Program Pengurangan Penganguran


Catatan Moderator: Rekan-rekan Anggota, gembira sekali bisa menerbitkan Rangkungan Tanggapan dari pertanyaan kedua mengenai program-program untuk mengurangi pengangguran.  Kita sangat berterima kasih kepada anggota yang telah membagi pengetahuan dan pengalaman.  Peran serta yang aktif, pertanyaan, tanggapan, kritik, dan saran dari anggota kita tunggu untuk kemajuan bersama.  Kita berharap forum ini memberi dampak yang bermanfaat  bagi pembangunan di Indonesia, terutama dalam mendukung solusi terhadap isu sektor pembangunan ekonomi.  Salam, Thamrin Simanjuntak

Solution Exchange untuk Komunitas Pembangunan Ekonomi
Rangkuman Tanggapan

Pertanyaan: Program-program untuk Mengurangi Pengangguran - Pengalaman.

Disusun oleh Thamrin Simanjuntak, Moderator dan Dewi Gayatri, Research  Assistant
Beredar: 23 Januari 2009


Dari Pandji Putranto. International Labour Organization – Education And Skills Training (EAST) Programme, Banda Aceh, Indonesia
Dikirimkan pada: 17 Desember 2008

Para Anggota Solution Exchange,

Saya berkerja di International Labour Organization, di Banda Aceh.  Kami berkerja untuk bidang dan persoalan-persoalan tenaga kerja.  Di Aceh, sesuai data BAPPEDA, tingkat pengangguran pada tahun 2007 adalah 10,96% (2006, 12,08%) dan jumlah populasi masyarakat miskin adalah 26,65% (2006, 28,28%) dari total populasi.  Tentu saja hal tersebut di atas masih menjadi masalah besar bagi kondisi ekonomi sosial di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Kenaikan jumlah pengangguran khususnya disebabkan angkatan muda (ribuan tenaga kerja baru adalah lulusan SLTA) yang membanjiri pasar tenaga kerja yang terbatas di NAD setiap tahunnya. Sejumlah industri besar (seperti KKA, AAF dll) merencanakan penutupan yang tentu saja ini memperparah situasi. Terlebih lagi, perusahaan mikro, kecil dan menengah di NAD belum siap menghadapi persaingan dengan perusahaan-perusahaan skala nasional.

Saya catat di sini bahwa pemerintah, perusahaan swasta, NGOs, rumah tangga adalah para pemain utama. Investasi, teknologi baru, pengembangan pelatihan dan pendidikan adalah strategi yang biasa digunakan.

Perbaikan pada kualitas pendidikan, pelatihan-pelatihan untuk berkerja, dan penciptaan lapangan kerja adalah jawaban yang mungkin tepat untuk mengatasi masalah pengangguran – tetapi ini lebih mudah diucapkan dari pada dilaksanakan.

Melalui forum ini, saya meminta bantuan Anggota sekalian untuk menyampaikan pengalaman dan keahliannya dalam hal:
·       Program seperti apa yang terbukti berhasil, langsung maupun tidak langsung dalam
      mengurangi pengangguran pada suatu daerah?
·      Faktor-faktor kunci apa saja yang harus diperhitungkan dalam mendesain program-
      program tersebut?

Saya yakin bahwa kontribusi Bapak Ibu sangat berarti dalam membentuk strategi pengembangan kesempatan kerja di Aceh dan tempat lainnya.


Terima kasih atas Tanggapan yang diterima dari

1.      Teuku Ansar Basly, Muslim Aid, Tapak Tuan, Aceh Selatan, Nanggroe Aceh Darussalam , Indonesia
2.      Auriza Satifa, Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam , Indonesia   
3.      Ferry Samosir, Oxfam, Nias Selatan, Sumatera Utara , Indonesia
4.      Silva Liem, Consultant, Jakarta , Indonesia
5.      Kusdijono, Catholic Relief Services, Jakarta , Indonesia  
6.      Anwar Siregar, Institute of Community Social Studies, Sumatera Utara , Indonesia
7.      Idham Edo, Consultant, Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam , Indonesia
8.      Teguh Prasetyo Karyanto, The Jakarta Globe News, Jakarta , Indonesia  
9.      Job Charles, International Organization for Migration, Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam , Indonesia
10.  Zul Ashfi Mendrofa, Canadian Red Cross, Lahewa, Nias, Sumatera Utara , Indonesia  
11.  Sayu Komang, Idep Foundation, Ubud, Bali , Indonesia


Rangkuman Tanggapan
Pengalaman Terkait
Sumber Terkait
Tanggapan Lengkap



Permintaan ini datang dari anggota yang bekerja di ILO, bertanya tentang pengalaman dari para anggota dalam program atau strategi untuk meningkatkan angkatan kerja di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Tanggapan dari beberapa anggota pada umumnya berpandangan bahwa tersedia banyak kesempatan kerja yang potensial di Aceh, antara lain dalam bidang kerajinan tangan dan industri makanan seperti yang dikembangkan di Yogyakarta atau dalam bidang agri-bisnis yang memanfaatkan sumber alam seperti buah-buahan atau serat rumput/tanaman.  Seorang anggota menjelaskan bahwa situasi di Nias di mana masyarakat membangun kembali setelah gempa telah mendorong peningkatan ketrampilan tukang kayu dan pekerja konstruksi, baik melalui peningkatan ketersediaan modal kerja maupun munculnya kesempatan ekonomi akibat adanya penerimaan upah yang tinggi.  Di tempat lain di Indonesia, sektor swasta mempunyai pengalaman melaksanakan program bersama dengan pemerintah, perusahaan dan masyarakat; salah satu contohnya adalah Pusat Pengolahan Limbah yang didirikan di Bali yang berpotensi juga untuk dikembangkan di Aceh. Peluang lain yang menguntungkan dapat juga diperoleh dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) dan Kamar Dagang dan Industri (KADIN).

Penyusunan program dan strategi penciptaan lapangan kerja dapat dimulai dengan penelitian tentang pemetaan kondisi tenaga kerja dan pengangguran di setiap wilayah, dan dilakukan identifikasi faktor lokal yang unik seperti lingkungan geografis dan nilai budaya.  Kegiatan penelitian lain dapat berupa identifikasi prospek tenaga kerja terhadap kesempatan kerja. Beberapa anggota menyarankan dukungan bagi perusahaan besar dan perusahaan pemerintah untuk mencari cara yang innovative untuk memperkenalkan kegiatan yang merupakan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang dapat menciptakan banyak kesempatan kerja seperti yang telah berlangsung di Sumatera Utara.  Sebagai contoh industri skala kecil dapat memanfaatkan penggunaan produk industri atau sumber daya yang tersedia seperti pengolahan lokal karet, pembuatan sabun dari limbah kelapa sawit, atau berternak di areal perkebunan.

