Pemberdayaan Ekonomi Perempuan



Catatan Moderator: Rekan-rekan anggota, dengan gembira kita kirimkan Rangkuman Tanggapan dari Pertanyaan tentang Pemberdayaan Perempuan melalui Kegiatan Ekonomi. Kita sangat berterima kasih kepada para anggota yang telah membagi pengetahuan dan pengalaman yang berharga. Kita harapkan forum ini memberi pengaruh yang bermanfaat untuk pembangunan Indonesia, terutama untuk memperkenalkan bentuk solusi yang bermanfaat bagi isu di sektor Pembangunan Ekonomi. Salam, Thamrin Simanjuntak
Solution Exchange untuk Komunitas Pembangunan Ekonomi
Rangkuman Tanggapan

Pertanyaan: Pemberdayaan Perempuan melalui Kegiatan Ekonomi – Pengalaman; Contoh.

Disusun oleh Thamrin Simanjuntak, Moderator dan Dewi Gayatri, Research Assistant
Diterbitkan: 8 September 2009


Dari Setiawati Bate’e, Palang Merah Kanada, Lahewa, Nias, Sumatera Utara, Indonesia
Dikirimkan: 1 April 2009

Saya Setiawati, berkerja pada Palang Merah Kanada untuk program pemberdayaan perempuan. Saat ini kami melakukan aktivitas di Kabupaten Nias di Kecamatan Lahewa, Lahewa Timur dan Afulu. Program ini direncanakan berlangsung sampai dengan bulan Desember 2009. Tujuan program ini adalah memastikan kaum perempuan di wilayah kerja kami dapat memanfaatkan secara maksimal potensi yang mereka miliki dan mengambil keputusan dalam kehidupan mereka searah dengan pembangunan masyarakat.

Kami telah mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang dapat kami bantu mengatasinya. Permasalahan tingkat kesejahteraan keluarga dapat dilihat pada indikator kesehatan, pendidikan dan sumber pendapatan keluarga. Pendapatan keluarga-keluarga di wilayah kerja kami terutama berasal dari pertanian, seperti karet, coklat, kelapa, pinang, palawija dan padi, serta pertenakan hewan penghasil daging dan unggas. Sementara keluarga juga ada yang hidup dari berdagang atau menyediakan jasa yang lain. Sepertinya penghidupan di wilayah kerja kami tidak berbeda dengan desa-desa lain di Indonesia, lebih persisnya dengan desa-desa yang masih tertinggal. Fasilitas listrik, air, sekolah, dan pengobatan sangat terbatas. Pembangunan jalan raya yang sudah mengalami peningkatan belakangan ini sangat memberikan harapan terhadap peluang-peluang yang lebih baik.

Dengan sedikit gambaran di atas, kami ingin meminta bantuan rekan-rekan di forum Solution Exchange untuk membagi pengalaman dalam hal:
·         Kegiatan pemberdayaan apa saja yang dapat kami lakukan, khususnya untuk kaum perempuan, untuk mendapatkan hasil yang maksimal dengan kondisi masyarakat kami saat ini? Contoh-contoh, program ataupun skema yang pernah dilakukan juga boleh disampaikan.
·         Apa saja yang menjadi kelemahan-kelemahan program pemberdayaan?, sehingga kami dapat menghindari melakukan kesalahan yang sama.


Terima kasih atas Tanggapan yang diterima dari

1.      Rudy Krisbiantoro, Multivalent Prima, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia  
2.      Jumadi, Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI), Banda Aceh, Aceh, Indonesia
3.      Muslim Jarham, Yayasan Pemberdayaan Ekonomi Lingkungan Rakyat Indonesia (PEKAT) Medan, Sumatera Utara, Indonesia
4.      Toto Kartarahardja, Perhimpunan Sarjana Administrasi Indonesia (Persadi), Bekasi, Jawa Barat (2 responses)
5.      Ibrahim Achmad, Tanjung Hagu Foundation, Peukan Baru, Pidie, Aceh, Indonesia 
6.      Sayu Komang Sri Mahayuni, IDEP Foundation, Ubud, Bali, Indonesia
7.      Happy Harefa, Holi'ana'a Foundation, Gunung Sitoli, Nias, Sumatera Utara, Indonesia
8.      Wardah Hasyim, Livelihoods and Institution Group Natural Resource Institute, University of Greenwich, United Kingdom
9.      Job Charles, International Organization for Migration, Banda Aceh, Aceh, Indonesia

Kami mengharapkan kontribusi selanjutnya




Ringkasan Tanggapan

Anggota menyampaikan berbagai pengalaman dan memberi kontribusi berupa saran-saran sehubungan dengan pertanyaan dari rekan Setiawati Bate’e yang mencari pengalaman dan contoh kegiatan ekonomi untuk mendukung pemberdayaan kaum perempuan, termasuk menginventarisir berbagai hambatan yang biasa terjadi pada program seperti itu dan bagaimana menghindari dan mengatasinya.

Para responden menggambarkan pengalaman mereka dalam memberi bantuan kepada berbagai tipe usaha mikro dan kecil yang dapat diterapkan pada program pembangunan kaum perempuan di provinsi lain dan menyarankan bahwa produk dari usaha tersebut dapat dikirimkan ke provinsi lain atau bahkan di ekspor. Sebagai contoh adalah usaha produksi komoditas pertanian seperti tanaman obat, insektisida organik, pupuk dari limbah organik, produk aroma terapi, produk pangan (minyak kelapa, kue kelapa, keripik singkong) dan produksi peternakan (kambing etawa, telur, daging, susu). Untuk melengkapi, disediakan tempat peragaan produk berupa toko yang dimiliki bersama dan tempat training kecil yang akan memfasilitasi keberlanjutan kegiatan usaha tersebut.

Para responden menyampaikan pengalaman mereka dalam mendirikan lembaga keuangan sebagai bagian dari kegiatan ekonomi kaum perempuan khususnya untuk mendukung usaha produktif kaum perempuan. Mereka membagi pengalaman bekerja bersama IOM yang memfasilitasi pendirian 19 Koperasi Wanita (KOPWAN) di 13 kabupaten di provinsi Aceh sejak tahun 2005; dan sekarang koperasi tersebut masih aktif dan berperan penting membangun ekonomi berbasis masyarakat di Aceh. Anggota menyebutkan Undang-undang No. 25, 1992 yang harus diterapkan sejak pendirian koperasi dan para anggota juga menjelaskan tentang harapan atau target-target dari terbentuknya koperasi wanita sebagai lembaga keuangan yang sah yaitu meliputi kemampuan kaum perempuan dalam hal: 1) Menyusun rencana mereka sendiri untuk meningkatkan ekonomi keluarga dan komunitas, 2) Menjalankan kegiatan usaha dengan menerapkan sistem orientasi pasar, 3) Memelihara hubungan dan mendapat dukungan dari pemerintah, lembaga pemberi dana dan LSM, 4) Mempunyai akses terhadap modal dan 5) Lebih percaya diri dalam membuat keputusan di keluarga dan komunitas.

Para anggota mengamati dan mencatat beberapa hambatan umum dari program pembangunan yang juga berpengaruh pada program pembangunan kaum perempuan seperti: 1) Distribusi peralatan yang tidak tepat bagi individu dan keluarga, 2) Kurangnya hubungan dengan pemerintah setempat, 3) Lemahnya ketrampilan dan pengetahuan proses produksi, 4) Kurangnya jaringan pemasaran dan 5) Kurangnya akses keuangan. Sebagai tambahan anggota menjelaskan latar balakang keterbatasan peranan kaum perempuan di Aceh, (termasuk para ibu yang menjadi orang tua tunggal, perempuan berumur belasan tahun, perempuan yang putus sekolah, perempuan lanjut usia, yang cacat, dan yang rentan akibat tsunami dan konflik) serta kurangnya akses terhadap fasilitas untuk meningkatkan ketrampilan mereka. Kaum perempuan tidak mempunyai waktu untuk meningkatkan ketrampilan mereka karena mereka harus bekerja di rumah dan membantu suami mereka dalam kegiatan pertanian; mereka juga kurang memiliki akses terhadap sumber dana usaha karena biasanya hal tersebut ditentukan oleh laki-laki.

