Peraturan Nirlaba dan CSR


Catatan Moderator: Rekan-rekan anggota, dengan gembira kita kirimkan Rangkuman Tanggapan dari Pertanyaan/Query ketiga belas tentang Peraturan dalam Kegiatan Organisasi Nirlaba dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Kita sangat berterima kasih kepada para anggota yang telah membagi pengetahuan dan pengalaman yang berharga. Kita harapkan forum ini memberi impak yang bermanfaat untuk pembangunan Indonesia, terutama untuk memperkenalkan bentuk solusi yang bermanfaat bagi isu sektor Pembangunan Ekonomi. Salam, Thamrin Simanjuntak

Solution Exchange untuk Komunitas Pembangunan Ekonomi
Rangkuman Tanggapan

Pertanyaan: Peraturan dalam Kegiatan Organisasi Nirlaba dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan - Saran

Disusun oleh Thamrin Simanjuntak , Moderator dan Dewi Gayatri , Research Assistant
Diterbitkan: 31 Desember 2009


Dari Wawan Setiawan, Yayasan Usaha Mulia Aceh Community Center (YUM ACC), Banda Aceh, Aceh
Disampaikan di forum: 30 September 2009

Rekan-rekan,

Dari berbagai publikasi terlihat bahwa perusahaan-perusahaan swasta sudah mulai ramai melaksanakan sebagai apa yang diatur dalam undang-undang Perseroan Terbatas tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau dikenal juga sebagai Corporate Social Responsibility.(lihat juga ”Kebijakan Pemerintah tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan” pada (http://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=501)

Saya melihat ini sebagai suatu hal yang baik dan juga merupakan peluang kerja bagi organisasi-organisasi seperti LSM atau organisasi lain seperti konsultan pembangunan masyarakat untuk meningkatkan kegiatan mereka dalam program tanggung jawab sosial perusahaan.

Beberapa tempo yang lalu, masyarakat Aceh disodorkan pemberitaan yang gencar terkait "niat" pemerintah (badan Eksekutif dan Legislatif) memberikan bantuan untuk pengembangan organisasi-organisasi non profit di Provinsi Aceh. Namun, informasi mengenai kebijakan pemerintah dan aturan menyangkut penyelenggaraan organisasi yang bergerak di kegiatan sosial atau kegiatan nirlaba belum tersosialisasi dengan baik dan dimengerti masyarakat luas.

Perencanaan untuk terus mendukung organisasi-organisasi seperti itu sedang berlanjut, dan masih terjadi silang pendapat antara lain perihal kewenangan memverifikasi, mengakreditasi, dan menentukan kategori organisasi-organisasi seperti itu.
Sebagai salah seorang penggiat kegiatan sosial dan kemanusiaan, saya mengajukan pertanyaan kepada rekan-rekan di Solution Exchange:
·         Apakah ada payung hukum (peraturan) atas berbagai macam organisasi sosial/non profit baik Yayasan, LSM, Perkumpulan, Profesi, dan/atau sejenisnya? Termasuk dalam konteks Aceh.
·         Apakah ada standardisasi SDM dan Manajemen bagi program-program yang dijalankan oleh berbagai organisasi atau lembaga tersebut?
·         Bentuk-bentuk CSR seperti apa yang sangat baik dilakukan atau ditawarkan kepada perusahaan-perusahaan swasta?

Masukan dari para anggota Solution Exchange akan sangat berguna bagi kami dan rekan-rekan yang lain untuk lebih mengerti situasi dan peluang yang ada pada organisasi-organisasi nirlaba dan memungkinkan kita mengambil peran lebih banyak di waktu mendatang, dalam kegiatan-kegiatan sosial dan pembangunan, termasuk implementasi program tanggung jawab sosial perusahaan.


Terima kasih atas Tanggapan yang diterima dari

1.      Sabastian E. Saragih, Circle Indonesia, Yogyakarta
2.      Indrajit Indra, Microfinance Innovation Center for Resources and Alternatives (MICRA), Jakarta  
3.      Muhammad Taufik Hidayat, Post Graduate Program in Sustainable International Development, The Heller School for Social Policy and Management, Brandeis University , Massachusetts , USA
4.      Dwi Ari Fauzi, Policy & Law Institute for Good Governance (PoLIGG), Jakarta  
5.      Bastian A. Saputra, Perkumpulan untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK), Bandung, Jawa Barat
6.      kusdijono, Catholic Relief Services (CRS) Indonesia, Jakarta
7.      Petrus D. Daswanto, ICON Training Center , Jakarta
8.      Kasru Susilo, Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI), Jakarta

Solution Exchange Indonesia mengharapkan kontribusi Anda selanjutnya




Ringkasan Tanggapan

Dalam menanggapi pertanyaan mengenai peraturan yang sah mengatur organisasi sosial, standar dan kebijakan sumber daya manusia dan manajemen serta program CSR dari perusahaan terutama dalam konteks Aceh, para anggota membagi informasi, pengalaman dan memberi advis tentang pentingnya peraturan terkait.

Para anggota menjabarkan sejarah hukum yang berlaku tentang organisasi di Indonesia . Mereka mengamati bahwa di masa lalu, banyak organisasi di Indonesia mengacu pada peraturan pemerintah Belanda di Indonesia, yaitu Staatsblad 1870-64. Pemerintah Indonesia kemudian menerbitkan Undang—Undang No. 8/1985 yang mengijinkan organisasi di Indonesia beroperasi tanpa bentuk legal (sah) namun demikian organisasi tersebut harus terdaftar pada Departemen Dalam Negeri Direktorat Jenderal Sosial dan Politik. Akan tetapi pada masa tersebut, tidak ada standar manajemen organisasi dan kebijakan personalia. Pada tahun 2001, pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 16/2001 diikuti revisi Undang-Undang No. 28/2004 yang saat ini merupakan undang-undang resmi mengatur organisasi sebagai lembaga yang sah di bawah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Undang-undang ini mengatur struktur organisasi, proses pendirian, prosedur pendaftaran di kantor kementerian, anggaran dasar, asset, laporan keuangan bagi publik, sumbangan dari pihak luar atau dari Negara lain serta cara pembubaran. Namun demikian pada saat ini banyak organisasi tidak memenuhi persyaratan Undang-Undang No. 28/2004, sehingga pemerintah memberlakukan masa lima tahun sebagai periode penyesuaian. Selanjutnya sebagai pengaturan yang sah pemerintah menerbitkan Peraturan No. 63/2008 untuk mengatur pelaksanaan Undang-Undang No. 28/2004.