Saran-saran lain mencakup:
  • Manfaat dengan mengambil pengalaman dari golongan tua dan yang mana mereka bersedia untuk meningkatkan keahlian pekerja dan mewariskan etos kerja di kalangan kaum muda.
  • Memajukan pengembangan wirausaha yang mendorong kreativitas untuk memulai usaha kecil pada masyarakat desa, kaum muda dan orang-orang yang berkerja di perusahaan besar.
  • Meningkatkan kesempatan pendidikan dan  peningkatan keahlian yang sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja setempat.  Mendukung proyek pengembangan infrastruktur seperti jalan, jembatan, pelabuhan, listrik dan air yang membuka wilayah untuk memperkuat kesempatan pengembangan ekonomi.

Seorang anggota yang telah melakukan suatu analisis, menyimpulkan bahwa masalah pengangguran bukanlah disebabkan karena kurangnya motivasi.  Berdasarkan tanggapan yang diterima, terdapat beberapa cara untuk mulai mengurangi pengangguran.  Bila pemerintah, LSM, perusahaan swasta dan masyarakat semua memainkan peran masing-masing, hal ini akan membangun pula kesejahteraan mereka semua.



Yogyakarta

Wirausaha Industri Kecil Kerajinan tangan (dari Ferry Samosir, Oxfam, Nias Selatan, Sumatra Utara , Indonesia )
Usaha produksi kerajinan tangan menurun karena kurangnya bahan baku dan tenaga trampil.  Namun, usaha ini telah membangun jaringan pemasaran yang menjamin penjualan dalam kuota tertentu, menghasilkan keranjang berdekorasi dibuat dari serat rumput dan eceng gondok.   Kegiatan usaha ini dapat dikembangkan di Aceh dengan adanya bahan baku yang mencukupi.  

Nias

Pekerjaan Konstruksi Memberi Ketrampilan dan Modal Kerja di Pedesaan. (dari   Zul Ashfi Mendrofa, Canadian Red Cross, Lahewa, Nias, Sumatera Utara , Indonesia )
Canadian Red Cross membangun lebih dari 2000 rumah bagi korban gempa bumi di Nias, melibatkan banyak tukang kayu baik yang berpengalaman ataupun yang belum punya pengalaman,  khususnya menciptakan lapangan kerja bagi penduduk lokal yang tidak punya pekerjaan.  Pekerja laki-laki membangun rumah dan perempuan mengurus bahan bangunan. Mereka  menerima upah sesuai tarif yang berlaku dan standar proyek sehingga telah tersalurkan sekitar tiga miliar rupiah untuk 26 desa dalam waktu 1,5 tahun dan akan berkelanjutan mendorong penciptaan lapangan kerja di masa  mendatang.

Sumatera Utara

Inovasi Perusahaan untuk Menciptakan Lapangan Kerja (dari Anwar Siregar, Institute of Community Social Studies , Sumatera Utara , Indonesia )
Investasi pada perkebunan seperti karet, kelapa sawit menumbuhkan pola pembangunan ekonomi daerah dalam mengatasi masalah pengangguran juga pada kaum muda yang kurang berpendidikan dan kurang memiliki akses pada lahan. Analisis menunjukkan bahwa investasi semacam ini memberi hasil positif dan negatif.  Diversifikasi produk mentah untuk industri dan produk khusus (seperti sabun dari limbah kelapa sawit), menciptakan lapangan kerja bagi kaum muda.

Bali

Pusat Daur Ulang (Pengelolaan Limbah yang Terintegrasi) sebagai Kesempatan Usaha (dari Sayu Komang, IDEP Foundation, Ubud, Bali , Indonesia )
LSM, perusahaan swasta, masyarakat dan pemerintah bekerja bersama dalam usaha yang dicetuskan oleh IDEP.  Pemerintah menyediakan lahan, masyarakat mengelola kegiatan sehari-hari, LSM memberi pelatihan dan perusahaan swasta memberi modal.  Usaha ini menjaring banyak pekerja melalui penciptaan usaha baik skala kecil dan besar termasuk mengumpulkan dan memproses sampah menjadi produk baru, pupuk dari limbah organik, dan pembibitan tanaman.


Rekomendasi Dokumen

ILO Programme in Cooperation with Government of Indonesia (dari Pandji Putranto),
Document; Decent Work Country Programme 2006 – 2010; International Labour Office; Indonesia; June 2007; Versi Bahasa Inggris tersedia di http://www.ilo.org/public/english/ bureau/program/dwcp/download/indonesia.pdf  (PDF, Size: 151 KB).
Mendukung kesempatan bagi perempuan dan laki-laki untuk bekerja secara produktif dan layak dalam situasi yang seimbang, aman dan menjunjung harkat manusia.

The Roles and Rights of Senior Citizens (dari Teuku Ansar Basly, Muslim Aid, Tapak Tuan, Aceh Selatan, Nanggroe Aceh Darussalam)
Narasi; Executive Summary – Older People in Aceh , Indonesia 18 Months after the Tsunami; HelpAge International; Indonesia ; Versi Bahasa Inggris tersedia di
Menjelaskan hak-hak golongan lanjut usia serta peranan mereka dalam kehidupan sosial dan pembangunan ekonomi masyarakat.

Sustainable Rural Livelihood (dari Kusdijono, Catholic Relief Services, Jakarta , Indonesia )
Dokumen; oleh Robert Chambers and Gordon R. Conway; Institute of Development Studies; 1991; Versi Bahasa Inggris tersedia di http://www.ids.ac.uk/ids/bookshop/dp/dp296.pdf (PDF, Size: 186 KB) dan http://www.livelihoods.org/SLdefn.html 
Perincian konsep praktis tentang mata pencaharian yang berkelanjutan di pedesaan, aspek lingkungan dan sosial yang berkelanjutan, praktek analisis sumber daya, produktifitas dan ekonomi skala kecil.

Dari Thamrin Simanjuntak, Moderator

Sustainable Oil Palm Plantations
Makalah; Indonesian Palm Oil Board; Ministry of Trade and Ministry of Agriculture – Republic of Indonesia; 2007; Versi Bahasa Inggris tersedia di http://www.indonesian-embassy.de/ image/Palmoil/Indonesian-Palmoil-2.pdf (PDF, Size: 4.9MB).
Penjelasan terinci tentang perusahaan perkebunan yang mengelenggarakan program tanggung jawab sosial perusahaan melalui penyediaan lapangan kerja dan menanggapi kebutuhan masyarakat.