Mempelajari hambatan program sebagaimana diuraikan di atas, anggota memberi saran-saran untuk mengatasi beberapa masalah. Sebagai contoh dalam masalah distribusi peralatan yang tidak dimanfaatkan, karena peralatan yang diberikan tidak sesuai dengan usaha atau mata pencaharian yang berbasis rumah tangga dan individu. Para anggota merekomendasikan agar melakukan penjajakan awal dan tidak melakukan langsung pengadaan dan distribusi peralatan di lapangan.

Untuk memperbaiki hubungan dengan pemerintah setempat, para anggota menyarankan bahwa dalam tahap persiapan, fasilitator harus menerapkan diskusi partisipatif dengan pemerintah setempat dan melibatkan tokoh masyarakat, nara sumber dan kelompok yang sudah ada, seperti kelompok perempuan, kelompok petani, kelompok keagamaan dan kelompok ‘pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga’ (PKK). Proses ini membangun rasa memiliki program atau proyek secara umum. Khususnya bagi kaum perempuan, mereka dapat dibangun fasilitas umum yang memudahkan akses ke sumber air, memberi pelatihan membuat anti hama organik dan juga pelatihan tentang gender untuk seluruh komunitas dengan melibatkan laki-laki dan perempuan. Dengan proses ini, anggota berpendapat, kemungkinan yang lebih besar dalam mengintegrasikan program dengan program pemerintah daerah atau lembaga pemberi dana seperti Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, Instruksi Presiden tentang Pengentasan Kemiskinan, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM Mandiri) dan Grameen Bank.

Para anggota juga menyebutkan beberapa perbaikan faktor yang mempengaruhi produksi dan penjualan seperti perbaikan kapasitas sumber daya dan kualitas produksi. Lebih lanjut mereka menyarankan pemberian bantuan teknis untuk menentukan tujuan produksi. Apakah untuk dikonsumsi keluarga atau untuk dijual. Kemudian disusun indikator untuk mengukur kemajuannya. Sebagai contoh, penggunaan produk oleh keluarga akan mengurangi pengeluaran sedangkan penjualan produk akan meningkatkan pendapatan. Sebagai bagian dari produksi dan penjualan, anggota menyarankan untuk memastikan ketersediaan bahan baku dari sumber daya lokal.

Sehubungan dengan pengiriman produk ke provinsi lain ataupun ekspor, para anggota menegaskan pentingnya akses pasar dan pembangunan jaringan pasar yang melibatkan semua pihak termasuk pemerintah setempat. Untuk menjamin proses ini, anggota menyarankan agar memberi bantuan teknis kepada pihak pengambil keputusan agar menerbitkan peraturan yang mendukung produk lokal dan memfasilitasi pelayanan keuangan bagi kegiatan usaha kaum perempuan.

Berkenaan dengan kebutuhan akses keuangan, para anggota menyebutkan mekanisme lokal melalui pertemuan desa untuk menyusun perencanaan program pemberdayaan kaum perempuan terutama untuk mengakses Alokasi dana Desa (ADD) dan Alokasi Dana Gampong (ADG) yang akan digunakan untuk pemberdayaan komunitas desa.

Secara keseluruhan, para anggota menyadari pentingnya pemberdayaan kaum perempuan dengan mengupayakan peran serta mereka dalam program pembangunan umumnya dan khususnya dalam kegiatan ekonomi yang akan memberi manfaat bagi individu, keluarga dan komunitas dalam kerangka peningkatan produksi berbasis desa.


Pengalaman Terkait

Aceh

Mekanisme Lokal untuk Melancarkan Program Pembangunan, Aceh Selatan (dari Muslim Jarham, Yayasan Pemberdayaan Ekonomi Lingkungan Rakyat Indonesia (PEKAT), Medan, Sumatera Utara, Indonesia)
Komunitas tidak memelihara hubungan baik dengan pemerintah setempat dan LSM tidak bisa menjadi jembatan di antara mereka. Kemudian PEKAT memberkan bantuan untuk memperkuat komunitas melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrembang). Sehubungan dengan hal ini, sekarang tersedia program pemerintah seperti Alokasi Dana Desa dan Alokasi Dana Gampong untuk Aceh, dan dana tersebut dialokasikan untuk pemberdayaan komunitas.

Penjajakan Kegiatan Mata Pencaharian untuk Mencegah Peralatan Tidak Digunakan (dari Wardah Hasyim, Livelihoods and Institution Group Natural Resource Institute, University of Greenwich, United Kingdom)
Banyak peralatan yang telah didistribusikan ternyata tidak digunakan karena lembaga pemberi bantuan beranggapan bahwa penduduk di daerah pesisir adalah nelayan sehingga distribusi peralatan dikonsentrasikan pada kebutuhan nelayan seperti perahu, jaring, pancing. Namun ternyata tidak semua penerima bantuan adalah nelayan. Oleh karena itu penjajakan kegiatan mata pencaharian sebelum memberikan peralatan akan menjamin pemakaian secara efektif oleh penerima barang.

Pendirian 19 Koperasi Wanita di 13 Kabupaten (dari Job Charles, International Organization for Migration, Banda Aceh, Aceh, Indonesia)
Sejak 2005, IOM telah membangun kelompok tradisional menjadi Koperasi Wanita (KOPWAN) dimana semua anggota dan pengurus adalah perempuan. Usaha ini membantu mereka belajar tentang tujuan, administrasi, kepemimpinan, akses pasar, promosi, bagaimana memanfaatkan pinjaman secara efektif, evaluasi potensi wilayah, menyusun laporan, menggunakan sistem komputer keuangan, membangun tingkat kepercayaan, memelihara komunikasi dan hubungan dengan pemerintah dan sektor swasta. Baca lebih lanjut

Peternakan Kambing Etawa, Pidie (dari Ibrahim Achmad, Tanjung Hagu Foundation, Peukan Baru, Pidie, Aceh, Indonesia)
Program telah memfasilitasi pendirian kelompok yang terdiri dari dua perempuan dan kaum muda yang diberi sembilan kambing etawa yang dipeliharan di kandang. Anggota bebas memberi makan untuk ternak. Diperkirakan bahwa dengan proses penggemukan ternak, empat dari sembilan kambing pada setiap anggota kelompok dapat menghasilkan satu juta rupiah per tiga bulan. Yayasan Jembatan Masa Depan  juga menerapkan program ini di tempat lain yang berdekatan. 

Bali

Rasa Memiliki Program and Proyek, Bali (dari Sayu Komang Sri Mahayuni, IDEP Foundation, Ubud, Bali, Indonesia)
Strategi program IDEP adalah melalui kelompok yang sudah ada, seperti kelompok PKK, kelompok petani, kelompok perempuan dan kelompok keagamaan, kemudian membangun hubungan dengan mereka sebelum memperkenalkan dan membahas program. IDEP biasanya tidak memberi uang tunai namun dialihkan dalam bentuk buku-buku untuk perpustakaan, bahan bangunan dan peralatan, dan melibatkan komunitas pada pembuatan konstruksi yang mendukung tumbuhnya rasa memiliki.


