mengadakan pelatihan bagi petani.  Mereka melatih petani untuk memproduksi pupuk, khususnya pupuk organic. Hal ini mendukung petani menjual produk yang berkualitas dan mitra kerja membeli dengan harga yang layak. Di mana terjadi kekurangan pupuk, maka mitra kerja membantu pengadaan.

Pusat Pasar untuk Menunjang Transaksi yang Transparan
Disamping masalah yang berhubungan dengan produksi, para petani juga berhadapan dengan masalah kualitas dan akses pasar yang berimpak buruk pada kondisi ekonomi. AMARTA menyarankan mitra kerja untuk mendirikan suatu sentral yang memfasilitasi jual-beli atau mendirikan asosiasi eksportir di tingkat kabupaten. Di mana harga terlalu tinggi, mitra kerja bekerja bersama pedagang setempat.  Hal ini menghasilkan sistem jual-beli yang transparan menggunakan nota pembayaran dan berdasarkan hasil evaluasi.

Suka Mulya, Sare, Aceh Besar

Pertumbungan Keuangan Kelompok (from Achyar Rasyidi, YDP Project, CARE International Indonesia , Banda Aceh , Indonesia )
Kelompok petani telah dibentuk dua tahun yang lalu mengelola kegiatan simpan pinjam.  CARE memfasilitasi pendirian kelompok simpan pinjam ini yang pada walnya beranggotakan 12 orang. Sekarang ada 30 anggota dan asset kelompok berjumlah Rp.35.000.000. Banyak petani lainnya ingin menjadi anggota kelompok ini, namun kelompok sangat selektif, mereka ingin anggota memiliki keahlian khusus dan bertanggung jawab sehingga menjamin penggunaan dana kelompok secara adil.


Rekomendasi Dokumen

Dari Candra Nugrahanto, International Organization for Migration, Yogyakarta , Indonesia .

Strengthening BPRs as Community Banks to Increase Local Access to Finance
Document; by Detlev Holloh; ProFI; July 2007; versi dalam bahasa Inggris dapat dilihat di
Menjelaskan secara terperinci sejarah BPR, difinisi, kebijakan pemerintah, tujuan strategis dan instrumennya, peraturan dan kemungkinan kegiatan-kegiatan sektor keuangan mikro

Undang-Undang Pemerintah Indonesia No. 25 tentang Koperasi
Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 tahun 1992.  Versi Bahasa Indonesia tersedia di http://www.deptan.go.id/bdd/admin/uu/UU-25-92.pdf  94 KB
Undang-undang Pemerintah tentang Kopearsi – mencakup visi, misi, prinsip-prinsip, pendirian, struktur, keanggotaan, anggaran dasar, kewajiban dan hak serta layanan

Dari Kusdijono, Catholic Relief Services, Jakarta , Indonesia

Kredit Usaha Tani (KUT)
Peraturan Pemerintah Indonesia tentang kredit untuk agri-bisnis. Versi Bahasa Indonesia tersedia di  
Menjelaskan tujuan dan mekanisme prosedur layanan keuangan untuk agri-bisnis mencakup distribusi kredit, angsuran, kewajiban dan hak dari pemberi pinjaman

Kredit Koperasi Primer (KKP)
Informasi resmi; Bank Negara Indonesia . Versi Bahasa Indonesia tersedia di 
Suatu produk dari bank pemerintah, Bank Negara Indonesia menyelenggarakan layanan kredit kepada agri-bisnis, menjelaskan jumlah pinjaman, jangka waktu, jaminan dan persyaratan

Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani-Nelayan Kecil (P4K)
Informasi singkat dari proyek; Departmen Pertanian Republik Indonesia , Jakarta . Versi bahasa Indonesia dan bahasa Inggris tersedia di http://www.deptan.go.id/bpsdm/p4k.htm 
Memaparkan garis besar pelaksanaan program P4K, mencakup tujuan, peserta, jangka waktu setiap tahap, wilayah pelaksanaan program dan pembelajaran

Pengembangan Usaha Agri-bisnis Pedesaan (PUAP)
Informasi singkat dari proyek; Indonesian Center for Agriculture Socio Economic and Policies Studies. Versi Bahasa Indonesia tersedia di http://pse.litbang.deptan.go.id/eng/index.php?option=com_content&task=view&id=302&Itemid=65  
Menguraikan Informasi tentang program Pengembangan Usaha Agri-bisnis Pedesaan, mencakup tujuan, pelaksana program, jumlah peserta, wilayah dan pendekatan yang digunakan

Lembaga Penjamin Kredit Daerah (LPKD) (dari Idham Edo, Konsultan, Banda Aceh , Indonesia )
Artikel: oleh A. Junaidi, SE, ME, Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Versi bahasa Indonesia tersedia di http://smecda.com/deputi7/file_Infokop/Edisi%2022/prospek_rintisan.htm
Meliput sejarah lembaga penjamin kredit, tujuan pendirian, peraturan pemerintah, perusahaan pelaksana, mekanisme, pembiayaan dan rasio tunggakan pinjaman

Optimized Exploitation of Tidal Affected Area (Type 3) By Applying Polyculture System (Barito Kuala, South Kalimantan) (dari Handy Pardjoko, Ohama Indonesia Group, Jakarta , Indonesia )
Laporan: oleh Dr. Ayi Kusmayadi, Rezani Mahakam SP, Syaiful Asgar, Amd , Special Programme for Food Security: FAO dan Departemen Pertanian Republik Indonesia.  Versi bahasa Inggris tersedia di
Laporan tentang pemanfaatan secara optimal wilayah yang dipengaruhi oleh pasang surut (Tipe 3) dengan menerapkan sistem Polyculture (Barito Kuala, Kalimantan Selatan)

Rekomendasi Organisasi dan Program

Aceh Partnerships for Economic Development, Banda Aceh (dari Indra Perwiryanto)
Jalan Tgk Daud Beureueh no. 26, Banda Aceh , Indonesia , Tel: +62-651-21064, Email: aped@aped-project.org  http://www.aped-project.org/
Mendukung produksi, perdagangan dan pemasaran, mobilisasi material, pendanaan dan lembaga sumber dana serta bekerja bersama organisasi lainnya dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi

Agribusiness Market and Support Activity, Jakarta (dari Hiswaty Hafid)
BRI II Building, Lt 28, Suite 2806 Jalan Jenderal Sudirman 44 – 46, Jakarta 10210, Indonesia; Tel: +62-21-5713548, +62-21-5713549, Fax: +62-21-5711388 
Menyelenggarakan bantuan teknis dari para ahli, bekerja bersama kantor-kantor pemerintah, aliansi perusahaan agri-bisnis, asosiasi agri-bisnis dan layanan jasa usaha

Asian Development Bank, Jakarta (dari Candra Nugrahanto, IOM, Yogyakarta , Indonesia )
Indonesia Resident Mission BRI II Building, lt 7th Jalan Jenderal Sudirman Kav. 44-46, Jakarta 10210 , Indonesia ; P.O. Box 99 JKPSA Jakarta Pusat , Indonesia , Tel: + 62-21-2512721, Fax. + 62-21-2512749 Email: adbirm@adb.org
Banda Aceh office: Jalan Cut Nyak Dhien 375, Lamteumen Timur, Banda Aceh , Indonesia ; Tel: + 62-6510-41429 Fax: + 62-651-45773 Email: psmidt@adb.org  http://www.adb.org/Indonesia/ dan
Bekerja bersama Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD-Nias dan mendirikan Microfinance Innovation Fund (MIF) untuk mendanai lembaga-lembaga keuangan

Dari Edi Timbul Hardiyanto, Valuindo Utama, Jakarta , Indonesia

Bank Indonesia , Jakarta
Humas Bank Indonesia , Jalan MH Thamrin 2 Jakarta 10110 Indonesia ; Tel: +62-21-3817187, Fax: +62-21-3501867 Email: humasbi@bi.go.id  http://www.bi.go.id/web/id/
Memberi informasi nasional berkenaan dengan kebijakan, undang-undang pemerintah, peraturan pemerintah, bunga, kurs mata uang asing, inflasi, statistik, jurnal, laporan