Various Models of Corporate Social Responsibility Applications
Laporan; Meeting Changing Expectations; World Business Council for Sustainable Development (WBCSD); Geneva, Switzerland; 1998; Versi Bahasa Inggris tersedia di http://www.wbcsd.org/DocRoot/hbdf19Txhmk3kDxBQDWW/CSRmeeting.pdf (PDF, Size: 2.6MB)
Menyampaikan cara-cara efektif bagi kemajuan perusahaan bersama masyarakat termasuk penciptaan lapangan kerja dan menanggapi kebutuhan masyarakat.

Rekomendasi Organisasi dan Program

International Labour Organization, Jakarta , Indonesia (dari Pandji Putranto)
Jakarta Office: Menara Thamrin, Jalan Thamrin Kav 3, Jakarta 10250 , Indonesia ; Tel.: +62-21-3100766; http://www.ilo.org
Banda Aceh Office: ILO EAST Nanggroe Aceh Darussalam, Jalan Ksatria Geuceu Komplek 23239, BLK Ofifice Nanggroe Aceh Darussalam; Tel.: +62-651-47392
Bertujuan mendukung hak-hak di lingkungan kerja, kesempatan kerja yang layak, memperkuat perlindungan sosial dan memperkuat dialog dalam menangani isu di lingkungan kerja.

Dari Teuku Ansar Basly, Muslim Aid, Tapak Tuan, Aceh Selatan, Nanggroe Aceh Darussalam , Indonesia

Muslim Aid Indonesia , Banda Aceh , Indonesia
Jalan T. Bintara Pineung No. 27, Banda Aceh 23116 Indonesia ; Tel.: +62-651-7411927/ 7551053; Fax: +62-651-7551443; http://www.muslimaidindonesia.org
Melaksanakan program pemulihan, antara lain industri kerupuk rambak di desa Segoroyoso, Pleret, Bantul dan proyek yang mengakomodasi perencanaan pembangunan berbasis masyarakat.

HelpAge International, Banda Aceh , Indonesia
Jalan Tengku Daud Beureueh Lorong Metro No. 5. Banda Aceh , Indonesia ; Tel./Fax: +62-651-24228; http://www.helpage.org/Emergencies/IndianOceantsunami/Indonesia
Membangun kapasitas 14 asosiasi orang lanjut usia (OPAs) untuk mengembangkan lembaga berbasis masyarakat yang mandiri; yang melanjutkan kegiatan peningkatan
pendapatan.

Dari Kusdijono, Catholic Relief Services, Jakarta , Indonesia  

Catholic Relief Services, Jakarta , Indonesia
Jalan Wijaya I no 35, Kebayoran Baru, Jakarta 12170 , Indonesia ; Tel.: + 62-21-7253339; Fax: +62-21-7251566; http://crs.org/indonesia
Fokus pada program pangan untuk menanggapi rawan pangan melalui Program Padat Karya Pangan, Kesehatan dan Nutrisi serta program Peningkatan Pendapatan di beberapa wilayah di Indonesia .

Kamar Dagang dan Industri (KADIN), Banda Aceh, Indonesia
Bale’ Saudagar, Jalan Taman Makam Pahlawan no.1, Kp Ateuk, Banda Aceh 23243 , Indonesia ; Tel.: +62-651-28371/28374 Fax: +62-651-28380; http://kadinaceh.com
Pusat komunikasi, informasi, perwakilan, konsultasi, fasilitasi, advokasi jaringan nasional dan internasional, mencakup perencanaan dan tenaga kerja.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Banda Aceh , Indonesia
Jalan T. Nyak Arif , Banda Aceh , Indonesia , Tel.: +62-651-51935/51377; Fax: +62-0651- 22184  http://www.nad.go.id
Bertujuan memproyeksikan Indonesia sebagai tempat tujuan yang menarik untuk investasi dan mengawasi agar perjanjian dagang mengakomodasi tujuan nasional termasuk keuangan dan tenaga kerja.

IDEP Foundation, Ubud, Bali , Indonesia (dari Sayu Komang)
Jalan Hanoman No.42 Ubud, Bali, Indonesia PO BOX 160 Ubud, 80571, Bali, Indonesia; Tel./Fax: +62-361-981504; info@idepfoundation.org; http://www.idepfoundation.org/indonesia/idep_wastegroup.html
Mengembangkan program pengelolaan sampah skala kecil, meningkatkan kesadaran masyarakat dan mendukung partisipasi mereka dalam masalah pengelolaan limbah.

Oxfam GB Indonesia, Jakarta , Indonesia (dari Ferry Samosir)
Jalan Taman Margasatwa 26, Ragunan,
 Jakarta 12550
 Indonesia ; Tel.: +62-21-7811827; Fax: +62-21-7812321; Jakarta@oxfam.org.uk; http://www.oxfam.org.uk 
Program Oxfam di Indonesia melibatkan tenaga kerja dari semua tingkat dalam program pengembangan yang berfokus pada tanggap darurat, pendidikan, mata pencaharian, kesetaraan gender serta perdagangan adil dan wajar.

International Organization for Migration (IOM), Banda Aceh , Indonesia (dari Job Charles)
Jalan Sudirman no. 32 Banda Aceh 23230 Indonesia ; Tel.: +62-651-43556; Fax: +62-651-43554; iomaceh@iom.int; http://www.iom.or.id/ 
Memberi jalan kepada peserta program untuk memperoleh pendapatan dan menjadi mandiri, meliputi pemberian ternak, mesin jahit, industri pangan dan usaha eceran.

Canadian Red Cross, Banda Aceh , Indonesia (dari Zul Ashfi Mendrofa)
Jalan Pattimura no 3, Gunung Sitoli, Nias; Jalan Ajuen Jeumpet No.18B, Banda Aceh; Tel.: +62-651-7429409; Fax: +62-651-40469; http://www.redcross.ca
Membangun lebih dari 6000 rumah permanen bermutu tinggi dan tahan gempa di Kabupaten Aceh Besar, Aceh Jaya dan pulau Nias dimana hal ini memberi kesempatan lapangan kerja bagi masyarakat setempat.

Rekomendasi Komunitas dan Jaringan

Forum Koordinasi Percepatan Pembangunan Ekonomi Aceh - Aceh Partnerships for Economic Development, Nanggroe Aceh Darussalam , Indonesia (dari Thamrin Simanjuntak, Moderator)
Jalan Tgk Daud Beureueh No 26. Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam, Indonesia Tel. +62-651-21064 aped@aped-project.org  http://www.aped-project.org/diskusi/ forumdisplay.php?f=5
Forum ini memfasilitasi diskusi mengenai percepatan pembangunan ekonomi di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Aceh Business Forum (dari Dewi Gayatri, Research Assistant)
Coordinated by Australia Indonesia Partnership and International Finance Corporation, Jalan Abdullah Ujung Rimba No.12, Taman Sari, Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam, Indonesia, Tel.: +62-651-21858, Fax: +62-651-635172; Email: ltamanni@ifc.org, caidha@ifc.org  http://www.acehbusinessforum.org/
Memberi informasi berkenaan dengan kebijakan, pertumbuhan ekonomi dan kesempatan usaha agri-bisnis, wisata, perdagangan dan industri di provinsi NAD.