Sumber Terkait

Rekomendasi Dokumen

Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (dari Sayu Komang Sri Mahayuni, Yayasan IDEP, Ubud, Bali, Indonesia)
Manual; Kabupaten Cilacap, provinsi Jawa Tengah; 2008; Versi Bahasa Indonesia tersedia di http://pkk.cilacapkab.go.id/index.php/10programpokok
Perincian 10 pokok penting dalam menjalankan program pemberdayaan kesejahteraan keluarga dan acuan bagian dari setiap pokok

Dari Job Charles, International Organization for Migration, Banda Aceh, Indonesia

Koperasi Wanita Berkembang di Aceh
Berita pers; International Organization for Migration; 13 Februari 2008; Versi Bahasa Inggris tersedia di http://www.iom.or.id//news.jsp?lang=eng&code=132&dcode=2-29k
Menguraikan program IOM di Aceh, khususnya mata pencaharian untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dengan memfasilitasi pendirian 19 koperasi wanita di provinsi Aceh

Undang-undang Indonesia tentang Koperasi No. 25 tahun 1992
Versi Bahasa Indonesia tersedia di http://www.deptan.go.id/bdd/admin/uu/UU-25-92.pdf (PDF, Size: 94 KB)
Undang-undang pemerintah tentang koperasi yang harus diterapkan oleh koperasi wanita mencakup visi, misi, prinsip, struktur, proses pendirian, keanggotaan, anggaran dasar dan jenis usaha

Dari Toto Kartarahardja, Perhimpunan Sarjana Administrasi Indonesia (Persadi), Bekasi, West Java

Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 5 tahun 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan
Peraturan; Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 5, 1993; Versi Bahasa Indonesia tersedia di
Pedoman program nasional mengentaskan kemiskinan mencakup maksud, prosedur proposal, dana seperti simpan pinjam bagi kaum perempuan untuk meningkatkan produksi rumah tangga dan desa

Mengenang Almarhum Bapak HM Suharto
Artikel: oleh Haryono Suyono; Harian Umum Pelita; 2008; Versi Bahasa Indonesia tersedia di http://www.pelita.or.id/baca.php?id=63365
Menjabarkan sejarah almarhum presiden Suharto yang menerbitkan instruksi no. 5/1993 tentang pembangunan desa tertinggal melalui simpan pinjam untuk ekonomi rumah tangga dimana kaum perempuan sebagai peserta program

Menanam 100 pon (+ 45 kg) di 4 kaki persegi (+ setengah meter persegi)
Artikel; Irish Eyes, Garden City Seeds; 7 April 2009; Versi Bahasa Inggris tersedia di http://tipnut.com/grow-potatoes/
Memberikan tips dan pedoman praktis bagi rumah tangga yang meningkatkan ketrampilan kaum perempuan seperti berkebun misalnya memelihara kentang di pekarangan yang kecil

Dari Muslim Jarham, Yayasan Pemberdayaan Ekonomi Lingkungan Rakyat Indonesia (PEKAT), Medan,   Sumatera Utara, Indonesia

Pedoman Umum PNPM Mandiri
Buku Pedoman; Menteri Koordinasi Bidang Kesejahteraan Rakyat; 2007; versi Bahasa Indonesia tersedia di http://www.pnpm-mandiri.org/images/stories/pendumpnpm.pdf  (PDF, Size: 621 KB)
Pedoman nasional di tingkat kecamatan untuk pengentasan kemiskinan yang mengupayakan pendekatan partisipatif untuk melaksanakan kegiatan berkelanjutan seperti simpan pinjam bagi kaum perempuan

Teknis Pelaksanaan Penggunaan Alokasi Dana Desa Tahun Anggaran 2008
Panduan; Pemerintah Daerah Kabupaten Bojonegoro, desa Kemamang; versi Bahasa Inggris tersedia di http://dskemamang.files.wordpress.com/2008/10/materi-add.pdf (PDF, Size: 61 KB)
Menjelaskan tujuan, peraturan, manajemen, pendanaan untuk memperbaiki kualitas hidup keluarga dengan melibatkan perempuan khususnya untuk memperbaiki kesehatan anak dan ekonomi rumah tangga

Gampong Dapat Alokasi Dana Rp 1,2 T
Artikel; Aceh Economic Review, 17 Maret 2009; versi Bahasa Indonesia tersedia di
Informasi bahwa alokasi dana untuk setiap Gampong adalah Rp 100 rupiah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) dan Rp 50 juta dari Anggaran Kabupaten/Kota (APBK)

Dari Wardah Hasyim, Livelihoods and Institution Group Natural Resource Institute, University of Greenwich, United Kingdom

Sustainable Livelihood
Buku pedoman; oleh Robert Chambers and Gordon R. Conway; Institute of Development Studies; 1991; Versi Bahasa Inggirs tersedia di  http://www.eldis.org/go/home&id=12998&type=Document (PDF, Size: 187 KB)
Uraian praktek dari konsep tentang mata pencaharian pedesaan yang berkelanjutan, aspek lingkungan dan sosial, praktek analisis sumber daya dan usaha kecil yang bermanfaat bagi pemberdayaan kaum perempuan

Gender and Livelihoods in Emergencies
Artikel; United Nations Office for the Coordination of the Humanitarian Affairs, 2008; Versi Bahasa Inggris tersedia di http://www.eldis.org/go/home&id=41591&type=Document (PDF, Size: 478 KB)
Menguraikan prinsip hak asazi manusia dalam menerapkan mata pencaharian yang memperhatikan karakteristik budaya berkenaan dengan hak perempuan, khususnya dalam situasi darurat dan rehabilitasi

Hearing the Voices of the Poor: Assigningi Poverty Lines on the Basis of Local Perception of Poverty
Laporan; oleh James R. Hargreaves et.al. Centre for International Studies, University of Toronto, Canada; Oktober 2005; Versi Bahasa Inggris tersedia di
Menjabarkan kriteria miskin hingga kaya yang dibuat oleh masyarakat sendiri termasuk kaum perempuan, seperti sekolah, kondisi rumah, ketersediaan pangan dan sumber pendapatan

Rekomendasi Organisasi dan Program

Canadian Res Cross, Nias, Sumatera Utara, Indonesia (dari Setiawati Bate’e)
Jalan Patimura No. 3, Gunung Sitoli, Nias 22815, Indonesia; Tel./Fax: +62-639-22082; http://www.redcross.ca/article.asp?id=000005&tid=003
Memfasilitasi kaum perempuan agar mampu mengoptimalkan potensi mereka dan mampu mengambil keputusan sesuai dengan perencanaan pembangunan komunitas setempat

Multivalent Prima, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia (dari Rudy Krisbiantoro)
Jalan Tlogosari selatan H 12, Semarang 50198, Central Java, Indonesia; Tel.: +62-24-70774994; Fax: +62-24-76745605; multivalentprima@gmail.com
Perdagangan produk pertanian terutama bibit yang bermanfaat dalam agribisnis yang mendukung kegiatan mata pencaharian berkelanjutan dan pemberdayaan kaum perempuan

Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI), Banda Aceh, Aceh, Indonesia (dari Jumadi)
Jalan Kebon Sirih No. 5G Kebon Sirih, Jakarta 10340, Indonesia; Tel.: +62-21-3103535; Fax: +62-21-3147321; secretariat@mpbi.org; http://www.mpbi.org
Bekerja dalam uisaha pengurangan resiko bencana termasuk peran serta perempuan dalam memperbaiki dan memperkuat kapasitas mereka dalam upaya keamanan dan perlindungan

IDEP Foundation, Ubud, Bali, Indonesia (from Sayu Komang Sri Mahayuni)
Jalan Hanoman No.42 Ubud, Bali, Indonesia PO BOX 160 Ubud, 80571, Bali, Indonesia; Tel./Fax: +62-361-981504; info@idepfoundation.org; http://www.idepfoundation.org/indonesia/idep_wastegroup.html
Membangun pilot program pengelolaan limbah dalam skala kecil, meningkatkan kesadaran komunitas dan mengupayakan peran serta perempuan menangani masalah pengelolaan limbah