Chamber of Commerce and Industry (KADIN), Banda Aceh
Bale’ Saudagar, Jalan Taman Makam Pahlawan no.1,Kp Ateuk, Banda Aceh 23243 , Indonesia ; Tel.: +62-651-28371/28374 Fax: +62-651-28380; http://kadinaceh.com
Pusat komunikasi, informasi, perwakilan, konsultasi, fasilitasi dan advokasi terhadap jaringan perdagangan nasional dan internasional, termasuk perencanaan dan pendanaan

Bank Perkreditan Rakyat Syariah Baiturrahman, Banda Aceh (dari Dirk Lebe, Icon Institute, Banda Aceh , Indonesia ) 
Jalan Cut Nyak Dhien No. 291B, Banda Aceh 23236. Indonesia ; Tel: +62-651-42624.
Bank lokal di tingkat kabupaten yang menerapkan hukum (Syariah) Islam dalam layanan keuangan seperti dalam hal prinsip bagi hasil pada transaksi pinjaman, deposito dan tabungan

Bank Syariah Mandiri, Jakarta (dari Iwan Saktiawan, Handicap International, Banda Aceh , Indonesia )
Gedung Bank Syariah Mandiri, Jalan MH. Thamrin No. 5, Jakarta 10340 , Indonesia , Tel: +62-21-2300509, 39839000, Fax: +62-21-39832989. http://www.syariahmandiri.co.id/
Banda Aceh: Jalan Diponegoro no. 6: Tel: + 62-651-21750 Fax: + 62-651-33945.
Memberi layanan keuangan untuk berbagai tipe usaha, seperti koperasi karyawan, komoditi, pendidikan, perumahan dan usaha lain yang disetujui oleh bank

Dari S.M. Ahsan Habib, Grameen Foundation, Banda Aceh , Indonesia

Grameen Foundation, Washington D.C. , USA
50 F Street NW, 8th Floor, Washington , DC 20001 , USA ; Tel: +1-202-6283560, Fax: +1-202-6283880;
Banda Aceh Office: Jalan Poeteumeureuhom no. 42, Lambhuk, Ulee Kareng, Banda Aceh , Indonesia ; Tel: +62-651-34304  http://www.grameenfoundation.org/
DI Indonesia, GF membangun solusi untuk menolong korban tsunami pulih kembali melalui pemberian dana dan bantuan teknis serta membangun sistem informasi manajemen

Yayasan Mitra Duafa, Jakarta
Jalan Raya Lenteng Agung Km. 03 no. 10 Jagakarsa, Jakarta 12160 , Indonesia ; Tel/Fax:
Mengelola koperasi dengan menggunakan sistem Grameen Bank dan sistem Syariah guna meningkatkan status ekonomi kaum perempuan miskin berdasarkan prinsip keadilan, transparansi dan berkelanjutan

Yayasan Karya Bunda Sejahtera, Medan
Jalan Karya Wisata Kompleks Citra Wisata Blok XIV No. 35 Medan 20143, Sumatra Utara , Indonesia ; Tel: +62-61-77643301, Fax: +62-61-7871950 http://www.ykbs.or.id/
Mengelola pinjaman dan hibah dari berbagai organisasi internasional, menggunakan Metode Grameen Bank untuk menolong kaum miskin agar mampu menambah pendapatan keluarga

CARE International Indonesia , Jakarta (dari Achyar Rasyidi) 
TIFA Building 10th floor Suite 1005 Jalan Kuningan Barat 26 Jakarta 12710 Indonesia ; Tel: +62-21-52922282, Fax: +62-21-52922283  E-mail: info@careind.or.id http://www.careindonesia.or.id/
Mengelola proyek bidang pembangunan ekonomi, memperkenalkan kegiatan mata pencaharian yang berkelanjutan dengan memberikan dana untuk pembelian peralatan dan aset serta mengembangkan teknologi pertanian

Catholic Relief Services, Jakarta (dari Kusdijono
Jalan Wijaya I no 35, Kebayoran Baru, Jakarta 12170 , Indonesia ; Tel: +62-21-7253339; Fax: +62-21-7251566; http://crs.org/indonesia
Fokus pada program pangan untuk menanggapi rawan pangan melalui Program Padat Karya Pangan, Kesehatan dan Nutrisi serta program Peningkatan Pendapatan di beberapa wilayah di Indonesia

International Development Law Organization, Banda Aceh (dari Basyuni)
Indonesian Program Office (Banda Aceh), Green Paradise, Jalan Tgk. Chiek Kompleks Puskopol Ajun Jeumpet, Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam, Indonesia; Tel: +62-812-6999801 http://www.idlo.int 
Mengadakan peralatan dan ketrampilan untuk memperkuat peraturan hukum dan praktek yang baik dari tata laksana pemerintahan melalui pertumbuhan ekonomi dan perdagangan, pembangunan sosial dan kelembagaan

International Organization for Migration, Banda Aceh (dari Job Charles)
Jalan Sudirman no. 32 Banda Aceh 23230 Indonesia ; Tel.: +62-651-43556; Fax: +62-651-43554; iomaceh@iom.int; http://www.iom.or.id/ 
Memberi jalan bagi peserta program untuk mengadakan mata pencaharian dan menjadi mandiri dalam hal keuangan, dengan cara memberi ternak, mesin jahit, industri makanan kecil dan penjualan eceran

MercyCorps, Jakarta (dari Muhammad Ridwan, Agribusiness Market and Support Activity, Jakarta , Indonesia )
Jalan Kemang Selatan I/ 3, Bangka, Jakarta 12730 , Indonesia ; Tel: +62-21-7194948, Fax: +62-21-71790703;  Email: info@id.mercycorps.org  http://indonesia.mercycorps.org/
Mengupayakan secara terintegrasi program wira usaha dan inovasi di wilayah kantong kemiskinan serta mendukung pengembangan produk dengan fokus pada teknologi

Dari Margaretha Ari Widowati, Bina Insan Sejahtera Mandiri, Jakarta , Indonesia

Micro Insurance Agency Holdings, LLC , USA
2122 York Rd., Oak Brook , IL 60523 , USA; Tel: +1-630-6871950; Email: info@microinsuranceagency.com  http://www.microinsuranceagency.com
Berperan sebagai perantara untuk memperluas cakupan asuransi, merancang produk yang diminati dan sesuai bagi pelanggan dan distributor serta memberi bantuan di bidang administrasi kantor

BASIX, Hyderabad
3rd floor, Surabhi Arcade, Bank Street, Troop Bazar, Koti, Hyderabad 500001; Tel: +91-40-30512500/01 Fax: +91-40-30512502; Email: info@basixindia.com  http://www.basixindia.com
Memberi layanan yang mengupayakan mata pencaharian melalui layanan keuangan, layanan pengembangan usaha pertanian dan peternakan serta layanan bagi pertumbuhan kelembagaan

International Finance Corporation, Jakarta
Jakarta Stock Exchange Building, Tower 2, 9th Floor, Jalan Jenderal Sudirman Kav 52 - 53
Jakarta 12190, Indonesia; Tel: +62-21-52993001, Fax: +62-21-52993141;
http://www.ifc.org and http://www.ifc.org/ifcext/eastasia.nsf/Content/Indonesia
Mengkombinasikan investasi dan konsultasi untuk memperluas akses terhadap keuangan dan infrastruktur bagi segmen pasar yang belum terlayani serta memperkuat rantai penyaluran komoditi


Microfinance Innovation Center for Resources and Alternatives, Jakarta
Jalan Kemang Timur Raya No. 69E Kelurahan Bangka, Jakarta 12730 , Indonesia ; Tel: +62-21-7198442 Fax: +62-21-70308449  http://www.micra-indo.org/
Suatu Lembaga keuangan yang memberi dukungan kepada semua pihak dan mengupayakan inovasi, transparansi dan meningkatkan jangkauan kepada kaum miskin di Indonesia .