Rekomendasi Portal dan Basis Informasi

Jakarta Globe (dari Teguh Prasetyo Karyanto) 
Berita on-line; Kawasan Bisnis Granadha, Plaza Semanggi 9th Floor, Jalan Jendral Sudirman Kav. 50, Karet Semanggi, Jakarta 12930; Versi Bahasa Inggris tersedia di http://thejakartaglobe.com/
Menyampaikan berita global tentang ekonomi, bisnis dan situasi politik yang mempengaruhi Indonesia secara langsung ataupun tak langsung dalam jangka pendek dan jangka panjang.



Teuku Ansar Basly, Muslim Aid, Tapak Tuan, Aceh Selatan, NAD, Indonesia

Perkenalkan, saya mantan pekerja HelpAge International yang berkerja untuk memperbaiki kesejahteraan para lanjut usia lewat program advokasi.

Saya ingin memberi tambahan dalam diskusi ini tentang bernilainya melibatkan para lanjut usia, yang berusia 60 tahun lebih, sebagai bagian dari inisiatif mengurangi pengangguran.  Walaupun ada asumsi bahwa kaum senior ini sudah tidak produktif, berikut ini adalah alasan-alasan mengapa peran mereka dapat dimanfaatkan untuk mengurangi pengangguran:

Mereka punya ketrampilan hidup, yaitu keyakinan, ketekunan dan semangat yang terus membara.  Sementara keberadaan mereka di dunia kerja menambah catatan pupulasi yang berkerja, para lanjut usia ini dapat mewariskan etos kerja ini kepada kaum muda yang memang memerlukan ketrampilan-ketrampilan tersebut jika ingin mendapat perkerjaan, membangun karir atau memulai usaha sendiri.  (Agaknya menarik juga jika diadakan suatu penelitian tentang etos kerja diwaktu muda dan ketika lanjut usia. Dan juga penelitian kepada mereka yang berkerja sampai lanjut usia dan bagaimana perkerjaan telah mempengaruhi kehidupan mereka dan mempengaruhi masyarakat secara keseluruhan).

Mereka menciptakan keberlanjutan tenaga kerja.  Kelangsungan suatu bangsa tergantung dari alih teknologi dan ketrampilan dari para lanjut usia tersebut.  Sebagaimana halnya , ketrampilan yang mereka miliki didapatkan dari otodidak dan pengalaman yang terbukti menghasilkan cara-cara yang efisien.  Coba pikirkan mengapa ada pengetahuan dan budaya yang hilang ?  Itu adalah karena kita sungkan dan malas untuk duduk dan berdiskusi dengan para lanjut usia ini, sementara ide-ide dan nasehat mereka sangat berguna untuk kaum muda.  (They are story tellers. Hear them, they will be happy and you can learn from their experiences).

·         Berkerja bagi para lanjut usia tidak hanya menjamin kualitas kerja dengan pengalamannya, tetapi juga mempengaruhi masyarakat dalam pandangan luas seperti manfaat-manfaat kesehatan  dan penciptaan penghasilan kepada rumah tangga.  Tambahan lagi, para lanjut usia ini berkerja juga karena ada alasan lain yang non-ekonomi dan ini merupakan pandangan berbeda dalam dunia kerja masa kini.

·         Akhirnya, ada pekerjaan-pekerjaan yang cocok dengan mereka sesuai keahlian mereka dalam perternakan, perikanan dan pertanian.  Kita dapat menggunakan mereka sebagai pendamping ahli dalam program-program pelatihan atau proses belajar dengan cara mengamati dan melakukan studi banding.

Para lanjut usia sudah memberikan banyak dari hidupnya, apa kompensasi yang bisa kita berikan?  Dalam hal ini, kita dapat melibatkan mereka, berperan serta dalam program-program pengurangan pengangguran sebagai sumber kisah keberhasilan, pelatih, fasilitator dan pelaku inovasi khususnya dalam bidang pertanian, perikanan dan perternakan.

Teruslah berkarya dan berkerja meskipun lanjut usia;
Bersama kita membangun untuk kesejahteraan.


Auriza Satifa, Banda Aceh , Indonesia   

Menurut saya yg harus di lakukan sebelum merancang suatu program upaya pengurangan pengangguran , berdasarkan pengalaman saya adalah:

·         Melihat kondisi suatu daerah ,apa saja produksinya dan bagaimana komposisi profesi masyarakatnya, berapa petani, pegawai,  usahawan atau orang gajian.
·         Harus melakukan survey juga komposisi pengangguran menurut jenis pendidikannya;  misalnya terhadap output yang dihasilkan universitas-universitas di NAD.
·         Melihat segi geografis apakah letak Aceh sudah strategis atau belum; untuk aktivitas yang berkaitan dengan letak geografis.
·         Mempertimbangkan kondisi budaya dan adat orang Aceh (dalam hal pembagian tugas antara laki-laki dan perempuan; kepemilikan komunal terhadap tanah; pemegang uang dalam keluarga, dan lain-lain).  Sebagai contoh: Jika kita menargetkan kaum wanita, kita dapat mengusulkan peningkatan ketrampilan yang biasa dimiliki wanita;  ketrampilan mengolah pasca panen untuk komoditi tertentu lebih dibutuhkan kaum wanita, dan lain-lain.

Sejauh ini intervensi yang dilakukan terkesan tidak pernah menyentuh rakyat, pelaksana program hanya sekedar menjalankan program tetapi tidak memberi atau melihat suatu kebutuhan menurut kebutuhan masyarakat dan tidak berkelanjutan.

Jadi setelah di survey semua melalui masyarakat dan Pemda, baru dilihat program apa yg cocok dan harus ada sinkronisasi antara Pemda, NGO dan investor serta masyarakat asli penduduk Aceh, dan baru dijalankan program dan disiapkan prasarana yang mendukung.


Ferry Samosir, Oxfam, Nias Selatan, Sumatera Utara , Indonesia

Saya Ferry Samosir, sedang di akhir masa kerja bersama Oxfam.  Perkenankan saya menanggapi topik ini dengan menggunakan pendapat pribadi.  Saya setuju dengan berbagai usulan cemerlang yang terdahulu.  Berikut ini adalah tambahan gagasan praktis dari pengalaman saya berkaitan  dengan permasalahan tenaga kerja di Aceh yang barangkali bermanfaat.