Holi'ana'a Foundation, Gunung Sitoli, Nias, Sumatera Utara, Indonesia (dari Happy Harefa)
Desa Gawugawu Bo′uso km 11.4 Gunungsitoli Utara, Nias, North Sumatera, Indonesia; Tel.: +62-813-97182005; yayasan@holianaa.or.id, holianaa@yahoo.com; http://www.holianaa.or.id/
Memfasilitasi masyarakat dan mengupayakan peran serta kaum perempuan dalam aspek sosial dan ekonomi dengan memberikan pelatihan dan meningkatkan kesadaran terhadap lingkungan dan hak azasi

Livelihoods and Institution Group Natural Resource Institute, University of Greenwich, United Kingdom (dari Wardah Hasyim)
University of Greenwich, Old Royal Naval College, Park Row Greenwich, London SE10 9LS; Tel.: +44-20-83318000; Kontak: A.M.Martin@greenwich.ac.uk; http://www.gre.ac.uk/schools/nri/groups2
Mengelola penelitian antar disiplin ilmu, memberi konsultasi, advis dan pelatihan mengenai kegiatan mata pencaharian yang melibatkan peran serta kaum perempuan

International Organization for Migration, Banda Aceh, Aceh, Indonesia (dari Job Charles)
Jalan Sudirman No. 32 Banda Aceh 23230 Indonesia; Tel.: +62-651-43556; Fax: +62-651-43554; iomaceh@iom.int; http://www.iom.or.id/ 
Mengupayakan peran serta kaum perempuan untuk mengkaji usaha mata pencaharian dan menjadi mandiri, melalui pemberian ternak, mesin jahit, usaha dagang dan makanan kecil

Dari Toto Kartarahardja, Perhimpunan Sarjana Administrasi Indonesia (Persadi), Bekasi, Jawa Barat

Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia
Jalan Medan Merdeka Barat No. 15, Jakarta 10110, Indonesia; Tel.: +62-21-3805563; http://www.menegpp.go.id/
Menyusun kebijakan nasional dan mengelola koordinasi nasional di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak untuk melaksanakan program nasional dan daerah

Grameen Bank, Banda Aceh
Grameen Bank Bhaban, Mirpur 2, Dhaka 1216, Bangladesh; Tel.: +880-2-8011138, Fax: +880-2-8013559; grameen.bank@grameen.net; http://www.grameen-info.org/
Memberi layanan untuk perbaikan situasi ekonomi melalui layanan keuangan bagi perempuan untuk mengelola usaha kecil dan meningkatkan kualitas hidup keluarga seperti perumahan dan pendidikan


Tanjung Hagu Foundation, Peukan Baru, Pidie, Aceh, Indonesia
Desa Tanjung Hagu, Kecamatan Peukan Baro, Kabupaten Pidie, Aceh, Indonesia; Tel.: +62-813-601-83330; ibra_tanjong@yahoo.com
Memberi dukungan untuk meningkatkan kulitas hidup keluarga, termasuk pemberdayaan kaum perempuan melalui kegiatan mata pencaharian, terutama pertanian dan peternakan
           
Yayasan Jembatan Masa Depan
Jalan Soekarno-Hatta, Lorong Tgk. Menara VII No. 22, Dusun Melati Garut, Geuce Menara, Banda Aceh, Aceh, Indonesia; Tel.: +62-651-41648, Fax: +62-651-41648; info@jmd.or.id; http://jmd.or.id/
Bekerja bersama organisasi internasional di wilayah terpencil dengan memberikan pelatihan dan membantu pembangunan produksi pertanian serta peternakan berbasis desa


Yayasan Pemberdayaan Ekonomi Lingkungan Rakyat Indonesia (PEKAT), Medan, Sumatera Utara
Jalan Brigadir Jenderal Katamso, Gg Pelita II, No. 45, Medan, Sumatera Utara, Indonesia; Tel.: + 62-813-61669280; pekatmedan@yahoo.com; http://pekatfoundation.blogspot.com/
Membangun kesadaran semua pihak terhadap peranan perempuan dalam mengelola potensi desa guna mendukung kapasitas komunitas mengupayakan produksi dan kegiatan ekonomi berbasis desa

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Jalan Medan Merdeka Barat No. 3, Jakarta 10110, Indonesia; Tel.: +62-21-3860565; Fax: +62-21-3534695; http://www.pnpm-mandiri.org/
Membangun mekanisme untuk mengentaskan kemiskinan dengan menerapkan pendekatan partisipatif yang melibatkan kaum perempuan di semua level untuk ikut berperan dalam perencanaan, pelaksanaan, supervisi dan evaluasi

Rekomendasi Komunitas dan Jaringan

Forum on-line Pusat Studi Wanita, Jakarta (Dari Dewi Gayatri, Research Assistant)
Memfasilitasi forum untuk mendukung dan memberdayakan kaum perempuan di segala aspek yang akan meningkatkan kualitas hidup dan perlindungan bagi perempuan & keluarga

Rekomendasi Portal dan Basis Informasi

Livelihoods Connect From Wardah Hasyim, Livelihoods and Institution Group Natural Resource Institute, University of Greenwich, United Kingdom
http://www.eldis.org/go/livelihoods/; livelihoods-connect@ids.ac.uk; Tel: +44-1273915800; Fax: +44-1273621202
Memberi informasi tentang penerapan pendekatan usaha mata pencarian, penelitian, kebijakan, praktek, kerangka kerja, prinip dan metodologi yang diterapkan pada berbagai disiplin ilmu, berbagai tingkat serta pendekatan berdasarkan asset usaha

Dari Dewi Gayatri, Research Assistant

Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil, Jakarta
http://www.asppuk.or.id/; Tel.: +62-21-86902636; Fax: +62-21-8641653    
Memfasilitasi kesetaraan gender pada kegiatan usaha kecil dan mikro dalam masyarakat yang demokratis dan madani melalui akses terhadap sumber ekonomi, jaringan pasar dan promosi hasil produksi

Formasi Indonesia online – Pusat Informasi Koperasi dan Usaha Mikro & Kecil
http://www.formasi-indonesia.or.id/; formasi@indo.net.id; Tel.: +62-21-7990567; Fax: +62-21-7990937;
Memfasilitasi LSM dalam pendirian koperasi dan memelihara jaringan mereka serta memungkinkan lembaga internasional bekerja memperkuat program kegiatan koperasi


Tanggapan Lengkap

Rudy Krisbiantoro, Multivalent Prima, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia

Di daerah yang cukup terpencil seperti Nias, di mana pasar lokal terbatas, sangat sulit untuk menghasilkan sesuatu dalam skala besar tetapi hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal. Namun untuk melayani pasar di luar Nias, harus mempertimbangkan biaya transportasi atau biaya pengiriman. Saran saya adalah untuk membidik pasar yang paling dekat seperti Aceh dan Medan; dengan memproduksi kerajinan setempat menggunakan sumber daya alam seperti kain atau anyaman tradisional  dengan pola etnik, berdesain baru khusus untuk pakaian dan aksesoris muslimin misalnya untuk pasar Aceh.

Para perempuan juga dapat memproduksi komoditas pertanian seperti nilam (untuk aromaterapi atau pengusir serangga), jahe, cymbopogon nardus (untuk minyak pijat) atau minyak herbal yang lain dan yang penting, kelompok perempuan juga menyiapkan sebuah rumah penyulingan. Sehingga produk akhir memberikan nilai lebih dan lebih mudah diperdagangkan.

Ide utamanya adalah, memanfaatkan sumber daya lokal yang sudah ada atau memproduksi sesuatu yang dapat dilakukan dalam waktu singkat; tanaman penghasil minyak herbal hanya membutuhkan 3 - 4 bulan untuk panen. Kemudian, komoditas dijual di luar Nias dalam paket-paket kecil yang praktis, tetapi  bernilai tambah tinggi.