World Vision Indonesia , Jakarta
Jalan Wahid Hasyim No 33 Jakarta 10310, Indonesia; Tel: +62-21-31927467, Fax: + 62-21-3107846  Email: Indonesia@wvi.org   http://indonesia.wvasiapacific.org/index.php
Mendukung komuniti untuk melaksanakan program mereka sendiri dalam bidang pendidikan, kesehatan, air dan sanitasi, pertanian, keuangan mikro dan pembangunan ekonomi

Koperasi Amanah Tani, Aceh Barat
Jalan Meulaboh - kuala Bhee 12.cot seumereng, Kecamatan Samatiga, Kabupaten Aceh Barat,   Nanggroe Aceh Darussalam, Indonesia; tel.: + 62-813-70513069 att. Ferry Yunus
Berpengalaman dalam layanan keuangan bagi agri-bisnis dan bekerja bersama organisasi lain memberi bantuan teknis kepada anggota termasuk petani

Bq. Baitul Qiradh Abu Indrapuri, Aceh Besar
Jalan Banda Aceh - Medan Km 25, Pasar Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam, Indonesia; Tel.: + 62-813-70513069 att. Sayuthie Sulaiman
Berpengalaman dalam layanan keuangan bagi agri-bisnis dengan menggunakan pinsip-prinsip Syariah Islam dan bekerja bersama organisasi lain memberi bantuan teknis kepada anggota

Foundation for Noble Work - Yayasan Usaha Mulia, Jakarta (dari Wawan Setiawan)
Wisma Subud 20, Jalan Fatmawati No.52, Jakarta 12430 , Indonesia ; Tel: +62-21-7698505,
Fax: +62-21-7698504; Email: jakarta@yumindonesia.org  http://www.yumindonesia.org/
YUM Aceh Community Centre; Jalan Utama I No. 1, Punge Blang Cut, Banda Aceh , Indonesia ; Tel: +62-651-42900;
Membantu kaum perempuan memperoleh akses pinjaman dan memanfaatkannya secara efektif berdasarkan prinsip-prinsip dari Grameen Foundation, di samping itu juga mengadakan pelatihan pengelolaan organisasi dan usaha

Ohama Indonesia Group, Jakarta (from Handy Pardjoko)
Wisma 46, Kota BNI 43rd floor; Jalan Jenderal Sudirman Kav I, Jakarta 10320 , Indonesia ; Tel.: +62-21-5748870, Fax: +62-21-5748888; handy@ohamabiofuel.com
Kelompok usaha dalam bidang bio teknologi serta menyimpanan produk perikanan dan kelautan

Rekomendasi Komunitas dan Jaringan

Forum dalam hal pembangunan ekonomi yang memfasilitasi diskusi berdasarkan prinsiip-prinsip koperasi dan mendukung pembuatan portal Koperasi Indonesia .

Rekomendasi Portal dan Basis Informasi

Microfinance in NAD – Nias Portal, supported by ADB, GTZ, Hivos, MercyCorps, SBFIC, Triangle, Save the Children US , USAID (dari Thamrin Simanjuntak, Moderator)
Jalan Cut Meutia, Banda Aceh , Indonesia ; Tel: +62-651-32320.  http://aceh-microfinance.org/
Memberi direktori layanan keuangan mikro, sejarah perkembangan proyek dari setiap lembaga dana, laporan dan strategi untuk mengatasi celah dan menghindari tumpang tindih

AER online, Biro Ekonomi Sekretariat Daerah Provinsi NAD (dari Dewi Gayatri, Research Assistant).
Jalan T. Nyak Arief, No. 219 Banda Aceh, Indonesia ; Tel: +62-651-7552586; Email: redaksi@aernews.com  http://aceh-economic-review.com/
Mengelola informasi terbaru tentang harga komoditi, teknologi agri-bisnis, berita pembangunan ekonomi dan kesempatan pengembangannya di tingkat lokal, nasional dan internasional



Candra Nugrahanto, International Organization for Migration, Yogyakarta , Indonesia

Memang kendala seperti yang dijelaskan itu sering terjadi dan kita jumpai. Para pelaku keuangan mikro seperti BPR dan Koperasi baik itu yang menggunakan metode konvesional atau syariah cenderung akan lebih memilih sektor perdagangan, manufaktur, jasa dan lain-lain dibandingkan dengan pertanian. Sedangkan kalau seperti yang anda jelaskan, komoditi-komoditi tersebut menurut saya termasuk  diklasifikasikan sektor pertanian.

Para LKM (BPR & Koperasi) cenderung memang menghindari untuk sektor tersebut, karena beberapa alasan mulai dari internal lembaga dan eksternal. Internal dalam hal ini LKM (Lembaga Keuangan Mikro) belum memiliki produk yang bisa mengakomodasi  pinjaman ke sektor pertanian. Yang nota bene dengan sifat usaha pertanian kita yang cenderung akan mendapatkan income saat panen yang terjadi setelah 3-4 bulan (ini saya ambil general, kecuali memang untuk komoditi yang bisa panen setiap bulan), padahal dari pihak LKM ada yang ingin tetap setiap bulan mendapat angsuran dari nasabah petani. LKM tidak ingin ada keterlambatan bayar (terlihat) di jadwal angsuran mereka. Kemudian, LKM juga belum dapat secara tepat untuk menghitung pemetaan pendapatan sebenarnya dari nasabah yang mempunyai latar belakang petani; maksudnya petugas lapangan dari LKM harus bisa melihat seluruh siklus pertanian tersebut, mulai dari tanam sampai panen. Untuk sisi eksternal, biasanya para LKM cenderung akan memperhitungkan kemungkinan produk pertanian tersebut gagal panen karena faktor alam, misalnya curah hujan yang tinggi, banjir dan lain sebagainya, sehingga LKM cenderung menghindari pemberian pinjaman ke sektor pertanian.

Dulu sewaktu saya masih di Banda Aceh, pernah mengikuti seminar yang diadakan oleh ADB. Kalau tidak salah dulu ADB (Asian Development Bank) pernah menggagas ide untuk skema pinjaman yang mengarah kepada pertanian. Mungkin mas Indra bisa kontak ADB perwakilan Aceh untuk lebih jelas.

Ada alternatif untuk pembiayaan ke sektor, yang memang risiko pembiayaannya tinggi seperti pertanian, yaitu suatu intervensi langsung oleh lembaga  yang membentuk unit khusus  dengan dana lembaga itu sendiri  atau dana koperasi dari hasil mobilisasi dana seluruh anggotanya, tanpa melibatkan LKM pada umumnya. Sehingga dana tersebut memang hanya khusus disalurkan ke sektor tersebut, dan mungkin bisa disalurkan dengan sistem bergiliran sesuai dengan aturan yang mereka sepakati.

Mungkin begitu saja mas Indra, maaf kalau terkesan “ngasih tahu”,  tetapi  saya hanya ingin share sesama pemerhati keuangan mikro.


Muhammad Ridwan, Agribusiness Market and Support Activity, Jakarta , Indonesia

Sekedar sharing dengan rekan sekalian yang bergerak dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat khususnya, menanggapi apa yang disampaikan rekan Indra Perwiryanto yang berkerja untuk proyek APED.

Periode 2005-2007 saya berkerja di Aceh untuk proyek MercyCorps mengembangkan Financial Access Program (Program Akses Keuangan) dengan pola individual loan guarantee; fasilitas ini sebagian besar ditujukan untuk usaha-usaha yang menyerap banyak tenaga kerja seperti industri kecil namun kemudian juga ditujukan untuk sektor perdagangan yang lebih memiliki tingkat perputaran usaha lebih tinggi.  Proyek tersebut diimplementasikan bersama dengan 4 BPR/s (Bank Perkreditan Rakyat / syariah) dan KSP (Koperasi Simpan Pinjam).

Pada akhir 2006 kami sempat menjajaki kemungkinan menerapkan pola tersebut pada sektor pertanian namun terbentur pada beberapa kendala:

·         Lembaga Keuangan (LK) terkait, tidak memiliki produk pinjaman untuk pertanian sehingga harus melakukan desain ulang.

·         Kekhawatiran lembaga keuangan terhadap risiko kredit macet pada sektor pertanian sangat tinggi; pernah terjadi pemda setempat  memberikan fasilitas kredit untuk produk sejenis dan gagal. Hanya LK syariah yang tetap tertarik membuat pinjaman pertanian, itu juga dengan pola jual/beli bukan bagi hasil.  

·         Belum ada AO (Account Officer) yang terlatih untuk melakukan analisis khusus pertanian dan beberapa kendala lain.

Meburut saya ada baiknya rekan Indra berdiskusi dengan teman-teman MercyCorps untuk dapat sharing lebih banyak atau bisa saja melakukan proyek bersama.