Saya pernah berbincang dengan seorang bapak pekerja kerajinan tangan di Yogyakarta, yang mengatakan bahwa kegiatan mereka di kota Yogya telah memasuki ambang jenuh, baik dari sisi sumber daya manusia, maupun pasokan sumber daya alam.  Padahal, di sisi lain mereka sudah memiliki jaringan pemasaran hingga ke luar negeri yang saya asumsikan bahwa mereka telah mempunyai beban tanggung jawab memenuhi suatu kuota.  Bapak itu seorang pengusaha industri keranjang hias berbahan baku   eceng gondok serta jenis rumput tertentu, yang produknya cukup diminati di pasar manca negara.  Sementara itu, saya melihat bahan baku seperti itu cukup berlimpah (setidaknya seperti yang pernah saya lihat di  Aceh Barat).  Pengrajin yang mulai mengeluhkan keterbatasan sumber daya di wilayah Yogya, sangat termotivasi untuk bisa melihat kondisi di Aceh dan mencari peluang, kemungkinan meluaskan ekspansi industri kecilnya ke Aceh.

Dari situasi ini, saya berpikir, bahwa sistem yang sudah terbentuk (sistem produksi dan sistem pemasaran) atas sebuah kegiatan ekonomi tertentu dari daerah-daerah lain di Indonesia, adalah sebuah aset dan barangkali kegiatan serupa bisa diduplikasi di Aceh.  Saya katakan barangkali karena saya juga menyadari hal itu tidaklah mudah dan perlu mempertimbangkan budaya dari daerah setempat (dalam hal ini Saudara-saudara kita di Aceh).  Akan tetapi, jika mempertimbangkan sudah terciptanya jalur pemasaran dan ketersediaan sumber bahan baku tertentu di Aceh , yang belum terpikirkan pemanfaatannya, maka memindahkan para perintis usaha kecil seperti bapak  pengrajin dari Yogya tadi, barangkali bisa menjadi sebuah terobosan atas kebutuhan mendesak tenaga kerja di Aceh seperti topik pada query kali ini.

Tentu saja gagasan ini perlu diuji dan dikaji dari segala sisi kelayakannya.  Akan tetapi, memberikan perhatian, atau bahkan mencoba memfasilitasi para pengrajin kecil yang sudah menguasai seluk beluk industri, untuk melihat peluang industri sejenis di Aceh, akan berguna.


Silva Liem, Consultant, Jakarta , Indonesia

Saya Silva Liem, Konsultan saat ini saya bekerja di proyek WSP – World Bank.
Saya ingin berpartisipasi dalam diskusi yang menarik ini mengenai ketenaga kerjaan dan tipe program yang akan mengurangi pengangguran baik langsung ataupun tak langsung.

Banyak orang sepakat bahwa pendidikan formal, pelatihan ketrampilan, atau pelatihan praktek kerja akan berperan penting dalam mengatasi pengangguran dengan menghasilkan tenaga kerja siap kerja.  Pada saat yang bersamaan, program semacam ini menimbulkan masalah bila peserta tidak memenuhi harapan dari pemberi lapangan kerja.  Walaupun demikian, kita tidak dapat menyia-nyiakan waktu memikirkan hal tersebut namun sebaliknya, memusatkan perhatian pada program atau kegiatan yang lebih sesuai dengan kondisi dunia dewasa ini.

Saya teringat ketika bertugas untuk ILO di Aceh tahun lalu.  Saya terkesan melihat banyak pohon asam di sepanjang jalan menuju Universitas Syiah Kuala.  Setiap pohon sarat dengan buah asam. Saya langsung berpikir menghitung berapa banyak penghasilan yang dapat diperoleh bila penduduk di sana mengumpulkan buah asam tersebut.  Berapa banyak pendapatan yang dapat diperoleh dalam setahun?  Bagaimana bila semua pohon asam di seluruh kota di Banda Aceh dikumpulkan?  Saya juga berpikir apa yang akan dikerjakan dengan buah asam tersebut?  Dapatkan kita memberi nilai tambah pada  kegunaannya selama ini?

Saya teringat beberapa tahun yang lalu, seorang teman membawakan buah tangan dari Surabaya , Jawa timur berupa gula-gula asam, dibentuk bulat runcing dan ditaburi gula.  Saya sudah mengenal buah asam semacam ini sejak kecil namun gula asam ini berukuran 2 – 3 kali lebih besar dari yang dulu, dan dikemas dalam bungkus plastik berdekorasi menarik.  Harganya lebih tinggi dibanding dengan yang dulu walaupun saya tidak ingat harganya yang pasti.

Saya membagi cerita ini karena menurut saya dapat memberi inspirasi untuk mulai mendorong masyarakat melihat sekeliling, berpikir kreatif dan berusaha keras menggunakan dan meningkatkan nilai komoditi yang tersedia di sekeliling.  Janganlah bosan meniru dan memajukan produk yang sudah ada.  Sebaliknya, marilah mencari ide baru.  Generasi muda dapat berperan penting sebagai generasi penerus dari wirausaha menghasilkan produk baru dan jasa yang inovatif.  Bila dapat menciptakan suatu cara baru yang inovatif dari 100 produk atau jasa yang ada, hal ini merupakan keberhasilan yang berharga, bukan hanya potensi pendapatan dan jumlah tenaga kerja pada produk baru tersebut, namun yang lebih berharga hal ini membentuk budaya pada generasi muda agar terbiasa berkreasi dan memanfaatkan sumber daya.

Dengan memperhatikan budaya, golongan tua dapat berperan penting sebagai pembimbing kaum muda dalam menurunkan nilai-nilai kepada generasi penerus.  Memelihara dan mewariskan nilai-nilai bukanlah tanggung jawab keluarga sendiri, hal ini melibatkan seluruh komunitas dalam memahami tingkah laku dan mencegah kemerosotan budaya.

Saya menyadari tulisan ini tidak menjawab secara langsung pertanyaan Pak Pandji, namun saya harapkan kita dapat mulai memikirkan ide baru yang dapat diterapkan secara lebih luas.


Kusdijono, Catholic Relief Services, Jakarta , Indonesia  

Saya teringat ucapan seorang penasehat program (technical advisor) yang bilang,”there is no single solution for any problems”, yang bisa kita jadikan pijakan untuk urun rembug menggagas solusi atas pertanyaan yang dikemukakan Pak Pandji di sini.  Buat saya kasus ini tidak semata-mata buat Banda Aceh, tapi juga banyak kota/kabupaten di Indonesia . Issue pengangguran sangat mungkin menjadi masalah nasional di masa mendatang sebagai dampak krisis keuangan Amerika (global) yang merembet (shifted) ke sektor riil-produktif.  Bukankah sudah ada pengamat yang memprediksi akan adanya krisis dalam tahun 2009 ini??? Bukankah di akhir tahun 2008 kita saksikan sudah mulai terjadi PHK di beberapa perusahaan atau organisasi??