Dalam jangka panjang, para perempuan juga bisa menanam jenis tanaman mimba untuk memproduksi insektisida organik; membuat proses ekstraksi sendiri, dan dijual ke pasar di luar Nias; ini juga memberikan nilai tambah tinggi.


Jumadi, Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI), Banda Aceh, Aceh, Indonesia

Sebenarnya perempuan di Indonesia mempunyai kapasitas yang cukup kuat untuk bisa survive di wilayahnya. Kendala yang dihadapi adalah ketika mereka ingin mengembangkan usahanya ke arah yang lebih besar dengan harapan hal itu dapat membantu pendapatan primer mereka. Banyak sekali modal awal yang mereka miliki (bahan baku, tekad dan kemauan, ketrampilan dasar, serta pasar lokal). Namun untuk memenuhi keinginan mereka yang lebih luas kita juga harus bisa membangun dan mengembangkan kreasi dan kualitas produksi yang dapat diterima oleh pasar luar.

Jadi menurut saya yang harus kita lakukan adalah:
·         Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia
·         Meningkat kualitas hasil  
·         Membangun jaringan pasar
·         Memberikan jaminan pasar  
·         Merancang produksi dengan bahan baku lokal yang murah dengan desain dan mutu yang diterima pasar luar
·         Mendampingi para pengambil kebijakan untuk mengeluarkan regulasi yang berpihak pada produk lokal


Muslim Jarham, Yayasan Pemberdayaan Ekonomi Lingkungan Rakyat Indonesia (PEKAT), Medan, Sumatera Utara, Indonesia

Memang banyak program yang bisa dilakukan untuk program pemberdayaan perempuan, seperti peningkatan usaha kecil dan lain-lain, tetapi yang perlu dikuatkan dahulu adalah  pengertian masyarakat bahwasanya kita NGO tidak bakal lama tinggal di satu daerah dan  perlu juga dijelaskan bahwa kehadiran NGO itu besifat hanya sementara dan yang bisa membantu itu idealnya adalah pemerintah.

Berdasarkan pengalaman kami berkerja di Kabupaten Aceh Selatan, yang perlu kita kuatkan pada masyarakat adalah bagaimana mereka bisa melobi pemerintah yang ada di daerahnya. Karena apabila ini tidak disiapkan maka kita akan gagal, karena kita tidak bisa menjadi jembatan antara masyarakat dan pemerintah dan kita akhirnya saling menyalahkan dengan pemerintah.

Saran saya, buatlah program yang bisa menciptakan hubungan kerja dengan pekerjaan pemerintah seperti Program CU (Credit Union), ini sesuai dengan program pemerintah melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat – Mandiri Pedesaaan  PNPM Mandiri, yaitu dengan program SPP (Simpan-Pinjam Perempuan) dan juga bagaimana kita menguatkan masyarakat dalam kegiatan Musrembang Desa (Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa). Sejalan dengan itu sekarang ada program pemerintah seperti ADD (Alokasi Dana Desa), dan ADG (Alokasi Dana Gampong) untuk di Aceh; dan dananya terbilang besar dan untuk pemberdayaan masyarakat desa.

Jadi saran saya, jangan jadikan diri kita tempat bergantung masyarakat tapi persiapkanlah masyarakat agar bisa mandiri.


Toto Kartarahardja, Ascociation of Indonesian School of Administration Graduates, Persadi, Bekasi, Jawa Barat, Indonesia

Perkenankanlah saya menanggapi himbauan Ibu untuk memberikan sumbang saran atas kegiatan “Pemberdayaan Perempuan melalui Kegiatan Ekonomi”. Melihat lengkapnya hasil base line study yang telah dipetakan, sebenarnya tidak terlalu sukar untuk menyusun program aksinya. Untuk itu kami sarankan sebagai berikut:
           
Pertama, dalam menyusun program hendaknya dilakukan melalui diskusi dengan pemerintah setempat (di kelurahan atau desa ada bagian yang menangani masalah ini) dan melibatkan tokoh masyarakat dan tetua adat, karena mereka tahu betul apa yang dibutuhkan oleh warga, disamping untuk juga mendapat dukungan dari mereka, dan mereka merasa ikut memiliki program tersebut.  Dengan demikian program yang kita susun dapat diintegrasikan ke dalam program yang sudah disusun oleh Pemda yang karena merupakan program Pemda maka akan mendapat pembiayaan dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). 

Banyak program pemerintah yang dapat diadopsi;  Kementerian Pemberdayaan Perempuan banyak membuat program-program seperti ini. Program-program dari Muhammad Yunus, melalui Grameen Bank juga dapat diterapkan. Dan juga program yang pernah disusun oleh team IDT (Inpres Desa Tertinggal).

Saya sangat optimis program yang Ibu susun akan dapat dilaksanakan dengan baik karena adanya   keterlibatan perempuan dalam Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, akan menimbulkan antusiasme di kalangan perempuan karena keterlibatan mereka dalam meningkatkan pendapatan rumahtangga.
 
Kedua, dalam hal ini hendaknya diingat perlunya keterlibatan sumberdaya lokal dalam penetapan Ketua Kelompok Usaha dan Fasilitator Usaha di desa. Mereka harus profesional dan bertanggung jawab bagi kelompok, serta memiliki loyalitas dan tanggung jawab yang tinggi dari. Perlu diingat juga bahwa sistem pendekatan yang berperspektif gender merupakan kekuatan utama bagi model pemberdayaan ekonomi masyarakat ini.

Ketiga, perlu dibentuk tim verifikasi untuk penetapan Fasilitator Desa dan Ketua Kelompok Usaha yang tepat.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga bermanfaat.

----------

Setelah menyimak masukan-masukan dari rekan lain untuk masalah yang Ibu sampaikan, perkenankanlah saya memberikan tambahan atas masukan saya yang terdahulu.

Setelah mempertimbangkan letak geografis Pulau Nias, saya cenderung untuk tidak membuat program yang berkaitan dengan "memproduksi sesuatu untuk di ekspor atau dijual ke luar pulau".  Memproduksi suatu komoditi tidak terlalu sukar, kesulitan terbesar adalah pada cara menjual atau memasarkannya.  Produk dari Nias, bila dimaksudkan untuk dipasarkan di luar Nias akan sulit bersaing dengan produk sejenis baik dari Medan maupun dari Aceh.  Hal ini tentu dapat dimaklumi mengingat jarak yang harus ditempuh lebih jauh.
Saran kami lebih pada kegiatan memproduksi untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

Mungkin kita perlu mengubah pola pikir, bahwa keberhasilan upaya meningkatkan pendapatan tidak harus selalu diukur dari meningkatnya penerimaan, pengurangan pengeluaran dengan cara melakukan substitusi atau menghasilkan sendiri produk-produk yang dibutuhkan adalah juga suatu ukuran keberhasilan. Hal ini juga dapat meningkatkan kualitas hidup.

Pada link di bawah ini adalah artikel yang berjudul: Bagaimana menanam dan menghasilkan kentang seberat 45 Kg di lahan ukuran 30,5 X30,5 cm (dalam versi bahasa Inggris).  Seandainya program ini dapat disosialisasikan serta diterapkan kaum perempuan di Nias dan hasilnya hanya untuk dikonsumsi oleh mereka yang terlibat dalam kegiatan ini, setidaknya belanja mereka dapat dikurangi. Memang akan ada masalah untuk mengubah kebiasaan, tetapi saya kira menganjurkan warga mengkonsumsi kentang, tidak akan menyinggung harga diri mereka.
Silahkan mengunjungi: http://tipnut.com/grow-potatoes/

Saya membayangkan suatu waktu, tatkala saya berkunjung ke Nias, saya disuguhi makan olahan kentang disertai minum susu kambing etawa.