Pendekatan lain sedang kami lakukan dengan sebuah koperasi di Kupang NTT, dan cukup berhasil mengembangkan pola untuk pertanian yang dapat menguntungkan kedua pihak.  Koperasi berperan sebagai penyedia semua production input yang dibutuhkan anggotanya dan koperasi berhak membeli hasil panen yang dihasilkan. Sebenarnya tidak jauh beda dengan ijon hanya lebih positif karena baik harga input dan harga jual dilakukan secara transparan. Petani mendapat kualitas bibit dan input lain yang baik, pola tanam dan pendampingan. Koperasi itu mendapat keuntungan melalui perdagangan beras dan menjadi pemasok besar untuk pulau-pulau disekitar Pulau Timor. Bank akan lebih tertarik memberi pinjaman kepada koperasi tersebut yang kemudian dana disalurkan kembali kepada anggota koperasi dalam bentuk produk bahan-bahan pertanian. Ini lebih baik jika dibandingkan dengan cara memberi pinjaman langsung kepada petani.

Mudah-mudahan sharing ini ada manfaatnya, semoga berhasil melakukan perbaikan untuk memajukan masyarakat kita.


Indrajit Indra, Microfinance Innovation Center for Resources and Alternatives, Jakarta , Indonesia   

Jika melihat kondisi petani dan kaitannya dengan lembaga keuangan, memang dapat dikatakan bahwa untuk pembiayaan di sektor pertanian atau perkebunan, agak riskan, selain dari hama dan risiko gagal panen. Lembaga keuangan juga mempunyai seperangkat ketentuan (terutama untuk BPR) menyangkut tingkat pengembalian dana; pertanian memiliki tingkat pengembalian yang relatif lama jika dibandingan dengan sektor perdagangan.  Pada satu sisi, lembaga keuangan membutuhkan likuiditas, keuntungan dan lain-lain, yang berhubungan dengan kelangsungan hidup lembaga itu sendiri, di lain sisi, petani membutuhkan modal kerja dengan biaya terjangkau.

Pada waktu saya di Meulaboh, sempat berbicara mengenai hal ini dengan salah seorang staf program pemberdayaan petani dari WVI (World Vision International); WVI, berkaitan dengan permasalahan itu,  ingin mempunyai program yang saling mendukung dan berkesinambungan hanya saja sampai hari saya tidak mengetahui persis kelanjutan program tersebut.

Saran saya agar kedua sektor tersebut bersama-sama tumbuh dan saling menguntungkan, serta berhasilnya pencapaian program Bapak, perlu kiranya :

·         Mempersiapkan lembaga keuangan untuk program tersebut dengan cara melakukan review kelembagaan atas lembaga keuangan, untuk mengetahui kemampuan ekonomis dan komitmen dari para pengurus lembaga terkait. 

·         Mempersiapkan petani dari sisi kemampuan teknis pertanian. 

·         Melakukan monitoring dan pembinaan yang terus-menerus kepada pihak-pihak yang terkait.

Organisasi kami selalu siap membantu mereka yang ingin mempersiapkan suatu program berkaitan dengan pengembangan fasilitas pembiayaan.

Berikut ini, dua alamat yang mungkin juga bisa membantu:

1.   Koperasi Amanah Tani
Alamat: Jalan Meulaboh - Kuala Bhee 12.Cot Seumereng.
      Kec. Samatiga, Aceh Barat NAD
Bpk. Ferry Yunus ( 081370513069 )

2.   Bq. Baitul Qiradh Abu Indrapuri
Alamat: Jalan Banda Aceh - Medan Km 25.
      Pasar Indrapuri, Aceh Besar NAD.
   Bpk. Sayuthie Sulaiman ( 081370513069 )


 Basyuni, International Development Law Organization, Banda Aceh , Indonesia

Saya Basyuni  dari IDLO (International Development Law Organization) berkantor di Banda Aceh. Saya menjalani aktifitas sehari-hari di lembaga tersebut sebagai peneliti untuk menemukan implikasi yang terjadi bagi masyarakat lokal di sekitar hutan di antaranya hak atas tanah dan sumber daya alam bagi mereka. Dalam konteks pertanyaan Pak Indra menyangkut permasalahan pembiayaan untuk petani, sebenarnya saya ingin berbagi tentang bagaimana kita menyikapi dalam suatu kebijakan sosial ekonomi yang bisanya diterapkan untuk menjawab permasalahan seperti itu.

Sebenarnya ada tiga strategi yang sudah dijalankan masyarakat dalam menghadapi permasalahan mereka, yaitu: Optimalisasi Sumber Daya Manusia, Penekanan atau Pengetatan Pengeluaran dan Pemanfaatan Jaringan.  Dalam respon ini saya hanya akan membahas strategi Pemanfaatan Jaringan.

Jaringan yang dimaksud adalah relasi sosial mereka, baik secara informal maupun formal dengan lingkungan sosialnya dan lingkungan kelembagaan.  Di desa-desa, merupakan hal yang biasa untuk meminjam atau meminjamkan uang di antara teman dan keluarga atau saudara.  Kondisi ini menunjukkan, bahwa di antara mereka ada solidaritas yang kuat dan saling percaya.  Walaupun tetap ada yang meminjam uang ke rentenir, bank, memanfaatkan program anti kemiskinan, yang tidak mengandalkan relasi sosial.  Relasi mereka tidak hanya sebatas di bidang ekonomi, tetapi mencakup bidang-bidang yang lain, misalnya dalam peningkatan mental spiritual.

Jika suatu lembaga keuangan ingin membantu petani dalam hal pembiayaan produksi, maka pendekatan yang ditempuh harus memanfaatkan kontrol sosial yang sudah tercipta di antara anggota masyarakat tersebut dan pinjaman disalurkan kepada kelompok dan tidak pribadi satu-persatu. Walaupun dana pinjaman disalurkan kepada masing-masing anggota, semua anggota bertanggung jawab untuk menyelesaikan pembayaran kembali pinjaman tersebut. Langkah berikutnya adalah menjaga agar hubungan di dalam kelompok tetap harmoni dan kelompok  menjalani kegiatan sesuai dengan apa yang sudah disepakati dengan lembaga keuangan yang bersangkutan.


Job Charles, International Organization for Migration, Banda Aceh , Indonesia

Masalah yang dihadapi oleh petani di Indonesia bukan hanya akses untuk mendapatkan modal, tapi banyak masalah lain yang di antaranya:
1.   Keorganisasian kelompok tani.
2.   Sumber daya manusia, keterampilan dan pendidikan.
3.   Sarana dan prasara yang menunjang produksi pertanian
4.   Kualitas dan kuantitas produksi pertanian.
5.   Pemasaran.

Permasalahan di atas tidak bisa diselesaikan secara terpisah, harus integrated dengan komponen lain.

Kalau kita melihat permasalah pemodalan untuk sektor pertanian sebagai contoh yang telah kita ketahui: program Kredit Usaha Tani (KUT) yang telah disalurkan melalui Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan hampir Rp. 200 milyar (data: Bank Indonesia ) terjadi tunggakan.
Alasan terbesar  terjadinya tunggakan kredit  adalah  disebabkan:
 Gagalnya produksi.
-     Salah dalam melakukan verifikasi oleh petugas perbankan sehingga yang bukan berhak menerima kredit lunak tersebut juga mendapatkan kredit tersebut.
 
Dari hasil diskusi dengan pihak perbankan, mereka sangat hati-hati dalam menyalurkan pinjaman untuk sektor pertanian,  antara lain karena adanya:
1.   Tingkat risiko kegagalan produksi yang sangat tinggi.
2.   Pasar yang belum jelas.
3.   Harga produksi yang sangat berfluktuasi dipengaruhi oleh musim, demand and supply.

Kalaupun para petani akan mendapatkan pinjaman dari Bank, mereka akan mengalami verifikasi dan diminta memberikan jaminan/agunan atas pinjaman tersebut, hal ini yang mempersulit akses atas pinjaman ke Bank. 

Saran untuk mengatasi permasalah  tersebut adalah:
1.   Penguatan kelembagaan kelompok tani dan pengembangan unit usaha simpan pinjam untuk penguatan pemodalan bagi petani.
2.   Peningkatan kapasitas petani, baik pengetahuan dan keterampilan.
3.   Perbaikan sarana dan prasarana.
4.   Membangun sikap berorientasi  pasar di antara petani     
5.   Gunakan suatu skema penguatan kelompok tani terintegrasi antara pemasaran, fasilitas pembiayaan, produksi dan fungsi-fungsi lain yang terkait.