Namun kita bisa bercermin ke belakang ke beberapa wilayah propinsi dan kota/kabupaten yang menunjukkan kemajuan significant dalam pembangunan ekonomi dan tentunya berdampak pada penyerapan tenaga kerja.  Tentang perkembangan tersebut, maaf, saya tidak punya data statistik, tapi secara visual jelas sekali terlihat perubahannya.

Lampung, konon mengalami perkembangan pesat setelah pemerintahnya membangun infrastruktur yang memungkinkan rakyatnya memiliki akses ke luar daerah, terutama ke Jakarta . Dengan begitu penduduk Lampung bisa dengan mudah ke Jakarta dan juga sebaliknya, penduduk Jakarta dapat mengakses Lampung untuk kebutuhan usaha dan lain-lain.  Sejak dekade 80-an, beberapa kota di Jawa Barat dibanjiri investasi industri (Bandung, Bekasi, Tangerang) yang telah menyedot angkatan kerja muda (bukan hanya lulusan SLTA, tapi juga lulusan SMP) begitu banyak dan banyak di antaranya berasal dari luar Jabar.  Sejak dekade 90-an perlu dicatat juga perkembangan ekonomi rakyat berbasis pertanian dan kerajinan (Jawa Barat, Jateng, DIY, Bali , NTB, NTT). Sejak awal decade 2000-an, Jatim bahkan mencanangkan sebagai propinsi agrobisnis, dimana kota Surabaya menjadi pusat niaga agrobisnis, menghimpun komoditi dari berbagai wilayah(termasuk dari NTT) lalu menyalurkannya (dalam bentuk komoditi maupun produk) ke beberapa wilayah juga, termasuk ekspor.  Belakangan sekali kita dengar Gubernur Gorontalo rajin sekali mengembangkan agribisnis jagung di wilayahnya.

Belajar dari pengalaman tersebut, saya ingin menunjuk pada perlunya “investasi” sebagai dasar untuk pengembangan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.  Kita sebut saja ada 3 jenis investasi: pendidikan, infrastruktur (public facilities), industri dan jasa.

Investasi pendidikan sangat penting, tapi bersifat jangka panjang dan hanya pendidikan praktis (kejuruan) yang bisa menolong situasi yang mendesak.  Dalam pandangan saya, pendidikan masyarakat Aceh saat ini, dalam konteks recovery pasca tsunami dan gempa, tidak menjadi hal urgent jika dibandingkan dengan wilayah propinsi lain di Indonesia.
Investasi di bidang infrastruktur (prasarana dan sarana), sebaiknya yang terkait langsung dan mendukung kinerja sektor produktif (jalan, jembatan, listrik, air, pelabuhan, dsb). Investasi ini adalah porsinya Pemerintah, bahwa dalam operasionalnya bekerja sama dengan swasta itu adalah urusan teknis operasional dan sah-sah saja.  Dengan intervensi program recovery oleh berbagai pihak, saat ini infrastruktur diharapkan sudah dan tengah dibangun.  Pemerintah daerah seyogyanya memiliki peta kapasitas infrastruktur yang telah dibangun sehingga mampu mengukur sejuh mana kemampuan produktifitas dan sumbangannya terhadap penggerakan sektor produktif. Pada bagian ini, saya berharap bahwa Pemerintah NAD tidak perlu lagi berinvestasi terlalu mahal.  Hanya saja, mungkin masih perlu membangun infrastruktur yang belum ada dan diperlukan untuk sektor dan wilayah tertentu berdasarkan hasil studi potensi pembangunan.

Sedangkan investasi di bidang industri dan jasa dapat dikategorikan dari skala kecil sampai besar.  Investasi ini bisa menjadi porsi publik (via Pemerintah) maupun swasta (private investment).  Bagian ini yang rumit dikaitkan dengan kondisi umum untuk berinvestasi buat para investor dan juga dengan pengaruh kondisi krisis keuangan global.  Kita bisa pelajari beberapa faktor kunci keberhasilan pembangunan ekonomi (dan fisik) beberapa wilayah seperti diuraikan di bagian depan, misalnya keterkaitan antara peluang pasar (demand) dan sumber daya potensial yang dimiliki dan kebijakan yang kondusif yang mendorong investasi para pemodal (kemudahan perijinan, keringanan biaya administrasi dan pajak, tidak adanya biaya-biaya siluman, dan insentif lain).  Khusus untuk Aceh, mungkin bisa ditambahkan dengan situasi sosial yang aman, serta bisa ditambah dengan model ke-kini-an, yakni pendekatan partisipatif dengan melibatkan segenap pemangku kepentingan (multi-stakeholders).  Hal melibatkan multi pihak harus didasarkan tidak semata-mata “kontribusi” apa yang bisa diberikan masing-masing, tapi juga tidak melupakan “kepentingan apa yang dapat diperoleh masing-masing”.

Lalu bagaimana memilih jenis industri dan jasa yang cocok? Harus didahului dengan studi penjajagan (assessment) tentunya.  Studi ini dimaksudkan untuk menghimpun informasi tentang potensi sumber daya atau asset (bisa meminjam model SL-nya Chambers: asset fisik-infrastruktur, asset alam-SDM, asset manusia dan sosial, asset keuangan) yang dimiliki Aceh (propinsi dan kota/kabupaten) pada bagian hulu, dan menghimpun informasi peluang pasar berbagai komoditi dan jasa (di dalam wilayah dan di luar wilayah, bahkan di luar negeri) pada bagian hilir.  (Lihat juga http://www.ids.ac.uk/ids/bookshop/dp/dp296.pdf )

Ini bisa juga dilakukan melalui pengumpulan informasi dari multistakeholder forum sebenarnya.  Bukankah Pemda Aceh bisa mengundang Kadin dan berbagai himpunan usaha yang ada untuk menghimpun informasi pasar dan jasa? misalnya.  Setelah diperoleh informasi, selanjutnya harus dibangun hubungan antara investor di bagian hulu (produksi) dengan pasar.  Selanjutnya program lebih menyeluruh dapat dirancang dan direncanakan bersama.

Mungkin saja program pada awalnya diarahkan pada pengembangan agrobisnis (input produksi, budidaya, pengolahan, distribusi, dan ritel).  Agrobisnis ini  dikenal mempunyai pengaruh ganda (multiplier effect) yang sangat tinggi, artinya berpengaruh pada terbentuknya beragam subsistem yang mampu menyerap tenaga kerja cukup banyak, dan tenaga kerja lulusan SLTA bisa menjadi mayoritas pelaksananya!!  Mungkin juga ditemukan indusrti non pertanian (non-agricultural-based industry), tapi, lagi-lagi menjadi wewenang Pemda setempat, yang mengupayakan industri tersebut mampu menyerap tenaga kerja lulusan SLTA yang menjadi mayoritas pencari kerja saat ini di Aceh. 