Ibrahim Achmad, Tanjung Hagu Foundation, Peukan Baru, Pidie, Aceh, Indonesia

Saat ini saya sedang melakukan kegiatan pemberdayaan perempuan melalui budidaya ternak kambing secara intensif.
Mengingat kami memperkenalkan cara yang baru bagi petani ternak di Aceh maka dibutuhkan perhatian khusus dari kami selaku pendamping.
Setiap dua orang ibu dibantu oleh pemuda membentuk satu kelompok dan mulai memelihara 9 ekor kambing jenis etawa dengan cara dikandangkan. Karena kambing tidak digembalakan, maka makanan dicari dan dikumpulkan oleh anggota kelompok. Untuk penggemukan saja (4 dari 9  ekor yang dipelihara) masing-masing anggota kelompok seharusnya bisa mendapatkan satu juta per tiga bulan.
Disamping oleh Yayasan Tanjung Hagu, program ini juga diterapkan oleh Yayasan Jembatan Masa Depan di wilayah kerja yang berdekatan.

Untuk masalah Rekan Setiawati, saya juga sangat mendukung usul dari rekan Rudi (respon tanggal 2 April 2009). Hanya saja saya mengusulkan agar dilakukan penjelasan lebih rinci tentang masing-masing tanaman herbal yang disampaikan. Agar kami mudah menjelaskannya kembali ke masyarakat desa.


Sayu Komang Sri Mahayuni, IDEP Foundation, Ubud, Bali, Indonesia

Saya baru saja membaca query dari mbak Setiawati, dan mungkin saya share sedikit tentang pemberdayaan wanita yang pernah saya lakukan.

Dalam membuat keputusan melakukan pemberdayaan perempuan, lagi-lagi menurut saya, kita harus kuat di data assessment: tentang sumberdaya lokal, karakter dan minat para ibu-ibu, kemudian coba membentuk kelompok usaha dengan para ibu-ibu.

Biasanya saya masuk melalui kelompok yang sudah ada ( misalnya: PKK, arisan, kelompok tani wanita atau kelompok ngaji dan yang lain). Dalam lingkungan itu saya akan membangun ikatan kekeluargaan yang erat dulu sebelum saya langsung membicarakan program.

Untuk menyarankan sesuatu yang baru akan sangat sulit, jalan yang sering saya pakai adalah membawa sebuah produk yang bahan utamanya banyak terdapat di daerah tersebut dan gampang untuk dibuat dan yang paling penting dibutuhkan oleh masyarakat banyak. Kemudian membangun minat mereka dengan memberikan pelatihan/informasi dasar tentang produk tersebut (tentang cara pembuatan, prospek pasar dan efek pada kehidupan mereka)

Menghadapi permasalahan seperti yang dihadapi di sana yang mencakup pendidikan, kesehatan dan ekonomi, kami biasa melakukan upaya mengaitkan banyak hal dalam satu program (walaupun dana hanya untuk satu program).
Program livelihood tidak akan dapat efektif kalau tidak menangani juga isu lain. Misalnya kalau mau membuat kelompok ibu-ibu atau langsung memberdayakan kelompok yang telah ada, cobalah membangun sebuah demosite atau workshop. Pada tempat tersebut dapat dibangun ”perputakaan plus” (library plus) yang juga dapat digunakan sebagai tempat bermain dan belajar anak-anak (di sini disentuh segi pendidikan). Di tempat itu ajak juga ibu-ibu membuat kebun obat (segi kesehatan) dan untuk livelihood-nya atau segi ekonominya dapat dibuatkan bengkel kerja untuk beberapa jenis usaha kecil, seperti di bawah ini yang dapat dicoba :

·                     Pembuatan obat herbal dalam bentuk kapsul ( kapsul kunyit, sambiloto, binahong, jahe merah dan lainnya); usahakan bahan dari yang ada didaerah tersebut dan berikan informasi tentang manfaat dari obat herbal tersebut – ini mudah karena pembuatannya sangat sederhana dan alat yang diperlukan biasanya dimiliki oleh semua orang, hanya tinggal membeli kulit kapsulnya saja.

·                     Pembuatan minyak kelapa – bisa membuat minyak kelapa biasa atau minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil), pembuatannya juga mudah, bisa dibuat manual tanpa mesin.

·                     Pembuatan keripik dari ketela dan buah yang terdapat di sana.

·                     Pembuatan kompos dari sampah organik, hasilnya dapat dipakai pada kebun obat dan juga bisa dijual, tergantung volume yang dihasilkan.

·                     Pembuatan peternakan, makanan ternak dapat dibuat dengan ketela pohon dicampur beberapa bahan lain; kotorannya untuk kompos dan kelompok dapat menjual daging dan telur.

·                     Pembuatan kue kelapa, tinggal ditambah susu dan gula.

·                     Pembuatan toko kelompok yang dapat menjual barang yang dihasilkan kelompok serta dapat menjual hasil padi, palawija dan komoditas lain yang terdapat di daerah tersebut.

·                     Pembuatan tempat pelatihan kecil, ibu-ibu yang ingin belajar dapat mengikuti pelatihan di tempat ini. Untuk pembuatannya, lahan yang dibutuhkan minimal 10 are (1000 m2); untuk itu dapat dilakukan pendekatan ke Kepala Desa, Camat atau Kecik terkait, agar lahan yang dipakai adalah lahan desa.

Masalah yang akan muncul dengan program seperti ini adalah penyediaan modal bagi mereka (baik dalam bentuk bantuan atau kredit lunak).
Untuk permodalan, biasanya kami tidak memberikan uang langsung. Modal diberikan selain berbentuk buku-buku untuk perpustakaan, juga dalam bentuk bahan bangunan dan alat-alat lain untuk membangun tempat tersebut, dan ajak mayarakat dalam pembangunannya. Pembangunan oleh masyarakat sendiri seperti ini akan menimbulkan rasa memiliki pada mereka.
Di tempat itu kelompok dan masyarakat lain diajak untuk berdiskusi (lakukan pendampingan khusus, lebih baik jika kita bisa tinggal di daerah tersebut untuk beberapa lama), hal ini bertujuan untuk mengarahkan ibu-ibu agar dapat mandiri. Dan nantinya saat program selesai, ibu-ibu sudah dapat melanjutkan program tanpa kita.

Dengan adanya demosite / workshop tersebut, dan telah ada bukti yang terlihat oleh masyarakat, maka masyarakat akan mencoba untuk mengaplikasikan apa yang mereka dapatkan di sana, di rumah mereka masing-masing.
Permulaan program dengan pembuatan demosite akan sangat efektif karena akan ada satu tempat yang menjadi pusat kegiatan dan dapat menjadi contoh; kalau masyarakat ingin belajar, mereka dapat datang ke tempat tersebut.


Happy Harefa, Holi'ana'a Foundation, Gunung Sitoli, Nias, Sumatera Utara, Indonesia

Saya mencoba memberikan sedikit masukan, tanpa mengabaikan berbagai masukan dan saran dari respon terdahulu.

Kebetulan saya juga berkerja di Pulau Nias. Saya kira langkah penting pertama yang harus diperhatikan adalah memahami perempuan yang menjadi sasaran program. Secara umum, setidaknya ada dua golongan perempuan di Nias, yaitu perempuan daratan (mayoritas), lebih banyak menekuni dunia pertanian, dan perempuan pesisir, lebih banyak terlibat dalam kegiatan berjualan. Intervensi untuk kedua kelompok ini tentu sebaiknya harus diesuaikan.