Undang-undang No. 28/2004 ini menentukan standar organisasi mencakup peranan dan fungsi pengurus, standar akuntabilitas termasuk mengadakan pemeriksaan keuangan oleh akuntan publik dan laporan keuangan tahunan kepada publik. Standar tersebut tercantum pada Undang-undang, disamping itu kemitraan antara organisasi dan lembaga dana, kantor pemerintah seringkali mengadakan standar tersendiri sesuai kriteria mereka dengan menyelenggarakan penilaian kapasitas organisasi menggunakan alat penilaian organisasi. Informasi yang dibutuhkan adalah tentang pengalaman melaksanakan proyek, seperti kegiatan, jumlah peserta program, impak proyek dan juga latar belakang personil. Berkenaan dengan kelanjutan standar organisasi, para anggota mengingatkan bahwa standar tercantum pada Akta Notaris pendirian dan mereka mencatat bahwa kualitas suatu organisasi bergantung pada kapasitas dan profesionalisme personil. Sebagai acuan, para anggota menginformasikan bahwa Pacivis UI menyelengarakan pelatihan rutin tentang manajemen LSM untuk meningkatkan kapasitas personil dan manajemen organisasi.

Para anggota membagi pengalaman mereka sehubungan dengan peranan organisasi dalam melaksanakan proyek corporate social responsibility (CSR) bermitra dengan perusahaan tambang di Kalimantan Timur. Selanjutnya para anggota menjelaskan tentang sejarah CSR yang dikembangkan pada pertemuan tingkat tinggi internasional di Rio de Janeiro tahun 1992 yang kemudian diperbarui di Johannesburg tahun 2002. Penyusunan dan publikasi serta penerapan standard ISO 26000 menyokong adanya insentif bagi perusahaan yang menerapkan kegiatan CSR. Di Indonesia Undang-Undang No. 40/2007 mencantumkan kewajiban perusahaan untuk menerapkan CSR, namun peraturan terinci belum ada. Karena itu, para anggota mengingatkan bahwa ada kemungkinan duplikasi karena proyek CSR biasanya dirancang tersendiri oleh setiap perusahaan, dan para anggota menyarankan pemerintah mengatur kegiatan CSR, sebagai contoh komunitas di lokasi industri membutuhkan fasilitas kesehatan dan sanitasi. Lebih lanjut para anggota menyarankan koordinasi antara perusahaan di lokasi yang sama dengan cara menyatukan dana agar mereka dapat memfasilitasi proyek yang besar seperti pembangunan sekolah, memberi beasiswa; daripada untuk pelaksanaan proyek kecil seperti distribusi buku yang manfaatnya bagi masyarakat hanya terbatas.

Selanjutnya para anggota menjelaskan pendekatan program untuk diterapkan secara langsung oleh divisi internal perusahaan yang juga mungkin ditambah dengan melibatkan sumber dari luar; 1) Memberi bantuan dengan membangun infrastruktur seperti jalan, jembatan, sekolah, 2) Memfasilitasi program mata pencaharian seperti membantu usaha mikro, pertanian dan perikanan. Para anggota lebih lanjut menyampaikan beberapa kunci penting dalam kegiatan CSR:
1.       Menyusun program untuk memenuhi kebutuhan komunitas daripada sekedar untuk reputasi perusahaan.
2.       Melaksanakan program yang berkelanjutan daripada kegiatan yang sifatnya sementara.
3.       Melibatkan berbagai pihak yang terkait dan tenaga ahli untuk menerapkan program pendidikan, kesehatan, ekonomi dan infrastruktur.
4.       Menjamin transparansi keuangan dengan melibatkan organisasi lain dan tidak hanya divisi internal perusahaan.
5.       Menetapkan tujuan dan indokator yang jelas untuk mengukur pencapaian program yang selanjutnya dapat digunakan untuk keperluan pemeriksaan dan evaluasi.
Pada dasarnya, para anggota menekankan bahwa proyek CSR harus memberi manfaat kepada komunitas ataupun perusahaan melalui perbaikan kualitas hidup komunitas dan pada saat yang bersamaan membangun reputasi perusahaan.



Kalimantan Timur

Kemitraan dengan Perusahaan Menerapkan Proyek CSR, Sengata (dari Bastian A. Saputra, Perkumpulan untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK), Bandung , Jawa Barat)
Pada tahun 2009, PUPUK bermitra dengan perusahaan pertambangan Kaltim Prima coal menjalankan proyek CSR pembangunan ekonomi lokal. Mereka menerapkan pendekatan kluster industri pada tanaman agribisnis nilam dengan mengupayakan perencanaan yang partisipatif, bekerja bersama dalam pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Proyek ini melibatkan dan bermanfaat bagi semua pihak terkait terutama memperbaiki rantai nilai sektor industri dan memberi manfaat bagi perusahaan ataupun pelaksana. Baca lebih lanjut

Sulawesi Selatan
Inisiatif Penyusunan Peraturan Pemerintah tentang Penanganan Bencana, Makasar (dari Kasru Susilo, Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI), Jakarta )
MPBI bermitra dengan pemerintah di tingkat nasional dan lokal dalam menginisiasi dan memfasilitasi persiapan peraturan penanganan bencana, sebagai contoh peraturan yang disahkan sebagai Undang-undang No. 24 Tahun 2007. Kemudian di tahun 2009, MPBI juga mengoranisir konferensi nasional tentang Pengelolaan Resiko Bencana Berbasis Komunitas di Makasar dan memberi  pelayanan berupa terjemahan dan peluncuran book internasional mengenai situasi bencana. Usaha ini memberdayakan komunitas untuk menanggapi dengan lebih baik hal-hal mengenai pengelolaan penanganan bencana.