Saya melihat bahwa agrobisnis dan industri (teknologi menengah dan sederhana) mampu menyerap tenaga kerja cukup tinggi.

Sampai di sini, kita sebenarnya belum berbicara tentang analisis dampak sosial dan lingkungan yang mesti juga dipertimbangkan dalam perancangan program.


Anwar Siregar, Institute of Community Social Studies, Sumatera Utara , Indonesia

Nama saya Anwar dari SUMUT, sama seperti yang lain saya juga menanggapi pertanyaan mengenai bagaimana mengatasi permasalahan pengangguran pada usia tenaga kerja produktif.
Saya telah beberapa lama ini berkeliling di wilayah Sumatera Utara, dan menyimpulkan adanya fenomena penyeragaman pembangunan ekonomi daerah melalui sektor perkebunan, terutama yang menjadi perkebunan andalan adalah untuk tanaman karet dan kelapa sawit. Hal tersebut jika kita analisis tentunya memang memiliki nilai positif dan negatif.

Namun yang ingin saya sampaikan di sini adalah bagaimana mengatasi permasalahan terciptanya pengangguran pada pemuda yang tidak memiliki lahan perkebunan dan tidak memiliki pendidikan. Menurut saya para pihak terkait agar dapat menciptakan inovasi dari hasil perkebunan, sehingga daerah setempat tidak hanya memasarkan bahan mentah hasil perkebunan tetapi juga inovasi baru hasil perkebunan yang mungkin dapat ditawarkan rekan-rekan, sehingga terbuka lapangan kerja tambahan bagi para pemuda tersebut.  Sebagai contoh: Pengolahan lokal lanjutan pada hasil panen getah karet; produksi sabun dari limbah kelapa sawit; perternakan di lahan-lahan kebun, dll.

Kita ingat bahwa kemiskinanlah yang menciptakan angka kesejahteraan dan kesehatan menurun.


Idham Edo, Consultant, Banda Aceh , Indonesia

Saya Idham Edo, saat ini sedang menangani proyek pengembangan sektor riil (sektor non-service atau non-keuangan) dan UKM di Bank Indonesia Banda Aceh.

Secara pribadi, saya ingin menyumbangkan saran dan ide terhadap permasalahan ketenagakerjaan yang diangkat oleh Sdr.Pandji.

Rekan-rekan, sebelumnya saya ingin menggambarkan kondisi ekonomi Aceh selama tahun 2008. Secara umum pertumbuhan ekonomi Aceh hingga triwulan ke-3 tahun 2008 adalah moderat, artinya tidak ada peningkatan atau penurunan pendapatan yang signifikan. Sedangkan pada triwulan ke-4 perekonomian Aceh mulai menunjukkan penurunan.

Beberapa ilustrasi adanya penurunan tersebut terlihat pada:
1. Pendapatan petani komoditi menurun khususnya petani kelapa sawit, pinang, kopi dan lain-lain sebagai akibat krisis global yang mengakibatkan penurunan permintaan komoditi tersebut di pasar internasional.
2. Penurunan konsumsi masyarakat seperti sepeda motor dan barang elektronik. (Penjualan sepeda motor dari 100 unit per bulan/dealer manjadi 60 unit dan tetap ada kasus ditariknya sepeda motor kreditan)
  
Menurut  saya, kondisi ekonomi ini berdampak secara langsung pada kondisi ketenagakerjaan formal maupun informal di Aceh.

Saya sependapat dengan masukkan dari rekan-rekan sebelumnya, namun saya lebih menekankan untuk mengatasi permasalahan ketenagakerjaan perlu dipertajam pada program pengembangan ekonomi pada level akar rumput (grass root).  Peciptaan lapangan kerja dan peluang berusaha dengan mengembangkan sumber daya yang dimiliki Aceh merupakan solusinya dalam bentuk-bentuk program sebagai berikut:

·         Program Penyusunan Database Potensi Ekonomi Aceh, yang berorientasi kepada survei ekonomi yang khusus terhadap peluang-peluang pengembangan usaha di setiap wilayah. Ini sangat penting dan harus selalu di update secara berkala serta dipublikasikan secara terbuka, melalui media cetak lokal atau selebaran yang dapat dikakses banyak pihak. Hal ini seiring dengan suatu survei yang bahwa calon tenaga kerja akan terinspirasi melakukan sebuah usaha relatif lebih besar karena membaca atau melihat literatur tentang suatu potensi usaha.

·         Program Kredit Mikro, yang mempermudah akses permodalan di level akar rumput. Hal ini harus lebih serius dikembangkan.

·         Program peningkatan Iklim berusaha atau berinvestasi dan peningkatan daya saing usaha-usaha ekonomi yang telah ada.  Produksi tidak harus yang berorientasi pada ekspor, karena kebutuhan pasar di Aceh saja masih harus disuplai dari wilayah lain. So, kebijakan-kebijakan yang menghambat ruang gerak usaha dan investasi di Aceh harus dihapuskan (bukan hanya dikurangi).

Pemahaman di atas selaras oleh aktivitas dan pegalaman saya dalam pengembangan sektor riil di Aceh, yang sangat terdorong dengan pemikiran bahwa pertumbuhan usaha sektor riil di Aceh adalah solusi dalam mengurangi tingkat pengangguran di Aceh yang tentunya hal ini masih membutuhkan dukungan banyak pihak.
 
Mudah-mudahan dapat menjadi tambahan ide bagi Sdr. Pandji dan rekan-rekan lainnya untuk mendapatkan solusi yang terbaik untuk Aceh khususnya dan Indonesia pada umumnya.  


Teguh Prasetyo Karyanto, The Jakarta Globe News, Jakarta , Indonesia  

Saya Teguh Prasetyo, seorang wartawan di The Jakarta Globe untuk bidang ekonomi.
Menjawab pertanyaan Pak Pandji, sejauh ini apa yang sudah saya tuliskan hanyalah upaya-upaya pemerintah melalui kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal atau melalui Kementrian Industri  untuk membuka lebih banyak lagi proyek-proyek pembangunan yang padat karya.  Silahkan buka atau langsung klik http://thejakartaglobe.com/ , search dangan topik Teguh Prasetyo; Unemployment Reduction; BKPM atau IFC, di antaranya termasuk tulisan-tulisan saya.


Job Charles, International Organization for Migration, Banda Aceh , Indonesia

Saya dulu belajar ekonomi pertanian, di sana saya mengetahui bahwa tingkat kemiskinan pada waktu itu sekitar 40%, sebagian akibat tingginya pengangguran. Mengapa terjadi kemiskinan dan mengapa tingginya tingkat pengagguran, sebab dan akibatnya seperti lingkaran setan. Pernah guru saya menjelaskan bahwa tingginya tingkat kemiskinan dan pengagguran terjadi di daerah perdesaan karena disebabkan oleh kemalasan dan tidak adanya motivasi.   