Berikutnya, kita perlu memahami terlebih dahulu bahwa sebenarnya sumbangsih mayoritas perempuan Nias (mungkin perempuan pada umumnya) dalam bidang ekonomi pada dasarnya sudah cukup besar, pengakuan akan hal itulah yang masih belum besar. Kita bisa melihat hal ini dalam keseharian perempuan Nias yang tidak pernah lepas tangan dalam pekerjaan berkebun karet dan coklat, berternak, bersawah, jualan dan lain-lain.
Di sisi lain perempuan Nias juga menangani pekerjaan rumah tangga. Jadi, dalam konteks Nias sebenarnya justru bisa dikatakan bahwa perempuanlah yang menjadi pelaku utama di kedua sisi, pencari nafkah dan juga pekerja di wilayah domestik RT (Rumah Tangga).

Saya pikir, kalau kita berbicara mengenai pemberdayaan perempuan Nias, maka setidaknya dua hal besar yang harus kita lakukan yaitu:

1.                   Merencanakan program yang bersifat meringankan dan memudahkan beban berat yang selama ini menjadi bagian dari kehidupan perempuan di Nias. Misalnya, selama ini perempuan Nias harus mengangkut air bersih naik turun gunung: Bagaimana kita bisa mendekatkan sumber air ke rumah-rumah. Selama ini mereka kesulitan modal usaha: Bagaimana kita bisa meningkatkan akses perempuan pada modal usaha. Kalau selama ini mereka terus gagal panen karena hama dan lain-lain: Bagaimana kita bisa memberikan pelatihan-pelatihan praktis dan organik yang terkait dengan usaha tani mereka. Demikian seterusnya, masih ada upaya intervensi yang lain.

2.                   Mempromosikan peluang dan meningkatkan akses perempuan Nias pada peluang tersebut. Artinya kita perlu mempromosikan kepada seluruh masyarakat bahwa perempuan dan laki-laki Nias memiliki peluang yang setara di wilayah publik dan domestik (internal rumah tangga). Hal ini bisa dilakukan melalui berbagai metode penyuluhan dan pelatihan gender bagi masyarakat (laki-laki dan perempuan). Selebihnya harus ada pogram-program yang bisa mewadahi perempuan untuk berlatih sehingga mampu menjadi terampil dan menjadi percaya diri dalam urusan-urusan publik. Pelatihan public speaking, membuat kelompok CU (credit union) perempuan, dan lain-lain. Dengan demikian, setidaknya wajah perempuan Nias berikutnya bisa menjadi lebih bervariasi, tidak lagi seperti “menderita penyakit turunan”.

Kita perlu hati-hati atas satu hal tentang pemberdayaan perempuan. Dominasi laki-laki dan ketergantungan perempuan. Budaya ini sudah turun-temurun di Nias yang mana laki-laki selalu mau bertindak sebagai hero; dan seperti sudah kodratnya perempuan umumnya cepat menyerah, putus asa, dan sangat mudah tergoda untuk pasrah. Kita perlu energi ekstra untuk memastikan bahwa program pemberdayaan perempuan yang kita lakukan benar-benar dinikmati oleh perempuan Nias. Jangan sampai sebaliknya, justru lebih banyak memberdayakan laki-laki.

Demikian sumbang masukan dari saya dan saya senang bisa sharing di forum ini.


Wardah Hasyim, Livelihoods and Institution Group Natural Resource Institute, University of Greenwich, United Kingdom

Saya Wardah Hasyim, yang saat ini sedang menyelesaikan studi di Universitas Greewich Inggris. Penelitian saya berhubungan dengan livelihood recovery pasca tsunami di Aceh. Saya sendiri berasal dari Aceh dan pernah terlibat langsung berkerja pada sebuah lembaga internasional di Aceh pasca tsunami.
Bagi saya mendiskusikan dua pertanyaan rekan Setiawati dari Palang Merah Kanada adalah hal yang menarik.

Dalam menanggapi pertanyaan itu saya ingin  merujuk pada sebuah artikel dari Inter Agency Studies Committee, UNOCHA yang berjudul Gender and livelihood in Emergencies.

Program pemberdayaan masyarakat, yang sehari hari sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di Aceh dan Nias disebut program Livelihood. Sebagai praktisi, akan sangat membantu jika kita mencoba membangun pemahaman kita tentang Livelihood.

Dari tulisan Chambers and Conway (1992) dalam suatu discussion paper, kita dapat mengutip satu pemahaman tentang livelihood sebagai berikut:

‘A livelihood comprises the capabilities, assets (including both material and social resources) and activities required for a means of living. A livelihood is sustainable when it can cope with and recover from stresses and shocks, maintain or enhance its capabilities and assets, while not undermining the natural resource base’.
(Suatu sumber penghidupan adalah mencakup kemampuan, harta benda - termasuk materi dan sosial - dan kegiatan yang diperlukan untuk penghidupan. Suatu sumber penghidupan akan berkelanjutan bila itu dapat menghadapi tekanan dan gangguan, memelihara kemampuan dan harta benda, tanpa merusak lingkungan alam terkait)

Program pemberdayaan termasuk pendidikan non-formal, latihan keterampilan, pengembangan sumber pendapatan, keuangan mikro, program pertanian, program untuk memulai usaha, distribusi peralatan dan lain-lain. Namun kenyataan dalam prakteknya di Aceh pasca bencana, banyak sekali kita temui program livelihood yang berupa ‘assets transfer’ (distribusi harta benda) atau asset replacement’ (penggantian harta benda).

Menurut saya, dalam penentuan pilihan program yang sesuai, kita harus selalu mempertimbangkan beberapa aspek:

1. Penentuan Program dan tujuan program.
Jika tujuan yang ingin dicapai didiskusikan secara participative dengan calon penerima bantuan, mungkin masyarakat Aceh dan Nias, ketika ditanya apa yang mereka inginkan, kebanyakan akan menjawab bahwa mereka menginginkan kehidupan mereka kembali seperti semula sebelum disaster. Hal inilah yang kemungkinan banyak mempengaruhi terjadinya banyak sekali program pemberdayaan masyarakat (yang sehari-hari dikenal dengan kata Livelihood) mengambil inisiatif 'assets transfer' untuk mengganti asset yang telah hilang atau rusak. Sebagai fasilitator dan sekaligus pelaku kita harus melihat kembali kepada kenyataan bahwa sebelum bencana, sebagian besar masyarakat Aceh dan Nias umumnya di pedesaan memang sudah berada pada garis kemiskinan. Jika pendekatan yang kita lakukan berupa assets transfer dan asset replacement, maka ini bisa saja berarti kita mengembalikan mereka pada status yang sama sebelum bencana. Pengurus dari lembaga bantuan kemanusiaan  seharusnya bisa melihat peluang yang lebih baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menawarkan inisiatif-inisiatif yang lebih menjanjikan tapi tetap dapat diterapkan. Ini seperti yang dideklarasikan oleh Bapak Presiden kita sejak awal pembangunan kembali, ‘to build back better ’(membangun kembali untuk menjadi lebih baik).

2. Tidak menyamakan semua kegiatan livelihood untuk masyarakat yang berbeda.
Sebagai pihak yang datang kita seharusnya tidak menyamaratakan semua mata pencarian masyarakat. Seperti mengistilahkan masyarakat petani, nelayan, dan sebagainya. Tetapi kegiatan sumber penghidupan atau mata pencarian (livelihood activities) pada dasarnya adalah lebih berbasiskan keluarga atau individu.  Belajar dari pengalaman, kekeliruan para pekerja di lembaga bantuan kemanusiaan yang mengasumsikan bahwa masyarakat di daerah pantai adalah nelayan, sehingga untuk livelihood recovery secara umum diterapkan program penggantian harta benda bidang nelayan (pemberian kapal, jaring ikan, keramba, pancing dll). Ini salah satu penyebab, sehingga banyak ditemukan asset yang diberikan ini tidak terpakai sebagaimana yang diharapkan. Demikian juga halnya dengan anggapan bahwa masyarakat di sebuah desa adalah petani, dan mereka semua menerima bantuan bibit dan peralatan tani. Padahal banyak di antara masyarakat tersebut yang bukan petani. 