Jawa Barat

Membangun Pusat Pelatihan Ketrampilan untuk Mempersiapkan Kaum Muda Mengisi Lapangan Kerja, Cipanas (dari Wawan Setiawan, Yayasan Usaha Mulia Pusat Komunitas Aceh, Banda Aceh)
YUM menerima dana dari MAST Industri untuk mendirikan pusat pelatihan ketrampilan bagi kaum muda guna memberi pengalaman kerja bagi mereka. YUM kemudian membangun relasi dengan beberapa perusahaan seperti sektor industri swasta menawarkan penyelenggaraan pelatihan ketrampilan yang dibutuhkan oleh setiap perusahaan untuk mempersiapkan kaum muda agar mampu bekerja dalam tipe industri tersebut. Program ini melibatkan komunitas dan sekolah lokal yang mengidentifikasi kebutuhan pelatihan seperti bahasa Inggris, computer, menjahit dan pariwisata. Baca lebih lanjut


Sumber Terkait

Rekomendasi Dokumen

Prakarsa Inovatif NGO-PUPUK Bandung dan CSR PT. KPC di Klaster Industri Nilam Kutai Timur (dari Bastian A. Saputra, PUPUK, Bandung , Jawa Barat)
Artikel; oleh Bastian A. Saputra; Bandung ; 24 Februari 2009; versi Bahasa Indonesia tersedia di http://innovation-bastian.blogspot.com/2009/02/prakarsa-inovatif-ngo-pupuk-bandung-dan.html
Menjabarkan kegiatan CSR memproduksi nilam untuk obat herbal dengan melibatkan semua pihak terkait seperti komunitas, pemerintah lokal, lembaga penelitian dan layanan keuangan

MAST Industries awards Vocational Training Grant to YUM (dari Wawan Setiawan, Yayasan Usaha Mulia Aceh Community Center , Banda Aceh)
Newsletter; YUM; Desember 2008; versi Bahasa Inggris tersedia di
Rincian kegiatan CSR dari MAST bersama YUM membangun tempat pelatihan ketrampilan dengan membangun relasi dengan perusahaan guna mempersiapkan kaum muda mengisi lapangan kerja

Dari Kasru Susilo, Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI), Jakarta

Konferensi Nasional Pengelolaan Resiko Bencana Berbasis Komunitas
Laporan; MPBI; 2009; versi Bahasa Indonesia tersedia di http://www.mpbi.org/content/prbbk-v-2009
Menyampaikan informasi konferensi yang dikelola MPBI sebagai kegiatan CSR mencakup agenda, jadual, laporan pertemuan, buku, pedoman, konferensi pers & organisasi mitra kerja

Hukum Internasional Law dan Standar yang Bisa Diterapkan dalam Situasi Bencana Alam (ILSANDS)
Buku; oleh Erica Harper; International Development law Organization; Rome , Italia; 2009; versi bahasa Inggris tersedia di http://www.reliefweb.int/rw/lib.nsf/db900SID/JBRN-7QUFJ9?OpenDocument
Memberi standar dalam kegiatan rehabilitasi terutama dalam bidang hak asasi manusia, kelompok yang rentan, hak anak, pengelolaan lahan serta transparansi pengelolaan dana

Dari Sabastian E. Saragih, Circle Indonesia , Yogyakarta

About Corporate Social Responsibility
Artikel; Sustainable Development International; 6 Desember 2004; Hak Cipta; versi bahasa Inggris tersedia di http://www.sustdev.org/index.php?option=content&task=view&id=238
Menjabarkan penyusunan konsep CSR dan manfaat yang diharapkan dalam memelihara lingkungan yang berkelanjutan dan manfaat bagi semua pihak terkait

Various Models of Corporate Social Responsibility Applications
Laporan; Meeting Changing Expectations; World Business Council for Sustainable Development (WBCSD); Geneva, Switzerland; 1998; versi bahasa Inggris tersedia di http://www.wbcsd.org/DocRoot/hbdf19Txhmk3kDxBQDWW/CSRmeeting.pdf (PDF, Size: 2.6MB)
Menguraikan cara-cara yang efektif bagi perushaan dalam memajukan perusahaan bersama masyarakat termasuk menciptakan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

Dari Dwi Ari Fauzi, Policy & Law Institute for Good Governance (PoLIGG), Jakarta

Staatsblad 1870-64
Hukum Pemerintah Belanda di Indonesia; 1870; versi Bahasa Indonesia tersedia di http://www.legalitas.org/database/staatsblad/stb1870-64.pdf (PDF, Size: 19 KB)
Mengatur prosedur pendirian organisasi, pemberitahuan pemberian pengesahan, penolakan dan pembubaran dengan mempertimbangankan kepentingan umum

Undang-Undang No. 28 tahun 2004, Perubahan Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Undang-undang; Sekretariat Negara; Pemerintah Indonesia , 6 Oktober 2004; versi Bahasa Indonesia tersedia di http://www.kopertis6.or.id/download/uu28tahun2004.pdf (PDF, Size: 53 KB)
Mengatur revisi undang-undang sebelumnya mengenai asset, persetujuan resmi, pengurus dan pengawas, laporan keuangan tahunan, pemeriksaaan dan pembubaran

Dari Kusdijono, Catholic Relief Services (CRS), Jakarta

Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan
Undang-undang; Sekretariat Kabinet; Pemerintah Indonesia ; 17 Juni 1985
Mengatur organisasi mencakup prinsip, fungsi, kewajiban, hak, struktur, pengurus, keanggotaan dan proses pembubaran bila diperlukan

Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
Undang-Undang; Sekretariat Kabinet; Pemerintah Indonesia ; 6 Agustus 2001; versi Bahasa Indonesia tersedia di http://www.pahotan.com/Laws&Regulations/DB/UU%20No.%2016%20Thn.%202001%20tentang%20Yayasan.pdf
Mengatur yayasan mencakup prosedur pendirian, persetujuan resmi, asset, pengurus dan kewajibannya, pajak, laporan keuangan tahunan kepada publik, pemeriksaan & pembubaran

Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan
Undang-undang; Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Pemerintah Indonesia ; 23 September 2008; versi Bahasa Indonesia tersedia di http://hukumham.info/images//pp.63.pdf (PDF, Size: 105 KB)
Penjelasan terperinci mengenai pendirian organisasi, criteria pendiri, jumlah asset tertentu, laporan perubahan anggaran dasar, asset dan penerimaan dana dari luar

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Undang-undang; Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Pemerintah Indonesia ; 16 Agustus 2007; versi Bahasa Indonesia tersedia di http://legalitas.org/database/puu/2007/uu40-2007.pdf (PDF, Size: 279 KB)
Mengatur perseroan terbatas mencakup struktur, pemegang saham, peranan personil, prseduir pendirian, asset, pemeriksaan, pembubaran dan kewajiban melaksanakan CSR

ISO and Social Responsibility
Booklet; International Organization for Standardization; Geneva 20; Switzerland ; 2008; versi bahasa Inggris tersedia di http://www.iso.org/iso/socialresponsibility.pdf (PDF, Size: 793 KB)
Meninjau ISO 26000 yang dapat diterapkan bagi semua tipe organisasi dan kegiatan CSR terdiri dari latar belakang, maksud, jadual publikasi dan proses untuk pelaksanaannya

Organizational Self-Assessment Tool
Alat Survei; Texas Commission on the Arts; Colorado; Texas; USA; versi bahasa Inggris tersedia di http://www.arts.state.tx.us/toolkit/nonprofit/templates/organizationalassess.pdf (PDF, Size: 101 KB)