Hampir selama 10 tahun saya mengembara di daerah perdesaan di pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi , saya berpikir bahwa hipotesis yang disampaikan oleh guru saya tidak semuanya benar.  Masyarakat  di perkotaan maupun perdesaan sudah berusaha keras dengan menggunakan fisik mereka, tidak mengenal cuaca, untuk mempertahankan hidup. Tapi apa yang mereka dapatkan mungkin tidak ada, produktifitas sangat kecil.
Kami dengan masyarakat setempat kemudian belajar bersama dengan mereka untuk menjawab mengapa semua itu terjadi.  Kami menganalisis permasalahan dengan melihat dari beberapa komponen yaitu:

1.   Faktor Manusia
-           Bagaimana tingkat pendidikan dan keterampilan.
-           Bagaimana nilai religius dan spiritual yang mereka miliki.
-           Berapa banyak anggota yang ditanggung dalam satu keluarga.

2.   Faktor Fisik
-           Bagaimana ketersedian dan kondisi infrastruktur yang mendukung kehidupan.
-           Bagaimana kondisi rumah mereka.
-           Bagaimana ketersediaan lahan.

3.   Faktor Sosial
-           Bagaimana tingkat partisipasi. 
-        Hubungan sosial.
-           Bagaimana kondisi kelembagaan.

4.   Faktor Keuangan
-           Bagaimana mendapatkan akses keuangan.
-           Ketersediaan lembaga keuangan. 
-           Akses untuk mendapatkan kredit.

      5.   Faktor Alam
-        Bagaimana kondisi Geografis.

Dengan belajar bersama, mereka melakukan Plot- Plot Uji Coba, mereka mengamati bagaimana kondisi yang mereka hadapi, mereka menganalisis, dan mereka sendiri yang memutuskan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada terkait dengan tujuan dan harapan mereka.  Kemudian mengulang lagi melakukan uji coba.  Cara ini adalah proses memberikan nilai-nilai untuk membangun kehidupan.            


Zul Ashfi Mendrofa, Canadian Red Cross, Lahewa, Nias, Sumatera Utara , Indonesia  

Organisasi kami, dalam implementasi proyeknya membangun dua ribu lebih rumah tinggal bagi korban gempa di Nias bagian Utara, telah turut memberdayakan masyarakat setempat untuk menjadi tenaga kerja tukang dan tenaga pengangkutan material rumah.
Kami memang mengharapkan orang-orang yang mempunyai kapasitas atau ketrampilan dalam pertukangan yang berkerja sebagai tukang, tetapi orang-orang yang masih belum berpengalaman juga bisa ikut ambil bagian sambil belajar dengan tukang-tukang yang sudah mahir.  Proyek ini sedikitnya membantu menambah mata pencaharian warga terutama bagi pengangguran di desa.  Hal lain, di beberapa desa tertentu kaum lelaki menjadi tukang dan wanita ikut dalam  kelompok pengangkut material, sepertinya ada pembagian tugas yang jelas di antara mereka berdasarkan kemampuan masing-masing.

Pekerjaan yang tercipta, sepertinya bersifat sementara, hanya selama ada pembangunan rumah.  Tetapi dana yang mengalir ke desa sebenarnya adalah tambahan modal kerja bagi para penduduk yang di antaranya mendapatkannya dengan menukar waktunya yang terbuang sebelumnya, karena menganggur.  Dengan upah kerja sesuai harga pasar, tidak kurang dari  tiga milliar rupiah masuk ke 26 desa dalam kurun satu setengah tahun. Ini merupakan motor penggerak penciptaan pekerjaan berikutnya yang lumayan.


Sayu Komang, Idep Foundation, Ubud, Bali , Indonesia

Menanggapi query Pak Pandji, seperti yang telah dikatakan, banyak sistem dan program yang dapat dilaksanakan, namun pada pelaksanaannya di lapangan akan sangat sulit dan perlu waktu.

Selama beberapa tahun dan beberapa kali saya ke Aceh, ada beberapa peluang usaha besar yang belum digarap secara serius di sana . Mungkin karena masyarakat yang kurang berminat atau memang mungkin  belum terpikirkan, yang mana seharusnya kalau usaha ini dikembangkan, usaha kecil dapat bekerjasama dengan usaha tingkat nasional. 

Usaha yang saya maksud adalah Recycling Center (program pengelolaan sampah secara terpadu) dalam hal ini semua pelaku:NGO, Swasta dan pemerintah, dapat berkerja sama dalam program ini.  Pemerintah dapat menyediakan lahan, masyarakat lokal dapat mengelola, NGO dapat memberikan pelatihan dan Swasta dapat bergabung dalam pendanaan.  Jenis usaha yang muncul dari program ini akan sangat banyak, baik usaha skala kecil maupun skala besar.  Dimana dalam pengelolaannya akan menyerap tenaga kerja yang lumayan banyak. Misalnya pengumpul dan pengepul sampah plastik dan sampah botol, usaha pembuatan bijih plastik dan gelas, penyortiran sampah dan kalau mau membangun yang berskala nasional dapat membuat pabrik daur ulang (pembuatan produk baru dari sampah), sampai pembuatan bibit pohon organik (pemanfaatan kompos untuk bahan produksi) yang akan dijual dan juga  untuk penghijauan  mendukung program NGO dan Pemerintah.

Jadi seperti apa yang saya bilang di awal, untuk mendesain sebuah program akan sangat mudah, namun saat pelaksanaannya akan membutuhkan waktu yang sangat panjang.

Program seperti ini ada di Bali, yang mana NGO, Swasta dan Pemerintah berkerjasama dalam program ini, dan sekarang program ini menjadi Recycling Center besar di Bali.


Terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah memberikan tanggapan terhadap pertanyaan ini

Jika anda mempunyai informasi lebih lanjut yang ingin anda bagi mengenai topik ini, silahkan kirimkan ke Solution Exchange untuk Komunitas Praktisi Pembangunan Ekonomi melalui e-mail thamrincare@yahoo.co.id dengan subyek “Re: [se-ecdv-id] Pertanyaan: Program-program untuk Mengurangi Pengangguran - Pengalaman. Tambahan Jawaban”
Ketentuan: Dalam mempublikasikan pesan atau menggabungkan pesan-pesan ini kedalam tanggapan yang disatukan, Solution Exchange tidak bertanggung jawab atas kebenaran atau keaslian pesan. Harap disadari bahwa anggota yang ingin menggunakan atau mengirimkan informasi yang terkandung dalam pesan-pesan ini mengandalkan penilaian mereka sendiri.