3. Mengakomodasikan kebutuhan kelompok yang berbeda.
Program Livelihood idealnya mampu mengakomodir kebutuhan yang unik dari kelompok yang berbeda dalam sebuah  masyarakat, termasuk memberikan perhatian yang serius kepada kelompok-kelompok yang rentan seperti perempuan kepala keluarga, remaja putri dan mereka yang putus sekolah, orang tua (senior citizens) dan penyandang cacat.

4. Mengidentifikasi tingkat kerentanan masyarakat dampingan.
Untuk pendampingan masyarakat yang melibatkan program dukungan keuangan, perlu adanya pendekatan yang berbeda terhadap keluarga yang memiliki tingkat kerentanan yang berbeda, misalnya; untuk keluarga yang sangat miskin tidak mungkin disamakan pendampingannya dengan keluarga yang kehidupannya lebih baik. Asumsi dasarnya adalah perbandingan antara pinjaman dengan hibah, keluarga yang sangat miskin untuk hal tertentu tidak mungkin akan mampu membayar pinjaman, mereka akan sangat terbantu jika di berikan hibah. Cara paling aman untuk penentuan ini adalah berdasarkan suatu participatory wealth ranking assessment (pengukuran peringkat kemiskinan secara partisipatif) yang melibatkan setiap lapisan masyarakat.

5. Kembali merujuk kepada pertanyaannya khusus mengenai pemberdayaan perempuan, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, silakan membaca pada halaman lengkap, artikel dari IASC/OCHA yang saya sebutkan di awal tulisan ini.( beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam mendesign dan menimplementasikan gender-responsive livelihoods programme IASC,2008)

Saran saya bagi teman teman yang terlibat dalam perencanaan program livelihood, banyak sekali material yang bisa menambah wawasan kita, di antaranya adalah mengenai Sustainable Rural Livelihood yang bisa kita dapatkan di situs-situs internet.
Kepada rekan Setiawati, selamat bekerja…masyarakat menanti ke’Setia’an Anda.


Job Charles, International Organization for Migration, Banda Aceh, Aceh, Indonesia

IOM juga menjalankan program penguatan kapasitas perempuan dengan  Women Cooperative atau Koperasi Wanita (KOPWAN)  yang dikembangkan pada 19 kabupaten di Provinsi Aceh (NAD). Program tersebut sudah berjalan sejak tahun 2005, dan sampai sekarang Kopwan tersebut tetap eksis dan turut dalam membangun ekonomi kerakyatan di Aceh.   

Kawan-kawan kami berupaya memberikan dasar pemikiran sehingga keterlibatan peran perempuan dalam peningkatan ekonomi keluarga sangat diperlukan.  Sebenarnya beban tersebut tidak hanya menjadi tanggung jawab kaum pria termasuk dalam hal pengambilan keputusan dalam upaya meningkatkan perekonomian keluarga. 

Ada beberapa hal prinsip, yang menjadi latar belakangnya yaitu:
·         Banyak perempuan Aceh yang menjadi rentan karena tsunami dan konflik,
·         Perempuan mendapatkan sedikit akses untuk meningkatkan mengetahuan dan keterampilan,
·         Dilihat dari segi penggunaan waktu, perempuan berkerja mulai dari mengurus kebutuhan keluarga sampai ikut membantu suami dalam mengerjakan usaha pertanian; tetapi kontribusi mereka dinilai tidak ada.
·         Perempuan sedikit mendapatkan akses untuk mendapatkan dan menggunakan modal karena keputusan dalam hal modal biasanya ditentukan oleh kaum pria.

Berdasarkan latar belakang di atas  maka IOM mencoba menginisiasi dengan pendekatan lokal, pengembangan kelompok-kelompok tradisional yang sudah ada menjadi kelompok formal yang terdaftar di pemerintah serta mempunyai badan hukum; kami menyebutnya Koperasi Wanita atau KOPWAN dengan anggota dan pengurus perempuan. 

Apa saja yang mereka lakukan?

Mereka belajar memahami apa tujuan berkelompok, cara administrasi, cara menggunakan modal dalam meningkatkan ekonomi, tentang kepemimpinan, tentang akses pasar; mereka juga belajar tentang memahami evaluasi kapasitas wilayah dari organisasi mereka,  tentang pembuatan laporan, berkomunikasi dan cara membangun hubungan dengan pemerintah atau pihak swasta; mereka juga belajar menggunakan software keuangan yang sederhana, serta cara  mempromosikan hasil produksi mereka pada kegiatan pameran-pameran sehinggga bisa tercipta pasar dan mereka belajar untuk dapat mempertanggungjawabkan apa yang telah mereka lakukan.

Dengan peningkatan kapasitas tersebut mereka dapat melakukan sosialisasi tetang kegiatan KOPWAN, mem-verifikasi proposal atau permohonan pinjaman uang untuk penambahan modal usaha, melakukan aktivitas administrasi/keuangan, melakukan pertemuan rutin baik antar pengurus, maupun bersama anggota dan mem-promosikan unit usaha, serta membangun jaringan pasar.

Dampak yang mereka rasakan sekarang, meliputi: 
1.       Perempuan dalam keanggotaan dan kepengurusan KOPWAN, mempunyai kekuatan dalam merancang apa yang akan mereka lakukan dalam meningkatkan ekonomi.
2.       Percaya diri meningkat termasuk dalam mengambil keputusan.
3.       Mendapatkan akses modal dalam upaya meningkatkan ekonomi.
4.       Dukungan penuh dan kolaborasi dari pemerintah, lembaga donor dan NGO.
5.       Menerapkan prinsip orientasi pada pasar (market oriented).
6.       Dapat memimpin dan membangun hubungan serta komunikasi dengan pihak pemerintah, NGO, private sector.
7.       Harga diri mereka meningkat karena berkontribusi dalam meningkatkan ekonomi keluarga dan ekonomi kerakyatan.
8.       Meraka dapat menilai sendiri cakupan kapasitas organisasi mereka berdasarkan konteks lokal.
9.       Mereka memahami nilai-nilai dan prinsip Community Society Organization.

Peningkatan kapasitas terhadap perempuan  memberikan nilai-nilai penyadaran bahwa peran perempuan dalam membangun ekonomi kerakyatan sangat besar. Semoga perjuangan  kawan- kawan kami di program KOPWAN menjadi ibadah mereka, yang telah berhasil memfasilitasi mulai dari terbentuknya sampai berkembangnya KOPWAN di Provinsi Aceh (NAD).

Terima kasih banyak kepada semua Anggota yang telah memberikan tanggapan terhadap pertanyaan ini!

Jika Anda ingin lebih lanjut berbagi informasi mengenai topik ini, silahkan kirimkan ke thamrincare@yahoo.co.id Solution Exchange, Komunitas Praktisi Pembangunan Ekonomi dengan subyek “Re: [se-ecdv-id] Pertanyaan: Pemberdayaan Perempuan melalui Kegiatan Ekonomi – Pengalaman; Contoh. Tambahan Jawaban”.

Ketentuan: Dalam mempublikasikan naskah tanggapan atau menggabungkan naskah-naskah ini ke dalam rangkuman tanggapan, Solution Exchange tidak bertanggung jawab atas kebenaran atau keaslian naskah. Harap disadari bahwa anggota yang ingin menggunakan atau mengirimkan informasi dari apa yang terkandung dalam naskah-naskah ini akan mengandalkan penilaian atau pemahaman mereka sendiri.