Menilai Transparansi dan Akuntabilitas LSM: Suatu Metode Partisipatif
Manual; Tifa Foundation; Jakarta, Indonesia; Juli 2004; versi Bahasa Indonesia tersedia di http://masyarakatsipil.org/perpustakaan.php?id=7
Mengukur kinerja LSM dalam hal visi, misi, tujuan, administrasi, program, manajemen keuangan, tata laksana dan keabsahan kemudian menghitung nilai dari setiap aspek

Rio Declaration on Environment and Development
Laporan; United Nations Conference on the Human Environment; Stockholm ; Juni 1972; http://www.unep.org/Documents.Multilingual/Default.asp?documentid=78&articleid=1163
Menjelaskan dengan terperinci prinsip pembangunan yang berkelanjutan mengarah pada perjanjian internasional khususnya lingkungan global yang melahirkan konsep CSR

Rekomendasi Organisasi dan Program

Yayasan Usaha Mulia, Jakarta (dari Wawan Setiawan)
Wisma Subud 20, Jalan Fatmawati No.52, Jakarta 12430; Tel.: +62-21-7698505,
Fax: +62-21-7698504; jakarta@yumindonesia.org; http://www.yumindonesia.org/
YUM Aceh Community Centre; Jalan Utama I No. 1, Punge Blang Cut, Banda Aceh; Tel.: +62-651-42900;
Membantu kaum perempuan melalui lembaga keuangan dan kelompok komunitas dengan menerapkan prinsip Grameen Foundation dan pengelolaan usaha dan organisasi

Jalan Permata Bumi Raya kav. 6 Arcamanik, Bandung 40293; Tel.: +62-22-7834483; Fax: +62-22-7834484; pupuk_bdg@pupukindonesia.org;
Memfasilitasi jaringan, koordinasi, komunikasi untuk mendukung pemerintah menyusun kebijakan memperkuat usaha kecil dan mikro dengan melibatkan semua  pihak agar memberi manfaat bagi semua pihak

Masyarakat Penanggulanan Bencana Indonesia (MPBI), Jakarta (dari Kasru Susilo)
Jalan Kebon Sirih No. 5G Kebon Sirih, Jakarta 10340; Tel.: +62-21-3103535; Fax: +62-21-3147321; secretariat@mpbi.org; http://www.mpbi.org
Bekerja mengurangi resiko bencana berbasis komunitas untuk meningkatkan dan memperkuat kapasitas kelompok dan organisasi agar mereka aman dan terlindungi

Microfinance Innovation Center for Resources and Alternatives (MICRA), Jakarta (dari Indrajit Indra)
Jalan Kemang Timur Raya No. 69E Kelurahan Bangka, Jakarta 12730; Tel.: +62-21-7198442, Fax: +62-21-70308449; http://www.micra-indo.org/
Memberi bantuan dan mengupayakan inovasi dan transparansi melalui lembaga keuangan dan organisasi untuk memperluas pelayanan bagi kaum miskin di Indonesia

The Heller School for Social Policy and Management, Brandeis University , Massachusetts , USA (dari Muhammad Taufik Hidayat)
415 South St. Waltham , Massachusetts 02453; Tel.: +1-781-7362000; http://www.brandeis.edu/
Memberi bantuan teknis kepada penyusun pembangunan dan kebijakan program memerangi  kemiskinan dan mengelola lingkungan yang berkelanjutan dengan melibatkan organisasi

Dari Sabastian E. Saragih, Circle Indonesia , Yogyakarta

Circle Indonesia , Yogyakarta
Jalan Kaliurang Km 9 Klabanan Sardonoharjo RT 06/RW 46 Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta Indonesia Tel./Fax: +62-274-884986; http://circleindonesia.or.id
Memfasilitasi proyek CSR seperti untuk perusahaan tambang dengan menerapkan proyek mata pencaharian, publikasi, penelitian, konsultasi dan pelayanan logistik

International Organization for Standardization, Geneva , Switzerland
1, ch. de la Voie-Creuse, Case postale 56, CH-1211 Geneva 20, Switzerland; Tel.: +41-22-7490111; Fax: +41-22-7333430; http://www.iso.org/iso/home.htm
Bekerja memproduksi peralatan, perlengkapan dan pedoman standard organisasi dan menyelenggarakan pelatihan, pendidikan, bantuan teknis penggunaan, penerapan standard

Dari Dwi Ari Fauzi Policy & Law Institute for Good Governance – PoLIGG, Jakarta

 Policy & Law Institute for Good Governance – PoLIGG, Jakarta
Jalan Duren Tiga Raya No. 101, Jakarta 12760; Tel.: +62-21-79199314, Fax: +62-21-70256869; poligg_mail@yahoo.co.uk;http://poligg.blogspot.com/
Bekerja di bidang kebijakan untuk pembangunan dan tata pemerintahan termasuk advis aspek legal organisasi agar memenuhi undang-undang dan peraturan pemerintah

Pacivis UI Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia, Jawa Barat
Kampus Baru UI Depok, Building Japan Study Center 2nd floor, Depok 16424, Jawa Barat; Tel.: +62-21-78883758; Fax: +62-21-78892791; http://www.fisip.ui.ac.id/pacivisui/
Memfasilitasi aplikasi studi akademik pada praktek seperti pelatihan manajemen LSM untuk meningkatkan akuntabilitas, transparansi, profesionalisme dan keberlanjutan organisasi

Dari Kusdijono, Catholic Relief Services (CRS) Indonesia , Jakarta

Catholic Relief Services (CRS) Indonesia , Jakarta
Jalan Wijaya I No. 35, Kebayoran Baru, Jakarta 12170; Tel.: +62-21-7253339; Fax: +62-21-7251566; crs-id@id.seapro.crs.org; http://www.crs.org
Bekerja bersama organisasi lokal menerapkan program mata pencaharian berkelanjutan serta tanggap darurat guna memberdayakan mereka mengelola organisasi menurut peraturan pemerintah

Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia , Jakarta
Jalan Medan Merdeka Utara No. 7, Jakarta ; Tel.: +62-21-3811120; Fax: +62-21-3811120;
pusdatinkomtel@depdagri.go.id; http://www.depdagri.go.id/
Bekerja di tingkat nasional dan provinsi mengupayakan otonomi termasuk pemberdayaan komunitas dan desa dalam mengelola kegiatan sosial, pembangunan ekonomi berkelanjutan

Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Jakarta
Jalan HR. Rasuna Said Kav 6-7, Jakarta , Indonesia ; Tel.: +62-21–5253004; Fax: 62-21-5253139; pullahta@depkumham.go.id; http://www.depkumham.go.id/xdepkumhamweb/home.htm
Memiliki kewenangan mengadakan sidang dan menerbitkan ijin resmi bagi organisasi dan kegiatan usaha di Indonesia, termasuk wewenang mengawasi, mmemeriksa dan pembubaran

Rekomendasi Komunitas dan Jaringan

Indonesian Legal Information (dari Kusdijono, Catholic Relief Services (CRS) Indonesia , Jakarta )
Menyampaikan informasi dan dokumen tentang undang-undang, peraturan pemerintah dan memfasilitasi diskusi forum academic, keilmuan dan praktek aspek legal di Indonesia

Rekomendasi Portal dan Basis Informasi

Hukum Oline (dari Indrajit Indra, Microfinance Innovation Center for Resources and Alternatives (MICRA), Jakarta )
http://www.hukumonline.com; marketing@hukumonline.com; Tel.: +62-21-83701827, Fax: +62-21-83701826
Menyampaikan berita tentang aspek hukum seperti keputusan pemerintah, peraturan, undang-undang tiap organisasi, kegiatan usaha serta memberi konsultasi online bagi anggota

Earth Summit 2002 (dari Kusdijono, Catholic Relief Services, Jakarta )
Menyampaikan informasi dan laporan konferensi tingkat tinggi di Johannesburg termasuk tindak lanjut pembangunan konsep CRS, maksud dan strategi

Rangkuman Tanggapan Terkait

Keberlanjutan Organisasi LSM - Pengalaman, dari Zulkarnen Kiranda, YASINDO, Banda Aceh, Aceh, Komunitas Pembangunan Ekonomi, Solution Exchange Indonesia
Diterbitkan tanggal 26 Juni 2009; versi bahasa Inggris dan bahasa Indonesia tersedia di http://www.solutionexchange.or.id/economic/index.php?option=com_docman&task=doc_download&gid=14&Itemid=73&lang=en (Size: 156 KB)
Menyampaikan ide untuk keberlanjutan organisasi, dengan penegasan pada aspek keuangan serta membahas faktor penting dalam memelihara dan meningkatkan reputasi organisasi


Tanggapan Lengkap

Sabastian E. Saragih, Circle Indonesia, Yogyakarta

Isu standarisasi dan sertifikasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) memang sudah lama didiskusikan terutama setelah kegiatan LSM sudah dianggap sebagai sebuah sektor pekerjaan dan akibatnya dibutuhkan standar pekerjaan tertentu. Jadi ada dua level sertifikasi, pertama sertifikasi LSM dan kedua sertifikasi kompetensi pekerja LSM. Sejauh ini, sepengetahuan saya, belum ada payung hukum yang mengatur ini. Namun organisasi donor (baik NGO maupun GO) biasanya memiliki  alat-alat tertentu mengukur kapasitas organisasi sebelum berkerjasama. Beberapa organisasi internasional bahkan sudah mendapatkan sertifikat ISO.

Undang-undang PT memang mewajibkan perusahaan untuk mengalokasikan keuntungannya untuk kegiatan pengembangan masyarakat atau apa yang disebut CSR. Namun bagaimana teknisnya belum ada aturannya. Apakah harus diimplementasikan sendiri atau harus lewat pihak ketiga. Kalau pihak ketiga apakah NGO atau GO. Kalau NGO apakah organisasi harus berasal dari sekitar lokasi proyek atau bagaimana. Tidak mengherankan kalau kemudian ada program CSR yang dialokasikan untuk mengelola klub sepakbola profesional.  Ada perusahaan tertentu membuat organisasi yang namanya sama untuk melaksanakan kegiatan community development. Namun dalam menjalankan program-program COMDEV-nya, organisasi tersebut tidak hanya menggunakan uang CSR-nya tetapi juga melakukan fund raising (program pengumpulan dana).


Indrajit Indra, MICRA, Jakarta

Payung hukum untuk LSM, adalah ketika LSM yang bersangkutan dinotariskan dan menjadi suatu badan hukum. Dan ini memang sesuai dengan undang-undang. (lihat juga www.hukumonline.com  search: bentuk badan hukum)

Standarisasi SDM dan organisasi tentunya disuaikan dengan kebutuhan kegiatan yang akan dilakukan; dan baik atau tidaknya kondisi SDM atau organisasi tersebut bisa diukur dengan menggunakan peralatan yang dimiliki masing-masing pihak yang akan berkerja sama. (lihat juga Rangkuman Tanggapan – Consolidated Reply: Query keenam tentang Keberlanjutan Organisasi LSM di
www.solutionexchange.or.id/economic/)

Saya akan senang bila dapat bertukar pikiran dengan rekan-rekan di Aceh, kebetulan saya sedang berada di Aceh minggu ini.


Muhammad Taufik Hidayat, Post Graduate Program in Sustainable International Development, The Heller School for Social Policy and Management, Brandeis University , Massachusetts , USA

Saya ingin menyumbangkan pemikiran untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut:

Payung hukum untuk lembaga non profit yang paling mungkin dipakai saat ini adalah Undang-undang Yayasan. Undang-undang ini tentunya berlaku di seluruh Indonesia termasuk di Aceh. Walaupun masih terjadi pro dan kontra tentang UU ini, paling tidak sudah sedikit lebih jelas dari sebelumnya tidak ada sama sekali.

Di dalam UU Yayasan, sebagian besar sudah diatur bagaimana manajemen Yayasan, termasuk menyangkut pertanggungjawaban keuangan dan transparansi publik. Tentunya standar yang dipakai adalah standar akuntansi yang umum berlaku di Indonesia . Demikian juga dalam aspek manajemen, ada hal-hal yang standar dan ada yang bersifat tidak mengikat. Silahkan mempelajari UU Yayasan.