Hiswaty Hafid, Agribusiness Market and Support Activity, Makassar , Indonesia

Perkenalkan saya Hiswaty Hafid dari program AMARTA, Agribusiness Market Support Activity.  Program kami menjembatani pasar eksportir dan petani terutama untuk komoditi ekspor seperti kakao, kopi, karet, rumput laut, perikanan dan peternakan.  Mungkin gambaran program kami tidak menjawab  langsung pertanyaan Mas Indra, tapi mudah-mudah bisa bermanfaat untuk strategi dalam implementasi program di Nanggroe Aceh Darussalam.

Di program AMARTA kami bekerja sama dengan pihak swasta, khususnya ekpsortir untuk komoditi yang berbeda    Selain masalah produksi, mutu dan akses pasar masih menjadi kendala utama bagi petani kita, sehingga dari dulu sampai sekarang kurang terasa adanya peningkatan ekonomi petani kita.  Dalam upaya menghindari dan mengurangi keterikatan petani dengan sistem ijon di desa, maka kami meminta mitra kami untuk mendirikan beberapa sentra pembelian atau cabang eksportir di tingkat kecamatan.  Jika biaya ini cukup besar bagi mitra, maka mitra bisa juga berkolaborasi dengan pedagang lokal mereka yang setia di tingkat kecamatan, dan bersedia mengikuti aturan pembelian produk petani dengan sistem pembelian yang transparan dan berdasarkan evaluasi mutu (menggunakan nota).

Di tingkat petani, kami memberikan pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan upaya peningkatan produksi, perbaikan produk pasca panen, dan langsung memperkenalkan petani kita ke sentra - sentra pembelian mitra kita di tingkat kecamatan.  Memberi kesempatan ke petani untuk melakukan sendiri penilaian mutu berdasarkan standar ekspor yang ditetapkan oleh masing-masing eksportir sampai penentuan harga komoditi yang diproduksi oleh petani.
Dalam hal produksi, lewat pelatihan kami mengajarkan petani bagaimana membuat pupuk sendiri, khususnya pupuk organik dengan memanfaatkan limbah kebun, begitu pula dengan beberapa pestisida nabati.  Di beberapa komoditi kebutuhan akan pupuk cukup tinggi, sementara ketersedian pupuk di daerah cukup terbatas mengatasi masalah ini beberapa mitra juga menyediakan pupuk.

Dalam program ini kami menekankan petani menjual dengan mutu yang baik dan mitra membeli dengan harga yang pantas dan proses pembelian yang transparan.  Pada awalnya ada banyak masalah di sentra - sentra pembelian, seperti pembebanan tambahan biaya bongkar/muat ke petani tanpa persetujuan terlebih dahulu; penetapan batas minimum kg per transaksi, dan lain-lain.  Namun satu persatu masalah diselesaikan dan proses ini terus berjalan dan lambat laun ada kemajuan. 

Untuk informasi tambahan silahkan mengunjungi: (http://www.amarta.net/amarta/EN/about-us.aspx?mn=B1&lang=EN  dan www.dai.com ).


Achyar Rasyidi, YDP Project, CARE International Indonesia , Banda Aceh , Indonesia  

Saya sedikit ingin berbagi pengalaman kepada teman-teman, khususnya Pak Indra Perwiryanto tentang pertanyaan yang diajukan: "Adakah pendekatan lain yang terbukti berhasil untuk mengatasi permasalahan kebutuhan dana pada sektor pertanian khususnya di tahapan produksinya?"

Saya dan teman-teman saat ini sedang mendampingi program pemberdayaan pemuda dalam sektor ekonomi di beberapa desa di Banda Aceh dan Aceh Besar dan sedang mencoba untuk mengembangkan sistem simpan pinjam di desa-desa program.

Menarik untuk dibahas, ketika saya berkunjung ke sebuah Desa di Sare, tepatnya di Desa Suka Mulya, saya berjumpa dengan ketua kelompok tani simpan pinjam yang telah dibentuk oleh CARE bersama dengan masyarakat dua tahun yang lalu; dari hasil pembicaraan dan diskusi dengan kelompok tani tersebut, ternyata ada sebuah perubahan yang luar biasa terjadi pada kelompok ini.

Pada awalnya kelompok ini memang dibentuk dengan fasilitasi dari CARE dan cuma beranggotakan 12 orang (menurut ketua kelompok, pada awalnya, banyak petani dari masyarakat desa Suka Mulya yang enggan bergabung dengan kelompok simpan pinjam ini, disebabkan mereka masih meragukan manfaat menjadi anggota kelompok).  Namun sekarang anggota kelompok telah mencapai 30 orang dengan total asset Rp. 35.000.000,-.  Saat ini banyak petani lainnya yang ingin bergabung dengan kelompok ini, namun kelompok sangatlah selektif dalam memilih anggotanya. ini bertujuan agar anggota kelompok benar-benar orang yang memiliki kapabilitas dan tanggung jawab sehingga dana kelompok yang dipinjam benar-benar dapat dipertanggungjawabkan oleh anggotanya yang meminjam.

Dari hasil diskusi juga saya mendapat gambaran bahwa kelompok ini telah sukses dalam membantu anggotanya mendapatkan bantuan modal usaha dari dana kas kelompok yang dipergunakan untuk membeli bibit, pupuk, dan obat-obatan.  Dan yang membuat saya bertambah salut, rata-rata anggotanya sangat antusias untuk terus menjalankan kelompok simpan pinjam ini.

Filosofinya untuk menjalankan kelompok simpan pinjam ini sangatlah sederhana, mungkin malah ada dari anggota milis ini yang lebih ahli dalam menjalankannya, malah mungkin sudah menerapkannya ratusan kali.  Di sini saya hanya ingin menjelaskan sedikit tentang mekanisme kelompok ini:
  • Yang pertama CARE menyediakan kotak besi untuk menyimpan uang kas kelompok dengan 3 gembok yang kunci-kuncinya di pegang oleh 3 orang anggota kelompok yang jujur dan kotak akan disimpan oleh bendahara kelompok.
  • Setiap anggota kelompok sepakat untuk menyimpan uang setiap bulannya atau bisa 2 minggu sekali terserah besarnya berapa, yang penting anggota kelompok sanggup membayarkannya dan ini dilakukan pada saat pertemuan bulanan atau mingguan.
  • Kemudian setiap anggota kelompok hanya dapat  meminjam maksimal 300% dari jumlah simpanan terakhirnya di kas kelompok, dengan lama waktu pembayaran tergantung dari usaha yang dijalankan. Misalnya jika ada anggota yang meminjan untuk bertani jagung, maka pengembaliannya adalah 4 bulan, karena masa panen jagung adalah 3 bulan, dengan pembagian hasil setiap pinjaman 5%.
  • Apabila dalan jangka waktu yang ditentukan yang bersangkutan tidak sanggup membayar maka bagi hasilnya akan naik 10% dengan lama waktu tambahan 3 bulan (tergantung dari kesepakatan kelompok).
  • Bagi anggota yang tidak sanggup membayar, maka sanksinya adalah penyitaan aset produktif dari anggotanya (misalnya lahan tanah, motor, becak, sapi, kambing, bebek dan lain-lain) yang kemudian asetnya tersebut akan diolah oleh kelompok untuk membayar utang-utangnya, dan sisa dari hasil pengolahan asset tersebut akan diberikan kepada si peminjam.

Demikian mekanismenya, sederhana dan mudah untuk dicontoh.  Terima kasih, semoga berguna.

  
Kusdijono, Catholic Relief Services, Jakarta , Indonesia

Terlalu berisiko buat lembaga keuangan komersial untuk memberikan pinjaman (kredit) kepada usaha budi daya pertanian (on-farm), apalagi buat para produsen kecil. 

  • Pertama, karena ini merupakan usaha yang tidak pasti, banyak tergantung pada lingkungan (cuaca, tanah, ketersediaan air, dan sebagainya), dan hasilnya bersifat mudah dan cepat rusak (perishable)
  • Kedua, produsen (petani) kecil umumnya tidak memiliki keterampilan yang memadai dalam hal teknis budidaya, manajemen, dan pemasaran.  

Oleh karena itu tidak heran lembaga-lembaga keuangan tidak bersedia memberi pinjaman ke para petani tersebut. Untuk menanggulangi ini, maka program-program pemerintah-lah yang memberi perhatian, karena pemerintah harus siap menanggung risikonya.