Berkaitan dengan bentuk-bentuk CSR seperti apa yang sangat baik dilakukan, menurut saya yang sangat baik dilakukan adalah:
·         Program yang benar-benar memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar lokasi atau di dalam lokasi perusahaan. Bukan sekedar program untuk meningkatkan citra perusahaan di mata pemerintah atau investor.
·         Program CSR juga sebaiknya tidak digunakan untuk program pembungkaman masyarakat atau program pengalihan kesalahan atau legitimasi perusahaan akan kerusakan lingkungan yang telah dilakukan. Karena ini akan menimbulkan konflik di masyarakat terutama bagi yang pro dan kontra dengan perusahaan tersebut. Tentunya dituntut kejujuran dan rasa tanggung jawab perusahaan menyangkut hal-hal tersebut.
·         Program CSR dilakukan oleh lembaga di luar perusahaan (LSM atau lainnya) yang kredibel untuk memastikan transparansi keuangan dan memastikan tepatnya sasaran program.
·         Jangan sampai dana CSR digunakan oleh pejabat untuk biaya-biaya pertemuan-pertemuan, menjamu tamu dan lain-lain. Atau sebaliknya perusahaan menggunakan uang CSR untuk biaya-biaya yang tidak jelas tadi dan kemudian dipertanggungjawabkan sebagai biaya CSR, padahal tidak ada manfaatnya sama sekali bagi warga sekitar.
·         Jenis-jenis program bisa mencakup pendidikan, kesehatan, peningkatan ekonomi, infrastruktur dan lain-lain dan tidak hanya program yang berbasiskan kegiatan fisik (pembangunan gedung) belaka. Untuk itu diperlukan lembaga di luar perusahaan yang memang memahami dan menguasai penerapan program pembangunan masyarakat.
·         Program yang dilakukan harus mempunyai tujuan yang jelas dan terukur dengan baik dengan indikator-indikator yang jelas sehingga bisa dilakukan evaluasi dan audit. Dengan demikian akan membantu pengembangan program-program yang lebih baik di masa akan datang.
·         Progam sebaiknya berjangka panjang, bukan program yang sporadis atau sekedar event-event kecil (bagi buku, sunatan massal, dsb) saja sehingga benar-benar dapat membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat.
·         Ada baiknya dibentuk lembaga trust fund untuk mengumpulkan dana-dana dari perusahaan yang kecil/sedang yang berada pada satu wilayah tertentu. Sehingga dana ini dapat digunakan untuk kegiatan yang lebih besar dan lebih terprogram. Contohnya: Dana dari beberapa perusahaan yang secara sendiri-sendiri hanya cukup untuk pembagian buku tulis, jika dana tersebut dikumpulkan pada trust fund, akumulasinya cukup untuk membangun fasilitas pendidikan yang lebih memadai atau untuk pemberian beasiswa.
·         Lembaga Trust Fund untuk CSR juga sebaiknya mengumpulkan dana dari masyarakat. Tentunya lembaga ini perlu menjadi lembaga yang profesional, kredibel dan akuntabel jika akan melaksanakan pengumpulan dana dari masyarakat.


Dwi Ari Fauzi, Policy & Law Institute for Good Governance – PoLIGG, Jakarta

Organisasi kami sangat concern dengan kegiatan comdev (community development) terkait dengan penguatan di bidang Hukum, Kebijakan dan Good Governance. (Lihat juga: www.poligg.org atau http://poligg.blogspot.com)

Terkait dengan pertanyaan yang diajukan oleh rekan Wawan Setiawan dalam forum Solution Exchange, ada beberapa poin jawaban yang bisa kami sharing:
Payung hukumnya memang ada dan ini merupakan suatu keharusan. Di Indonesia organisasi non profit (LSM/NGO) bisa memilih dua bentuk, yaitu Yayasan atau Perkumpulan. Kedua bentuk tersebut mempunyai payung hukum masing-masing, untuk Yayasan diatur dalam UU no 28 tahun 2004, sedangkan untuk Perkumpulan diatur dalam peraturan  Staatsblad 1870-64 tentang Perkumpulan-perkumpulan Berbadan Hukum (masih menggunakan peraturan dari Belanda). Namun sepengetahuan saya, sekarang sedang dibahas Rancangan Undang-Undang Perkumpulan oleh Departemen Hukum dan HAM.

Kualitas dari suatu LSM tergantung pada kapabilitas dan profesionalitas dari orang-orang di dalamnya. Standardisasi SDM dan Manajemen merupakan kesepakatan dalam akta pendirian LSM tersebut. Jadi, menurut saya ini sangat penting agar LSM tersebut bisa speed up. Biasanya setiap tahun ada pelatihan Manajemen NGO yang diadakan oleh Pacivis UI- FISIP UI. Teman-teman bisa bergabung untuk mengikuti pelatihan tersebut.

Terkait dengan CSR, perusahaan memiliki kewajiban untuk melakukan tanggung jawab sosial berdasarkan undang-undang PT. Bentuknya bisa bermacam-macam,  seperti program kemitraan dengan unit usaha kecil, pembangunan infrastruktur dan Community Development. Namun perlu diperhatikan bahwa suatu perusahaan biasanya mempertimbangkan daerah yang akan dibantu (biasanya sekitar perusahaan tersebut) dan di bidang apa perusahaan itu bergerak.

Kami sangat welcome apabila kita juga bisa berdiskusi lebih lanjut untuk saling bertukar pikiran.


Bastian A. Saputra, Perkumpulan untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK), Bandung, Jawa Barat

Langsung saja, saya memberi masukan berdasarkan pengalaman kami NGO PUPUK (Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil) Bandung khususnya dalam kerjasama serta implementasi program CSR perusahaan. Pada tahun 2009, PUPUK Bandung menjadi partner strategis dua perusahaan yang menerapkan CSR yaitu PT. KPC (kaltim Prima Coal) Sengata untuk program Local Economic Development dengan pendekatan Klaster Industri di sektor agribusiness tanaman nilam. Kedua LED di wilayah kerja PT. Chevron Geothermal Ind. Garut tepatnya di Kecamatan Samarang. Dan sebelumnya sejak tahun 2000-an PUPUK juga bekerjasama dengan perusahaan lainnya baik BUMN maupun Swasta spt PT. Kondur Petroleum, PT. Antam, PT. Timah, PT. Pertamina, PT. Semen Gresik, PT. Santos, PT. Garuda Food dan lain-lain. (lihat juga: http://www.pupuk-bandung.org)

Badan hukum PUPUK adalah berbentuk Perkumpulan, yang di sahkan oleh Departemen Kehakiman RI sejak tahun 1988. Secara umum PUPUK juga disebut LSM/LPSM (NGO).
Dan sejauh ini tidak ada permasalahan mengenai badan hukum kita. Pada prinsipnya jika lembaga tersebut memiliki badan hukum dan kompetensi sesuai bidangnya, yang tertuang dalam dokumen resmi misalnya SBU (Sertifikat Badan Usaha), pengalaman yang sudah pernah dikerjakan (dokumen kontrak bisa jadi bukti) dan lain-lain. Namun biasanya dari sisi Perusahaan administrasi harus lengkap karena itu akan menjadi persyaratan awal. Saya belum tahu jika Yayasan, namun setahu saya Yayasan kurang tepat untuk syarat administrasi yang diminta perusahaan.

Sejauh ini peraturan dan kewenangan perusahaan untuk menentukan siapa yang tepat untuk implementasi program CSR mereka jauh lebih mudah. Dan dari sisi SDM/personil masih belum ada sertifikasi yang spesifik khususnya utk pemberdayaan.

Dalam implementasi program CSR, kami NGO PUPUK selalu menekankan bahwa program CSR adalah salah satu atau bagian dari sumber dana pembangunan yang ada di daerah itu (selain dari APBD, APBN, dana dari donor, NGO, dll). Pemahaman akan program CSR yang di-inisiasi oleh suatu perusahaan juga kita transfer/transformasikan ke target group (baik UKM, individu, pemerintah dan staeholder lainnya). Metode yang PUPUK gunakan khususnya dalam bidang ekonomi adalah Klaster Industri dimana semua pihak terlibat dan terkait, serta saing menguntungkan (linkaged), kemudian lebih detail lagi dibreakdown rantai nilai sektor industrinya.
Sehingga akan diperoleh yang biasa kita sebut sebagai "share value". Perusahaan yang menerapkan program CSR akan memperoleh benefit, yang benefit tersebut diperoleh dari luar (outside-in) dan sebaliknya juga demikian inside-out (kegiatan internal perusahaan harus memberikan dampak yang positif keluar/masyarakat). Perusahaan ada batas kemampuannya, masyarakat tidak harus selalu menekan perusahaan. Dalam hukum ekonomi semua dalam kondisi win-win.

Untuk memperoleh hal yang demikian, proses yang dilakukan PUPUK selalu diawali perencanaan yang Partisipatif, kemudian Implementasi secara Kolaboratif. Proses M&E (Monitoring dan Evaluasi) untuk melihat capaian keberhasilan yang dilakukan bersama-sama.


Kusdijono, CRS Indonesia , Jakarta

Setahu saya, payung hukum organisasi non Pemerintah yang nirlaba bisa dipilah dalam 3 (tiga) kategori: Undang-Undang no 16/2001 yang beserta  perubahannya (penambahan) berupa UU no 24/2004  tentang Yayasan; Undang-Undang no. 8/1985 tentang organisasi kemasyarakatan (Ormas); dan Stadblad tahun 1870 berkaitan dengan perkumpulan atau perhimpunan.
LSM atau Organisasi non Pemerintah (ORNOP) yang coraknya beragam, terutama jika didasarkan pada fokus program dan metode operasionalnya, mungkin bisa dikategorikan salah satu dari peraturan perundangan tersebut. Seringkali LSM yang bergerak dalam program pembangunan memilih jati diri sebagai yayasan atau perkumpulan, terutama sebelum diundangkannya UU tentang Yayasan tersebut.  Saat diberlakukannya UU tersebut, sudah banyak terdapat LSM menggunakan nama Yayasan, tetapi tidak sesuai dengan aturan-aturan yang dimuat dalam UU tersebut. Oleh karena itu, Pemerintah memberi waktu 5 tahun kepada Yayasan yang sudah ada tersebut untuk menyesuaikan diri memenuhi UU tersebut. Perangkat implementasi UU 16/2001 atau UU 24/2004 selanjutnya diterbitkan berupa Peraturan Pemerintah no 63/2008 tentang Pelaksanaan UU tentang Yayasan. Isi lengkap UU tentang Yayasan, termasuk PP-nya dapat dilihat di http://www.legalitas.org.

UU tentang Yayasan tersebut sekaligus menetapkan standarisasi yang tertuang dalam AD/ART, yang meliputi struktur organisasi yayasan dan manajemen, termasuk keharusan transparan dan akuntabel. Misalnya, ditentukan bahwa organ Yayasan terdiri dari Dewan Pembina, Dewan Pengurus, dan Dewan Pengawas dengan fungsinya masing-masing yang berbeda. Yayasan sendiri harus menjadi organisasi ber-badan hukum, yakni harus terdaftar di Departemen Hukum dan HAM, tidak cukup hanya memiliki akte notaris sebagai bukti pendiriannya. Pengurus juga wajib membuat laporan tahunan kegiatan dan keuangan, harus melakukan audit keuangan oleh akuntan public untuk bantuan (hibah) yang diperoleh dari pemerintah atau lembaga lain (termasuk swasta), serta mempublikasikan hasil audit tersebut di surat kabar harian untuk bantuan dengan nilai tertentu.    

Standarisasi, meskipun begitu, tidak mencakup tentang kapasitas manajemen dan SDM-nya. Jika organisasi ini  akan menerima bantuan kerja sama dari lembaga donor, biasanya donor yang melakukan seleksi berdasarkan standar mereka sendiri. Misalnya dilakukan penjajagan kapasitas (capacity assessment) terhadap Yayasan/organisasi yang mengajukan kerja sama (bantuan) dengan tool berupa OSA (Organizational Self Assessment).

UU no 8/1985 sebenarnya tentang organisasi massa, ini untuk mengatur organisasi masyarakat dalam orde baru, yang umumnya berafiliasi pada partai politik saat itu. Organisasi ini tidak ber-badan hukum, tapi harus terdaftar di Departemen Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Sospol. Strukturnya organisasi berupa pengurus tingkat Pusat dan Daerah (provinsi, kabupaten). Termasuk dalam kategori ini yang kemudian disebut Ormas profesi (HKTI, HNSI).  Sumber keuangan dari iuran anggota dan usaha lain seperti sumbangan yang tidak mengikat. Ormas ini bisa dibubarkan oleh Pemerintah, termasuk Gubernur jika ormas berada di tingkat provinsi ke bawah. Tidak ada standarisasi SDM maupun manajemen untuk Ormas.

Terakhir untuk Perkumpulan atau Perhimpunan, meskipun mengacu kepada Stadblad tahun 1870, namun tidak ada Peraturan Pemerintah sebagai turunannya. Organisasi ini bisa ber-badan hukum, bisa juga tidak berbadan hukum. Belakangan banyak orang mendirikan LSM dalam bentuk perkumpulan dengan maksud untuk keluwesan dan, terhindar dari berbagai kewajiban seperti Yayasan. Lembaga ini dapat menerima bantuan dari donor, tetapi juga bisa memungut iuran dari anggotanya. Apabila ber badan hukum (resmi), maka bisa memperoleh dana bantuan dari Pemerintah. Untuk berbadan hukum, maka perlu akte notaris pendirian dan terdaftar di Departemen Kehakiman. Standarisasi manajemen terbatas pada adanya Pengurus yang terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara. Pengurus dapat mengangkat Petugas Pelaksana dan bertanggung jawab kepada Rapat Anggota. Lembaga-lembaga donor yang akan bekerja sama dan memberikan bantuan, biasanya melakukan penjajagan kapasitas terhadap Perkumpulan/perhimpunan seperti halnya kepada Yayasan.