Kita tahu sejak dulu ada berbagai program yang meliputi aspek pembiayaan, seperti KUT (Kredit Usaha Tani), KKP (Kredit Koperasi Primer), program P4K (Program Peningkatan Pendapatan Petani Kecil), dan sekarang ini PUAP (Pengembangan Usaha Agri-bisnis Perdesaan).

Konon P4K yang dilaksanakan oleh Departemen Pemerintah, selesai tahun 2005, dinilai berhasil.  Lalu, untuk bisa melayani lebih banyak petani sekaligus disempurnakan, maka dilanjutkan dengan program PUAP tersebut, higga saat ini.
 
Meskipun ini issue lama, saya tetap mengajak kita untuk menyegarkan kembali cara berpikir yang beda dalam kasus seperti ini.  Jika kita berkehendak untuk membantu meningkatkan pendapatan petani, maka kita harus berpikir tentang sistem agri-bisnis.  Bukan berpikir bagaimana meningkatkan produksi saja.  Pelajari aspek produksi dan pemasaran sekaligus, katakanlah  “rantai pertanian” (agriculture chain); boleh dengan “analisis rantai pasokan” (supply chain) ataupun “rantai pemasaran” (market chain analysis).  Oleh karena itu saya mempertanyakan apa yang dimaksud dengan …mengembangkan dan meningkatkan komoditi unggulan dan andalan yang ada di Nanggroe Aceh Darussalam seperti kopi, kakao, karet, perternakan dan perikanan darat…? Jika ini dimaksudkan dalam konteks produksi tok, ya…tidak cukup.

Untuk pembiayaan usaha tani, kenapa tidak mulai dari penguatan permodalan petani sendiri melalui kelompok?  Banyak LSM lokal melakukan penguatan dan pengorganisasian petani dan pengembangan unit simpan pinjam dalam rangka pemupukan modal sendiri dan memberi pinjaman ke anggotanya untuk usaha tani.  Nilainya mungkin saja tidak terlalu besar, tapi dengan perkembangan yang bagus bisa menjadi modal untuk “memancing” bantuan dana dari luar kelompok petani yang bersangkutan. Banyak kasus program dari instansi teknis pemerintah memberikan bantuan pembiayaan kepada kelompok tani yang kuat secara teknis dan juga dalam pengelolaan keuangannya.  Bukan mustahil lembaga keuangan mikro juga akan melirik kelompok tersebut.

Jangan lupa juga, bahwa tidak semestinya petani perlu bantuan untuk seluruh komponen biaya produksi usaha tani.  Mestinya mereka butuh bantuan dari luar dirinya untuk satu atau dua komponen saja, misalnya biaya tenaga kerja panen.  Komponen biaya lain mestinya sudah bisa ditanggulangi sendiri seperti benih, pupuk (organik), pemeliharaan, dan sebagainya.

Model lain yang bisa dipetimbangkan adalah menghubungkan kelompok petani dengan pengusaha agribsinis yang bisa menyerap produk petani. Perusahaan tersebut sudah punya pasar, sedangkan petani bisa memberi jaminan pasokan yang memenuhi kebutuhan spesifikasi produknya.  Perusahaan tersebut biasanya bersedia memberi pinjaman biaya untuk beberapa komponen dalam proses produksi.


Edi Timbul Hardiyanto, Valuindo Utama, Jakarta , Indonesia

Saya pernah menjadi konsultan untuk salah satu proyek CARE di Jawa Barat.  Salah satu tujuan proyek itu adalah meningkatkan akses petani sutera ke lembaga-lembaga keuangan.  Yang tim kami lakukan adalah memastikan bahwa lembaga-lembaga keuangan di Jawa Barat dapat memahami industri atau jenis usaha tersebut dari aspek produksi, pemasaran dan keuangan dengan kesimpulan bahwa industri sutera ini sangat layak untuk dibiayai. Hal ini penting karena mereka (lembaga-lembaga keuangan) ingin mengetahui:

·         Seberapa besar jenis usaha ini bisa menghasilkan keuntungan.  
·         Berapa skala produksi ekonomis yang terkecil.  
·         Biaya-biaya apa saja yang dikeluarkan (masa tanam murbei, pemeliharaan ulat sutera bombyx-mori, panen kepompong, pembuatan benang, pembuatan kain dan seterusnya)  
·         Bagaimana perkembangan harga jual tiap-tiap output (daun, kepompong, benang, dan kain).  
·         Berapa investasi yang diperlukan untuk harta tetap (misalnya: sewa tanah atau rumah ulat) dan peralatan (seperti: alat semprot atau sarang kepompong).

Untuk menjelaskan variabel-variabel di atas, perlu dibuat sebuah model keuangan (financial model). Model ini mampu menampilkan analisis sensitifitas.  Sensitifitas dilakukan dengan simulasi terhadap variabel-variabel untuk melihat sampai sejauh mana perubahan variabel dapat ditoleransi agar proyek tetap menguntungkan. Misalnya sampai dengan harga berapa (jika harga turun) petani masih tetap untung. Demikian pula untuk biaya, sampai sejauh mana biaya-biaya (jika biaya meningkat) masih bisa ditoleransi.  Dengan analisis ini  dan catatan di atas, lembaga keuangan dapat mengukur tingkat risiko yang dihadapi dan bisa mengerti perkembangan usaha dari para petani dari waktu ke waktu.

Model keuangan yang disusun dengan baik, dapat digunakan untuk menstruktur transaksi atau mengatur proses bisnis. Variabel-variabel inputnya bisa kita simulasi untuk mendapatkan imbangan input (biaya) dan output (penghasilan) yang paling optimal, yang dapat digunakan sebagai pola. Meyakinkan bank bahwa sebuah proyek feasible atau layak adalah mutlak untuk dapat mengakses kredit.  

Meskipun kita mampu menyediakan jaminan tambahan, biasanya berupa asset tidak bergerak, tujuan bank bukan untuk memberikan kredit dan mendapat pengembalian dari penjualan jaminan tambahan. Selain itu, bank-bank mendapatkan pedoman dari Bank Indonesia tentang sektor-sektor yang boleh dan tidak boleh didanai oleh perbankan.  Pertimbangannya semata-mata pada cara pandang bank Indonesia atas risiko suatu usaha.  Dapat terjadi bahwa rekomendasi BI tidak didasari pemahaman yang benar akan karakter suatu industri.  Oleh karena itu, kadang-kadang diperlukan juga usaha sosialisasi untuk mendudukkan cara pandang yang benar dan mempromosikan suatu sektor usaha kepada stakeholder lain, seperti Bank Indonesia dan bank-bank pelaksana.  Hal ini dalam industri besar dilakukan oleh asosiasi dan KADIN, agar setiap stakeholder memahami risk-return yang sebenarnya tentang sebuah industri atau jenis usaha; bagaimana dengan industri kecil?

Jadi, jika upaya mengatur proses bisnis dan sosialisasi karakter usaha dapat dilakukan oleh petani kopi dan coklat atau yang lain, kesulitan akses kredit mungkin dapat diatasi.  Para pelaku lembaga keuangan harus mengenal jenis usaha yang mereka biayai secara detail dan mengikuti perkembangan yang terjadi di dalamnya.  Misalnya suatu penerapan teknologi pertanian baru, bibit baru, kondisi pasar yang baru, dapat mengubah risiko yang harus diperhitungkan.  Dan jangan lupa, semua usaha ada risikonya; tetapi kita membuat risiko itu menjadi sudah terprediksi (calculated risk).


Margaretha Ari Widowati, Bina Insan Sejahtera Mandiri, Jakarta , Indonesia

Saya sangat mendukung input yang disampaikan Pak Charles (respon yang dimuat tanggal 21 Januari 2009), dan saya ingin menambahkan satu pilihan lain untuk menarik pendanaan untuk petani, yaitu microinsurance (asuransi mikro).  Ada beberapa peralatan asuransi yang secara aktif tengah dipromosikan oleh LSM-LSM dan perusahaan asuransi, antara lain asuransi berdasarkan indeks cuaca, asuransi tanaman dan asuransi turunnya hujan. Jenis asuransi-asuransi ini sangat menguntungkan petani karena melindungi tingkat kesejahteraan yang telah ada (melindungi harta yang ada) dan meminimalkan gagal bayar kewajiban atau pinjaman.  Asuransi ini mengurangi kewajiban pembayaran jika terjadi gagal panen (akibat kekeringan ataupun banjir).  Ini meningkatkan daya tawar pada petani.  Hal ini penting karena saat ini hambatan terbesar kepada pihak penyedia dana adalah bahwa pendapatan para petani sangat tergantung dengan masalah musim yang tidak bisa diduga.  Asuransi musim dan cuaca yang dipakai melindungi panen dapat mengurangi masalah-masalah tersebut.

Ada beberapa organisasi yang sudah menyediakan pilihan jasa asuransi ini, di antaranya: Microinsurance Agency or MIA (www.microinsuranceagency.com) yang berpartner dengan  Opportunity International  dengan pilihan layanan seperti Asuransi Jiwa, Kesehatan, Properti, Ternak dan Pertanian berserta turunannya.  BASIX di India (www.basixindia.com) adalah contoh suatu perusahaan keuangan yang memberikan jasa asuransi yang dikhususkan untuk melindungi petani.  BASIX adalah penyedia jasa keuangan dan bantuan teknis yang memberikan layanan asuransi (jiwa, ternak, kesehatan, turunnya hujan, dan harta) kepada masyarakat miskin pedesaan.

Di Indonesia, asuransi pertanian atau asuransi berbasis indeks cuaca atau asuransi turunnya hujan adalah asuransi-asuransi yang baru diperkenalkan dan sedang dipromosikan penyelenggaraannya.  Setahu saya, CARE Indonesia, IFC dan MercyCorps sangat  serius mengkaji penerapannya. Saya harap ini dapat berguna.


S.M. Ahsan Habib, Grameen Foundation, Banda Aceh , Indonesia

Grameen Foundation beroperasi di Aceh sejak Juli 2005 dan akan menjalankan rencananya sampai March 2010.  Grameen berasal dari bahasa “Bangla” yang artinya desa.  Grameen Bank didirikan dan beroperasi di Bangladesh .  Grameen Foundation yang bertujuan memberdayakan perempuan miskin dengan menjalankan keuangan mikro dan berkantor pusat di Washington DC , USA .

Di Aceh, dengan berkerja sama  dengan YAMIDA (Yayasan Mitra Duafa) dan YKBS, Grameen Foundation beroperasi dengan 10 cabang yang tersebar di seluruh Aceh di lokasi-lokasi yang terkena dampak tsunami dan menangani lebih dari 12.000 nasabah yang seluruhnya (100%) wanita.  Kami menargetkan wanita karena yakin bahwa dengan meningkatkan ekonomi wanita, kami akan meningkatkan kepercayaan diri mereka dan peran mereka dalam pengambilan keputusan dalam rumah tangga.

Menjawab pertanyaan Pak Indra, sebenarnya GF telah membiayai usaha bercocok-tanam atau pertanian dengan usaha kecil yang lain sebesar 20% dari total portfolio pembiayaan.
Kami menerapkan sistem pembayaran hutang mingguan dalam penyaluran pinjaman, dan agaknya tidak cocok dengan bisnis pertanian khususnya usaha bercocok-tanam yang baru mulai, yang hasilnya baru terasa setelah bulanan atau tahunan, dari penjualan hasil panen.

Walaupun demikian, kami tetap dapat melayani usaha bercocok-tanam selama usaha itu menjadi satu gabungan dengan usaha lain.  Usaha lain yang bagaimana?  Usaha yang perputaran uangnya cepat seperti warung, perternakan unggas, pembuatan kue atau makanan kecil yang biasanya menghasilkan uang setiap hari.  Jadi, para petani sebaiknya menjalankan usaha campuran yang juga meliputi usaha yang bukan bercocok-tanam, sehingga dapat mengakses pinjaman dengan cara Grameen.

Hal lain, komponen biaya tani yang bisa dibiayai adalah bibit, pupuk, obat-obatan hama , dan biaya irigasi/pengairan.  Komponen biaya yang lain biasanya atau secara alami sudah dimiliki petani.

Saya sangat terkesan dengan para wanita yang memanfaatkan dana pinjaman dengan baik dan menggunakannya sesuai rencana usaha mereka.  Sejauh ini, semua nasabah telah melakukan pembayaran kewajibannya sesuai jadwal!
Kita masih bisa melanjutkan diskusi.


Wawan Setiawan, Foundation for Noble Work, Banda Aceh , Indonesia

Pertama ijinkan saya menyampaikan refleksi.  Bila fakta yang ditemukan dan dituliskan oleh sejawat dalam forum ini memang begitu adanya, akan bangkrutlah negara ini. Inilah corak manajemen livelihood dan usaha yang hingga kini dipraktekkan di negeri ini. Kalangan petani selama ini berarti hanya disodori "igauan",  bahwa tanah airnya adalah negeri agraris dengan berbagai assetnya.  Petani yang semakin hari eksistensinya terdesak, saat menggeluti garapan usahanya faktanya tidak punya teman.  Berpuluh-puluh tahun di-suluh-i bisnis pertanian dengan jargon-jargon produktivitas, modernisasi, manajemen kemitraan, dll. Ternyata pepesan kosong melulu.

Bila dinyatakan bahwa komoditas pertanian atau usaha agro skala kecil berisiko (besar) sehingga dihindari oleh komunitas bisnis lain, khususnya pihak pemodal (lembaga pembiayaan) maka itu berarti gugurlah semua teori ekonomi.  Tiada artinya pakar manajemen bisnis dengan metode-metode planning, forecasting, networking, marketing...serta "ing...ing...ing" lainnya. Tak bisa diaplikasikan oleh pebisnis pertanian (para petani) di negara Indonesia ini.

Secuil pengalaman studi saya di Jepang sebagai Pekerja Sosial.  Penduduk Jepang yang masih fanatik dengan ekonomi pertaniannya --walaupun menyusul kemudian mereka modern dan kampiun dalam teknologi-- senantiasa menggenggam dan disodori harapan serta optimisme. Semua pihak memberi sokongan dalam setiap upaya bisnis para petani. Komunitas bisnis, bank, pendidikan, dan pemerintah berpadu-padan.  Dalam mindset mereka semua jenis garapan usaha (bisnis) yang digeluti oleh setiap individu warga Jepang adalah sama berharganya, sama penting, sama peluangnya.  Termasuk para petani yang hanya punya sepetak lahan usaha tani --Jepang sumpek; bandingkan dengan Tanah Air Indonesia yang masih terbentang luas lahan nan subur--dengan bermacam jenis yang dibudidayakannya.  Tak heran bila kome (beras), jagaimo (ubi manis), budou (anggur), sitake (jamur), sakana (ikan), dan lain sebagainya tetap berkualitas, menjadi unggulan dan kebanggaan serta selalu laris manis sebagai produk bisnis pertanian.  

Di antara kuncinya adalah Koperasi.  Koperasi petani diperkuat (oleh semua stakeholders).  Koperasi mereka benar-benar mengemban fungsi proteksi, promosi, dan asistensi.  Koperasi antara lain menjamin dan memberi kepastian pembiayaan usaha petani, pemasaran produk yang dipanen, dan stabilitas harga jual.  Selain Koperasi, komunitas bisnis lainnya seperti perbankan, juga menjadi lapisan berikutnya bagi keberdayaan para petani. 


Idham Edo, Konsultan, Banda Aceh , Indonesia

Saya Idham Edo, saat ini sebagai Konsultan PUMKM Bank Indonesia Banda Aceh mengerjakan proyek pengembangan sektor riil (non-keuangan dan jasa) dan UMKM di Aceh.

Saya sependapat dengan Sdr, Edi Timbul Hardiyanto.  Pentingnya sosialisasi secara berlanjut antara pemain aktif di sektor pertanian dimediasi oleh LSM/lembaga-lembaga dengan lembaga kuangan/bank.  Dan tentunya, sebelum itu dilaksanakan penting bagi LSM dan pemain aktif di sektor pertanian membuat analisis menyeluruh tentang aspek-aspek apa saja yang memang membutuhkan pembiayaan.  Sehingga perbankan/lembaga keuangan dalam hal ini yang akan menyalurkan kredit dapat memahami skala risiko yang mereka biayai dan dapat menyusun skim kredit yang fleksible.

Selain itu, keterlibatan pemerintah Aceh dalam hal ini sangat diharapkan.  Pendirian LPKD (Lembaga Penjamin Kredit Daerah) yang telah diusung oleh pemerintah Aceh sampai telah dibentuknya panitia pelaksana, hingga saat ini belum direalisasikan.
Harapan petani/petambak dengan adanya LPKD ini bisa membantu petani dalam hal penyediaan jaminan sesuai yang dipersyaratkan oleh bank.

Adalah salah bila kita menganggap bank tidak mau berisiko, karena bank memiliki filosofi "high gain high risk" yang artinya bila ingin dapat untung yang besar pasti risikonya juga besar. Sehingga bank akan melihat dari awal apakah akan untung atau tidak, jelaslah bahwa bagi mereka (bukan dari sisi kita petani dan pemerhati pertanian) pembiayaan di sektor pertanian tidak menguntungkan.

Disamping keberadaan LPKD yang diharapkan petani (juga diharapkan oleh perbankan), penting juga ditingkatkan fungsi intermediasi perbankan.  Salah satu caranya tadi adalah dengan mengadakan sosialisasi antara petani dan perbankan yang dimediasi oleh LSM/lembaga umum/universitas/dinas terkait.  Dalam bentuk bazar intermediasi (mengundang sektor usaha pertanian untuk memamerkan hasil pertaniannya dan mengundang juga dari kalangan perbankan) ataupun kredit fair (pelaku usaha disiapkan untuk memaparkan potensi usahanya dihadapan perbankan).  Bagi perbankan yang rutinitasnya lebih mendekati istilah “menggunakan kaca mata kuda" (melihat lurus saja) penting pendekatan-pendekatan yang terorganisir dengan didukung lembaga-lembaga lain untuk membuka "mata" bank bahwa ada sektor-sektor usaha yang relatif menguntungkan bagi bank untuk dibiayai.

Menurut pendapat saya, dari semua paparan rekan-rekan tentang proses yang harus dilakukan untuk pembiayaan sektor pertanian sudah pada tempatnya. Namun "perjodohan" yang dilanjutkan dengan "akad kredit" untuk sektor pertanian perlu "pendekatan" yang "mesra" dengan bank yang tentunya didukung dengan oleh lembaga-lembaga dimana rekan-rekan berada. 

Selamat mendorong terjadinya intermediasi perbankan. Mohon maaf bila belum menjadi masukan yang tepat bagi forum ini.


Syardan Jalil, DDR-Post Conflict Community, International Organization of Migration, Langsa, Nanggroe Aceh Darussalam , Indonesia

Memang ada suara negatif tentang perilaku tengkulak atau toke di desa-desa. Sebenarnya, peran tengkulak sangat diakui keberadaannya dalam dunia perdagangan. Kegiatan tengkulak ini berjalan karena kedua belah pihak yang bertransaksi “merasa” diuntungkan. Hanya saja kalau profesi ini menjadi monopoli maka sering terkesan aktivitasnya mencari keuntungan sendiri dan petani dibiarkan rugi atau untung sedikit saja.

Kebetulan saya juga pernah berprofesi sebagi tengkulak atau toke di pedalaman Bireun dan berhenti karena kondisi konflik dan sekarang aktif di NGO.

Tengkulak itu adalah  pedagang yang punya naluri bisnis di wilayahnya dan mampu membaca kebutuhan masyarakat; biasanya mereka punya modal dan kadang-kadang juga memiliki lahan pertanian.  Modal ini dikumpulkan sedikit demi sedikit dari tahun ke tahun, disisihkan dari keuntungan.

Tengkulak ini menghutangkan pupuk dan pestisida dengan harga lebih mahal dari harga normal (menaikkan 15 -20%) lalu pada musim panen para petani tersebut menjual hasil pertanian ke tengkulak sebagai bayaran.

Petani yang bisa mendapatkan pinjaman adalah mereka yang sudah dikenal baik oleh tengkulak tersebut. Tengkulak sangat memahami tingkat kejujuran para petani di wilayahnya.  Jadi risiko gagal bayar jarang terjadi karena salah memilih petani; gagal bayar akibat gagal panen juga tidak banyak karena jarang sekali terjadi gagal panen total.  Kalaupun ada pengurangan keuntungan, itu tidak sampai rugi hanya sampai kondisi balik modal.

Jadi, jika ada sumber-sumber pendanaan yang lain untuk petani, profesi tengkulak tidak akan hilang, hanya saja harga dan biaya akan disesuaikan dengan persaingan yang terjadi dan petani tetap diuntungkan.


Dirk Lebe, Icon Institute, Banda Aceh , Indonesia

Silahkan mengontak MercyCorps.  Sejauh yang saya tahu, mereka sudah memulai program pembiayaan untuk pertanian berkerjasama dengan salah satu bank pedesaan (BPRS Baiturrahman) dan mungkin juga dengan bank yang lain di bulan Oktober dan November tahun lalu.

-----

Kami berkerja dengan BPR/S di Aceh sampai dengan akhir Desember yang lalu, tetapi bukan untuk pembiayaan pertanian.  Dari info yang saya ketahui, MercyCorps memang menangani hal itu.  Jika bank tidak memahami permasalahan spesifik ini, bank tersebut sebaiknya tidak berkerja di bidang itu, karena menghindari risiko merupakan salah satu urusan mereka.


Iwan Saktiawan, Handicap International, Banda Aceh , Indonesia

Setahu saya, Bank Syariah Mandiri memiliki produk pembiayaan untuk pertanian.  Namun yang saya tangkap bukan untuk skala micro - kecil, mungkin untuk menengah dan atas.  Sumber pendanaannya adalah dari dana program, jadi benar-benar ada alokasi untuk sektor pertanian. Untuk informasi selengkapnya sebaiknya langsung berkomunikasi dengan pihak BSM.


Handy Pardjoko, Ohama Indonesia Group, Jakarta , Indonesia

Dalam pertanian atau perikanan tradisional kita akan menemukan kasus petani mengalami kesenjangan aliran dana masuk (cash inflow) dan aliran dana keluar (cash outflow) dari aktivitas usaha mereka.  Aliran dana keluar biasanya terjadi stiap hari, mingguan, bulanan dan tahunan tetapi mereka mendapatkan aliran dana masuk yang hanya per tiga bulan atau setahun sekali dari usaha mereka.  Kondisi aliran dana yang seperti ini menyebabkan peningkatan kemiskinan secara sistematis.  Hal tersebut memaksa mereka mencari sumber dana untuk menalangi defisit dan biasanya didapat dengan membayar bunga yang tinggi ke sipemberi pinjaman.

Saya aktif mengembangkan budidaya pertanian dan perikanan yang memperhatikan aliran dana, tujuan utamanya adalah menyeimbangkan aliran dana masuk dengan aliran dana keluar dalam setiap aktivitas usaha yang dilakukan. Cara ini sudah diterapkan di Babelan Bekasi (Jawa Barat) untuk membantu 300 petambak udang.  Dalam dua tahun, istilah kemiskinan sudah tidak dikenal lagi di daerah tersebut. Kuncinya adalah penggunaan sistem polyculture, membuat campuran beberapa usaha komoditi dalam suatu lokasi pertanian atau perikanan.  Pendekatan polyculture memadukan komoditi yang cepat menghasilkan dengan komoditi yang lambat menghasilkan.

Saat ini saya mengembangkan beberapa model lain usaha-usaha yang berbasis aliran dana terutama untuk usaha kecil dan menengah.  Saya berharap model-model ini dapat membantu lebih banyak orang di seluruh dunia.


Terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah memberikan tanggapan terhadap pertanyaan ini

Jika anda mempunyai informasi lebih lanjut yang ingin anda bagi mengenai topik ini, silahkan kirimkan ke thamrincare@yahoo.co.id  dengan subyek “Re: [se-ecdv-id] Pertanyaan: Pembiayaan Untuk Petani – Pengalaman. Tambahan Jawaban”
Ketentuan: Dalam mempublikasikan pesan atau menggabungkan pesan-pesan ini kedalam tanggapan yang disatukan, Solution Exchange tidak bertanggung jawab atas kebenaran atau keaslian pesan. Harap disadari bahwa anggota yang ingin menggunakan atau mengirimkan informasi yang terkandung dalam pesan-pesan ini mengandalkan penilaian mereka sendiri.