CSR yang muncul dan berkembang dari KTT internasional di Rio de Janeiro(1992) dan Johannesburg (2002), dan sudah dibuat standarisasinya berupa ISO 26000, sebenarnya  tidak mewajibkan suatu korporasi atau perusahaan melakukan CSR, melainkan mendorong dan memberikan insentif terhadap mereka yang melakukan praktek CSR. Atas dasar ini, maka kalangan pengusaha di KADIN mempertanyakan UU no 40/2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) yang dalam pasal 74 “mewajibkan” perusahaan swasta melakukan CSR. Mungkin ini juga mempengaruhi kenapa PP tetang UU tersebut belum juga dibuat.

Saya kira kalau suatu lembaga akan mengajukan kerjasama dengan perusahaan untuk pelaksanaan CSR, harus mempertimbangkan program apa yang dapat memberikan “nilai tambah” bagi perusahaan tersebut dan masyarakat di sekitar perusahaan tersebut beroperasi. Nilai tambah bagi perusahaan, misalnya bahwa program dapat menciptakan kondisi dimana perusahaan dapat beroperasi di suatu wilayah tanpa gangguan dari masyarakat sekitar serta dapat membangun citra yang baik dimata public dan Pemerintah. Nilai tambah di masyarakat sekitar berupa terwujudnya kehidupan yang lebih baik dan nyaman bagi masyarakat dengan berdirinya perusahaan tersebut di tempat mereka tinggal.  

Ada dua pendekatan program yang umumnya diterapkan perusahaan, yakni program karitatif, dengan membangun infrastruktur fisik yang bermanfaat bagi masyarakat di wilayah operasi mereka (jalan, jembatan, gedung sekolah, dsb), dan program pengembangan livelihood (pertanian, perikanan, dsb). Pelaksanaan CSR bisa melalui divisi internal yang dibentuk, misalnya divisi community development. Seringkali, divisi ini juga tetap melakukan outsourcing, mengundang pihak luar untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Praktek lain, bisa juga dengan menjalin kontrak kerja sama pelaksanaan program dengan pihak luar sepenuhnya. 


Petrus D. Daswanto, ICON Training Center , Jakarta

Mengenai standar SDM dan Manajemen sebuah lembaga nirlaba tentu berkaitan dengan upaya lembaga tersebut menangani pekerjaan atau proyek dari pihak lain seperti dari donor.

Jika kita lihat pada tahapan RFP (Request for Proposal), donor akan meminta informasi tentang lembaga yang mengajukan proposal. Informasi tentang lembaga akan menyangkut nama lembaga, tanggal berdiri, tujuan berdirinya lembaga, badan hukum, pengurus, domisili dan pengalaman terkait dengan proposal yang diajukan. Informasi tentang pengalaman yang baik biasanya akan menjelaskan tentang: Jenis kegiatan, jumlah beneficiaries langsung dan tidak langsung, impak yang dihasilkan dan dana yang dipergunakan. Kualitas SDM akan menentukan apakah program bisa berjalan baik. Itulah sebabnya data mengenai pengurus juga dilengkapi dengan kualifikasinya.

Saya cenderung melihat lembaga bukan berpatokan dari standar SDM atau kualitas manajemennya  tetapi lebih kepada reputasinya. Reputasi terbentuk karena prestasi yang diukur dari impak yang dihasilkan. Jadi, saya menganjurkan lembaga-lembaga nirlaba yang baru berdiri atau ingin berdiri, untuk langsung melakukan suatu kegiatan. Sesuaikan dengan sumberdaya yang ada. Bisa mulai dari proyek yang kecil, misalnya di lingkungan satu desa/kelurahan. Bangun reputasi terlebih dahulu. Pada hakekatnya organisasi adalah kegiatan itu sendiri. Tidak dapat disebut sebagai suatu organisasi jika tidak ada kegiatan. Mudah-mudahan masyarakat lain akan mendukung lembaga Anda dan menjadi lembaga yang besar dengan reputasi yang baik dan menjadi standar keberhasilan suatu lembaga nirlaba.


Kasru Susilo, Community of Disaster Management Indonesia (MPBI), Jakarta

Umumnya CSR dilaksanakan cenderung hanya sesuai apa yang diinginkan perusahaan yang bersangkutan. Jadi duplikasi kegiatan dengan perusahaan lain kemungkinan besar bisa terjadi. Seharusnya ada pedoman dari pemberi ijin (pemerintah) tentang cara menyelenggarakan CSR sesara sinergis. Ada pembagian di antara perusahaan-perusahaan. Perusahaan yang mana yang akan mengurus masalah publik tertentu.

Misalnya, di kawasan-kawasan atau zona industri, sangat dibutuhkan sarana kesehatan dan sanitasi di lokasi akumulasi buruh bertempat tinggal. Buruh-buruh yang biasanya adalah pendatang, belum memiliki rasa memiliki (sense of belonging) atas lingkungan tempat tinggalnya. Mereka dengan organisasi buruhnya bersama himpunan manajer-manajer pabrik sebaiknya mendapatkan pengarahanan tentang cara dan bagaimana mengelola sumber daya yang bermanfaat bagi perbaikan masalah-masalah kependudukan.

Skenario ini bisa dikaitkan dengan strategi PEL (Pengembangan Ekonomi Lokal). Contoh daerah yang membutuhkan penanganan seperti ini adalah  kawasan Cilegon, Balaraja, Tangerang, Bekasi, Gresik, dll.


Terima kasih banyak kepada semua Anggota yang telah memberikan tanggapan terhadap pertanyaan ini!

Jika Anda ingin lebih lanjut berbagi informasi mengenai topik ini, silahkan kirimkan ke thamrincare@yahoo.co.id  dengan subyek “Re: [se-ecdv-id] Pertanyaan: Peraturan dalam Kegiatan Organisasi Nirlaba dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan – Saran. Tanggapan Tambahan”.

Ketentuan: Dalam mempublikasikan tanggapan atau menyusun tanggapan-tanggapan tersebut ke dalam dokumen rangkuman tanggapan, Solution Exchange tidak bertanggung jawab atas kebenaran atau keaslian tanggapan. Para anggota yang ingin memanfaatkan atau menyebarkan informasi yang terkandung dalam tanggapan-tanggapan tersebut perlu menyadari bahwa tindakannya tersebut didasarkan pada penilaian dan keputusan mereka sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar